Saturday, February 18, 2017

on Leave a Comment

Makna Yakin, Ragu dan Iman dan pembagian-pembagiannya.

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1142417595871696

Rahmat ke Sinar Agama
11 Januari
Salam ustadz,izin bertanya
1. Apa hakikat yakin dan dimana letaknya dalam diri manusia
2. Apa hakikat ragu dan dimana letaknya dalam diri manusia
3. Apa hakikat iman dan dimana letaknya dlm diri manusia
mohon pencerahannya ustadz
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
7 Komentar
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Yakni itu ada bermacam-macam dalam pandangan manusia dan juga mesti mengingat lagi apa-apa yang sudah kita bahas untuk mengertinya. Karena itu perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a- Pembagian Yakin: Yakin dibagi pada dua bagian secara global yaitu:

a-1- Yakin Awam. Maksudnya adalah yakin secara umumnya orang alias tidak ilmiah. Yakin di sini adalah adanya perasaan yang tidak lagi ada keraguan di dalamnya. Tapi sekedar perasaan, baik di dukung dengan argumentasi yang hakiki atau tidak sama sekali. Intinya tidak perduli dengan ada atau tidaknya argumentasinya.

a-2- Yakin Ilmiah: Maksudnya adalah yakin yang dibangun di atas argumentasi yang benar dan terbukti.

b- Yakin memiliki lawanan yaitu ragu, tapi juga memiliki titik tengah yaitu percaya. Jadi, ada tiga hal yang berada di posisi yang sama secara mendatar, yaitu ragu, percaya dan yakin.

c- Kalau antum masih ingat pembagian manusia, maka manusia dibagi pada materi badani dan non materi ruhani. Ruh atau jiwa manusia, memiliki tiga daya, daya-tambang, daya-nabati, daya-heewani dan daya-akli.

d- Daya-tambang untuk menangani atom-atom badan dan gerakan jantung dan semacamnya. Daya-nabati menangani pertumbuhan dan peranakpinakan badan. Daya-hewani menangani gerak ikhtiari dan rasa serta perasaannya. Daya-akli menangani pemahaman universal dan pemajuan informasi atau ilmunya.

e- Pahaman yang belum sampai pada universal dan/atau penilaian salah benar, maka masih dikategorikan sebagai berada di wilayah daya-hewani. Atau setidaknya ada di antara perbatasan rasa/perasaan dan akal logis.

f- Hewan memiliki pahaman tapi tidak universal. Hewan juga memiliki ikhtiar, tapi didasarkan pada rasa dan perasaannya, bukan pada akal universalnya. Kasih sayang, sayang anak, sayang istri, takut binatang yang lebih buas, takut mati, takut sakit, yakin ada bahaya kebakaran ketika merasakan panas yang tinggi, yakin haus, yakin harus minum, yakin lapar, yakin harus makan, dan semacamnya, merupakan dasar dan landasan dari gerak ikhtiari binatang yang memiliki ruh dan tingkatan daya-hewani di samping daya-nabati dan daya-tambang tentunya.

g- Manusia memiliki semua daya ruh di atas. Karena apapun gerak lahir batinnya, meliputi semua daya di atas atau setidaknya bisa meliputi daya di atas (baca: daya-akal/akli).

h- Kalau manusia dalam gerak ikhtiarinya mendasarkan pada rasa dan perasaannya, maka dia sedang berlaku seperti hewan. Tapi kalau melandaskan gerak ikhtiarinya pada daya-aklinya, maka dia sudah berlaku sebagai manusia secara natural. Artinya sudah bisa disebut manusia pada perbuatannya tersebut. Beda kalau sedang mendasarkan perbuatannya di atas rasa/perasaan, maka dalam pada itu, tidak bisa disebut sebagai manusia dan hanya bisa disebut sebagai pemfungsian kehewaniahannya.

i- Kalau manusia berlaku sebagai manusia dalam gerak ikhtiarinya, dan meniatkan diri kepada Allah, maka di samping bisa disebut sebagai manusia secara natural/fitrah, juga bisa disebut sebagai manusia secara akhlak/prilaku, agama dan hakikat tertinggi manusia.

j- Poin (i) di atas itu disebabkan adanya tingakatan materi dan non materi pada daya ruh manusia. Sebab tiga tingkatan awal daya-daya di atas, berhubungan dengan materi atau badan materinya. Karena itulah maka ruh manusia disebut Jiwa, yakni yang menangani ruh manusia dan badan manusia sehubungan dengan badan materinya. Tapi daya akli/akal-nya, karena universal itu sudah bukan materi lagi, bagitu pula nilai, maka dari sisi ini manusia lebih dekat pada non materi yang biasa juga diistilahkan sebagai dimensi malakuuti, yakni lepas dari kekotoran dan kerendahan materi. Kekotoran di sini bukan akhlak, melainkan nilai filsafat dan hakikatnya, yakni kotor karena terikat dengan ruang dan waktu. Beda dengan non materi yang tidak terikat dengan ruang dan waktu hingga karena itu pula diistilahkan sebagai dimensti malakuutii diambil dari hakikat malaikat yang bukan materi.

k- Jawaban Soal: Dengan mengingat kembali pelajaran-pelajaran yang telah lalu di atas yang disampaikan melalui ribuan tulisan di facebook ini, maka pertanyaan antum itu bisa dijawab seperti ini:

k-1- Hakikat yakin bisa umum dan bisa khusus. Yang umum adalah tidak memperdulikan atau tidak menfokus pada dasar ilmiahnya. Sedang yang khusus sebaliknya. Jadi, hakikat yakin itu ada dua: Yakin rasa/perasaan dan Yakin ilmiah.

k-2- Yakin yang umum letaknya di ruh daya-rasa/perasaan atau daya-hewani. Sedang yang khusus/ilmiah letaknya di ruh daya-akal.

Catatan:
Ruh itu non materi hingga karena itu pembagian daya-daya yang ada pada dirinya, tidak sama dengan pembagian yang ada pada materi seperti kepala, kaki, tangan dan semacamnya.

Jangan lupa bahwa yang menangani badan materi dari semua materi, adalah ruh yang dimilikinya. Karena materi sama sekali tidak memiliki ilmu dan apalagi mengaturnya sekalipun hanya sebatas putaran atom yang sama dalam jutaan kali dimana hal ini pasti penanganan yang dilakukan oleh pelaku yang berilmu. Karena itulah maka semua badan memiliki ruh non materi yang mengatur dan menangani dari sejak putaran atomnya, perkembangannya, rasa/perasaan serta gerak ikhtiarnya, sampai pada akalnya (bagi yang sampai kepada kepemilikan akal, yakni manusia).

Sinar Agama .

2- Dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka ragu yang sebagai lawanan dari yakin, dapat diketahui pula. Yaitu:

a- Ragu ada dua macam: Ragu umum dan Ragu Ilmiah.

b- Ragu Umum maksudnya keraguan yang terjadi pada manusia sebatas rasa/perasannya.

c- Ragu Ilmiah/khusus maksudnya keraguan dalam alam akalnya, alias dalam hal-hal universal atau yang bersangkutan dengan nilai yang diakibatkan belum mendapatkan agumentasi atau dalilnya.

d- Tempat Ragu Umum adalah di ruh daya-hewani dan tempat Ragu Khusus ada di ruh daya-akal.

Catatan:
- Ingat, banyak sekali salah tempat dalam menempatkan yakin dan ragu di atas.

- Yakin yang sudah berargumentasi, tapi salah, masih tergolong pada Yakin Umum dimana pada hakikatnya masuk dalam Ragu Khusus.

- Yakin yang argumentatif yang salah itu, kalau difanatiki seperti Wahabi dalam meyakini orang lain bid'ah, musyrik dan bahkan kafir, maka masuk dalam Ragu-Umum yang tempatnya di ruh daya-rasa/perasaan, bukan ruh daya-akli.

- Kemanusian manusia itu hanya dilihat dari dimensi ruh daya-akalnya, bukan ruh daya-hewannya. Karena itulah agama tidak turun pada hewan yang tidak memiliki daya-akal dan hanya turun untuk manusia yang memilikinya.

- Kalau yakin yang argumentatif salah itu bukan hanya difanatiki hingga tidak keluar dari daya-hewannya, melainkan sudah diaplikasikan ke luar dalam bentuk penjarahan terhadap kebebasan orang lain dimana manusia sama sekali tidak berhak merampas kemerdekaan orang lain tersebut, baik langsung atau mengatasnamakan Tuhan (karena Tuhan tidak mengangkat mereka), maka pelakunya bukan hanya berderajat hewani melaikan lebih rendah dari hewan. Karena hewan yang merampas kemerdekaan hewan lain itu tidak memiliki akal sementara manusia memilikinya. Hewan juga tidak memiliki agama dan peraturan sementara manusia memilikinya. Jadi, kalau tindakan manusia sama dengan hewan, maka sudah pasti derajatnya lebih rendah dari binatang. Inilah salah satu yang dimasudkan Tuhan dalam QS: 25:44:

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan berakal? Sesungguhnya mereka seperti binatang, bahkan lebih rendah dari kehidupan binatang."

Sinar Agama .

3- Iman itu artinya percaya. Nah, dengan penjelasan-penjelasan di atas itu, maka iman dan tempatnya itu bisa dikategorikan sebagai berikut:

a- Ketika iman itu ada di tengah antara ragu dan yakin, maka dia bisa terbawa ke ragu dan ke yakin.

b- Iman itu percaya. Dalam keadaan seperti ini, memiliki tiga kondisi: Benar-benar di tengah; Lebih cenderung ke ragu; Lebih cenderung ke yakin.

c- Ingat, obyek iman itu apa saya yang bisa dipercaya. Tidak harus Tuhan, Nabi saww, akhirat, imam dan semacamnya. Apa saja keseharian kita yang kita percayai, maka masuk dalam katergori iman. Sebab iman dalam bahasa Arab adalah percaya.

d- Memang, kalau kata "iman" dipakai tanpa keterangan, maka biasanya memaksudkan iman kepada Allah dan agama.

e- Dengan mengerti ketiga bagian iman di atas, maka sekalipun tempatnya sama-sama di ruh akan tetapi beda derajat. Kalau lebih cenderung ke ragu, maka bisa dikategorikan di daya-rasa/perasaan alias masih belum keluar dari hewani ke akli/akal/manusia-hakiki.

Kalau benar-benar di tengah antara ragu dan yakin, maka sekalipun sudah agak jauh dari tingkatan hewani akan tetapi belum masuk sepenuhnya ke tingkatan manusia atau daya-akli. Karena itu, iman seperti ini masih dikategorikan menerima (bukan percaya) oleh Allah dalam QS: 49:14:

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

"Orang-orang pedesaan itu berkata: 'Kami terlah beriman'. Katakan (Muhammad): 'Kalian belum beriman, tapi katakanlah 'Kami menerima' sebelum iman itu masuk ke dalam hati/akal kalian'."

Jadi, yang percayanya itu belum didasarkan ke atas argumentasi, maka masih terhitung belum akli secara hakiki. Jadi, masih belum tinggi karena pada hakikatnya baru menerima (Islam dan belum iman).

Kalau lebih cenderung ke yakin, maka di sini sudah masuk ke dalam arena prosen awal menuju manusia secara hakikinya. Yakni ruh daya-akli.

f- Iman itu bisa dilihat tingkatannya dari sisi Umum/rasa dan Khususnya/akal:

f-1- Kalau imannya itu masih bersifat umum alias melalui daya-rasa/perasaan, maka masih tergategorikan daya-hewani dan dalam istilah Qur an nya (di atas) sebagai Islam saja dan belum masuk ke dalam iman yang sebenarnya, walaupun mereka benar-benar sudah beriman/percaya. Tapi karena tidak melalui argumentasi, maka masih dikategorikan sebagai Islam.

f-2- Kalau imannya itu sudah bersifat khusus alias argumentatif, maka sudah bisa dikatakan sebagai manusia sebab sudah menggunakan daya-akli/akal-nya. Dalam istilah Qur an dikatakan sebagai Iman yang sudah lebih tinggi dan lebih dalam dari Islam.

4- Bonus:
Ada beberapa hal yang sangat erat hubungannya dengan pertanyaan antum tentang tiga hal di atas itu, iman, ragu dan yakin. Yaitu:

a- Beda antara Iman dan Islam:

a-1- Iman adalah mempercayai dalam hati dengan dalil/argumentasi.

a-2- Islam adalah menerima kebenaran tanpa melalui argumentasi terhadap ajarannya melainkan melalui kepercayaan pada pembawanya atau apapun cara dan namanya. Misalnya, karena melihat nabi Muhammad saww itu seorang yang jujur maka pasti ajarannya benar. Atau karena seorang tokoh itu jujur dan berilmu, maka yang diajarkan pasti benar.

b- Beda antara Iman dan Yakin:

b-1- Iman adalah percaya kepada suatu obyek melalui argumentasi.

b-2- Yakin adalah percaya kepasa suatu obyek melalui argumentasi dan sudah ditingkatkan dengan menepis segala kemungkinan yang lain dan/atau sudah disucikan dari bentuk keraguan apapun hingga karena itu dipastikan beraplikasi.

Allaamah Thaba Thabai ra setelah membuktikan esensi yakin itu, beliau ra mengatakan (nukilan maksud):

"Orang yang yakin adanya akhirat, surga dan neraka, maka pasti tidak akan melakukan dosa. Beda kalau hanya beriman dan percaya."

Catatan:
- Jadi, ada persamaan antara iman dan yakin, yaitu di jalan menuju keduanya, yakni argumentasi. Lalu bedanya dimana? Bedanya terletak di masih berkabut atau tidaknya pada argumentasi yang dimiliki. Kalau masih berkabut, maka itulah iman. Kalau tidak berkabut, itulah yakin.

- Kabut argumentasi itu bisa bermacam-macam. Salah satunya perhatian manusia pada dimensi materinya. Karena itu, sekalipun sudah memiliki argumentasi yang daksyat tentang keimanannya kepada Tuhan, AdilNya, Nabi saww, Imam Makshum as dan Akhirat, dan bahkan argumentasinya itu bertingkat dari yang paling dasar, ke Ilmu Kalam, ke Filsafat dan ke Irfan, akan tetapi kalau masih banyak memperhatikan dimensi materi, baik pada dirinya sendiri atau lingkungannya (terumatama dirinya sendiri), maka ilmu dan imannya itu masih berkabut dan, akhirnya akan menghalanginya masuk ke dalam Yakin yang hakiki dan komprehensip sebagaimana akan diterangkan di pembagian Yakin berikut ini.

c- Tingkatan Yakin: Yakni dibagi menjadi tiga bagian:

c-1- Ilmu al-Yaqiin atau Yakin Secara Ilmu. Maksudnya adalah keyakinan yang hanya berdasarkan argumentatif seperti yang sudah dijelaskan di atas.

c-2- 'Ainu al-Yaqiin atau Yakin Secara Penglihatan. Maksudnya adalah melihat keyakinannya itu dalam kehidupannya.

c-3- Haqqu al-Yaqiin atau Yakin Secara Hakiki. Maksudnya adalah Yakin yang sudah tidak terpengaruh lagi oleh apapun derajat-derajat daya ruh yang ada di bawahnya, baik daya-tambang, daya-nabati atau daya-hewani. Kasarnya, dunia ini sudah tidak lagi mengkabuti yakinnya.

Catatan:
Imam Khumaini ra memberikan contoh pada ketiga yakin di atas dengan obyek yang membuat kita semua lebih mudah mengerti tentang beda dari ketiga tingkatan yakin di atas. Yaitu keyakinan terhadap tidak berdayanya dan tidak bahayanya orang yang telah meninggal. Kasarnya tidak berdayanya sebuah mayat.

Kita semua yakin bahwa mayat itu sama sekali tidak berbahaya. Keyakinan ini berdasarkan pada ilmu argumentatif kita. Begitu pula dari hasil riset atau pengalaman dalam hidup kita sepanjang sejarah adanya manusia. Ini namanya 'Ilmu al-Yaqiin atau Yakin Secara Ilmu.

Ketika kita melihat mayat di hadapan kita, maka kita juga yakin dengan ketidakberdayaan dan ketidakbahayaannya. Jadi, di samping argumentasi yang ada di dalam akal kita, kita juga melihat dengan nyata kebenaran dari argumentasi kita tersebut. Ini namanya 'Ainu al-Yaqiin atau Yakin Secara Penglihatan.

Kalau kita tinggal sendirian di tengah malam dengan mayat di hadapan kita itu, kita masih yakin dengan ketidakberdayaan dan ketidakbahayaan si mayat tersebut, maka kita juga sudah mencapai derajat Haqqu al-Yaqiin dalam masalah keyakinan terhadap ketidakberdayaan sebuah mayat. Tapi kalau kita berinding dan lari, maka kita hanya memiliki ilmul-yakin dan ainul-yakin, belum haquul-yakin.

d- Pertemuan Iman dan Yakin.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa ada kesamaan antara Iman dan Yakin. Yaitu di derajat Ilmu al-Yaqin dan 'Ainu al-Yaqiin. Artinya, dua derajat Yakin tersebut, bisa dikategorikan sebagai titik alih dari Iman ke Yakin, bukan yakin yang sesungguhnya alias bukan haqqulyaqin. Oleh karena itu bisa disebut sebagai Iman.

Catatan:
Dengan adanya penjelasan-penjelasan di atas itu, maka Islam dan Iman serta Yakin itu memiliki berbagai tingkatan:

a- Islam yang semakin mengargument, maka semakin dekat kepada Iman.

b- Imam yang semakin mendekati tidak berkabut, maka akan semakin dekat pada Yakin.

c- Yakin semakin menyata, maka semakin dekat dengan Hakikat Yakin.

KARENA ITULAH MAKA KALAU MANUSIA YAKIN TERHADAP ADANYA TUHAN YANG SELALU MELIHATNYA DAN YAKIN AKAN ADANYA NERAKA YANG MENGANCAMNYA, DENGAN KEYAKINAN YANG TIDAK BERKABUT, MAKA SUDAH PASTI TIDAK AKAN MELAKUKAN DOSA.

Wassalam.

Sinar Agama Teman-teman: Tolong jgn ada tanya jawab yang didelete sebab selalu akan dijadikan data kalau sdh tidak ada pertanyaan lanjutannya. Semantara program saya sering macet di pemlokan untuk pencopasan. Terimakasih.

Rahmat Terima kasih ustadz

Hidayat Constantian Allahumma shallii 'alaa Muhammad wa Aalii Muhammad wa 'ajjil farajahum






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.