Saturday, February 4, 2017

on Leave a Comment

Bolehkah membayangkan Tuhan ketika sholat? Apakah Nabi Isa as itu jalan yang lurus? Bagaimana pembenaran Alquran terhadap kitab-kitab terdahulu?

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1122663527847103

Assalamualaikum , semoga ustadz selalum dalam lindunganNYA..amin..
izinkan sy bertanya ustadz,
1. Katanya Apa pun yg kita bayangkan tentang Allas SWT ketika kita shalat adalah bukan Allah,apa benar begitu ustadz? atau memang kita dibolehkan membayangkan Allah walau pun kita tau itu bukan Allah..?
2.Apakah Nabi isa As adalah jalan yg lurus di zamannya atau sampai sekarang? mengingat beliau sekarang di gaibkan oleh Allah SWT
3.Pembenaran Alquran terhadap kitab sebelumnya apakah berlaku juga bagi ajaran dan penganutnya sampai jaman sekarang?
4. Saya sering berfikir bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah mimpi...dan kehidupan kita sebenarnya adalah di surga,,,sy berfikir bahwa di sana (surga) kita sebenarnya lagi tidur, efek dari makan buah huldi...Dengan tujuan diuji supaya bisa naik ke surga level atas...dan dengan resiko turun ke surga level bawah atau ke neraka..
pertanyaan saya apakah saya berdosa jika berfiran seperti itu?
5. Apa benar nabi Adam As merasa kesepian di surga?
Mohon pencerahanya ustadz
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- :

a- Sudah tentu Allah swt itu harus dibayangkan dalam shalat. Kalau tidak dibayangkan, maka apa yang dibayangkan ketika menyebut seperti:

- "Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang." (arti Bismillaah...)

- "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dan segala puji bagiNya." (arti bacaan dalam ruku').

- "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi dan segala puji bagiNya." (arti bacaan dalam sujud).

b- Namun demikian, membayangkan Allah swt tidak boleh dalam bentuk-bentuk, rupa-rupa, warna-warni, rasa-rasa dan semacamnya yang merupakan ciri dan sifat dari materi.

c- Dengan demikian, yang dibayangkan adalah makna dari Allah swt dan sifat-sifatNya seperti tidak terbatas dalam Dzat dan Sifat-sifatNya.

d- Apapun pengetahuan tentangNya, jelas tidak mungkin sama denganNya. Karena itulah di awal shalat diwajibkan membaca Allah Lebih Besar (Allahu Akbat). Maksudnya bukan lebih besar dari selainNya, karena perbandingannya sangat jauh sebagaimana sudah sering dijelaskan. Kalau teman kita tidak bisa dikatakan lebih tampan dari monyet sekalipun hal itu benar, karena terlalu jauh bedanya hingga pujian itu sama dengan mengejek, maka apalagi yang terbatas kalau dibandingkan dengan yang tidak terbatas. Jarak yang terbatas dengan yang tidak terbatas, juga tidak terbatas. Lalu bagaimana mau dibandingkan dan dikatakan yang tidak terbatas lebih besar dari yang terbatas?

Dengan demikian, maka maksud Allahu Akbar adalah lebih besar dari yang kita pahami.

e- Yang membayangkan Tuhan dalam bentuk-bentuk dan ciri-ciri materi, dan bahkan yang membayangkan Tuhan sebagai non materi akan tetapi dalam kepastian ilmunya, tergolong telah mensyirikkan Tuhan walau dalam derajat yang berbeda.

f- Imam Ja'far as pernah mengatakan:

"Apapun yang kalian bayangkan tentang Tuhan adalah berhala yang kalian buat sendiri."

g- Untuk mempertemukan dua hal di atas, maka dengan meresapi makna Allahu Akbar di atas dimana hal itu juga yang diperintahkan Imam Ja'far as ketika menerangkan ilmu dan bayangan manusia tentang Tuhan (walau sudah dalam bentuk non materi). Yakni mempertemukan perintah tentang membayangkan Tuhan dan larangan bahwa Tuhan Yang Maha Tidak Terbatas itu tidak bisa dibayangkan. Pertemuannya adalah membayangkan Tuhan dalam makna-makna dari pada Dzat dan Sifat-sifatNya dimana dalam waktu yang sama mensucikanNya dari apa yang kita bayangkan tersebut. Karena apapun yang kita bayangkan itu pastilah terbatas. Karena itulah dalam membayangkanNya mestilah selalu diiringi dengan keyakinan bahwa Allah itu Lebih Besar dari yang kita tahu tersebut.

Kalau hal di atas itu dilakukan, maka tidak akan jatuh ke dalam kesyirikan dan pembatasan terhadap Dzat dan Sifat Tuhan.

Intinya, yang kita bayangkan itu bukan Tuhan tapi harus tetap dibayangkan dengan pembarengan dengan pensifatanNya sebagai Allah Akbar atau Allah itu Lebih Besar dari yang kita tahu tersebut.

2- Nabi Isa as jelas jalan lurus sebagaimana nabi-nabi dan rasul-rasul yang lain as. Setiap nabi/rasul as itu adalah makshum dan jalan makshum adalah jalan yang lurus.

3- :

a- Kitab-kitab yang ada sekarang selain Qur an, di dalam pandangan Islam, bukanlah kitab-kitab Tuhan sekalipun sudah campuran. Melainkan kitab sejarah yang diyakini sebagai kitab Tuhan oleh pengikutnya.

b- Pembenaran Qur an terhadap kitab-kitab sebelumnya adalah bagi kitab yang sebelumnya, bukan kitab-kitab sebelumnya yang ada sekarang ini. Kitab-kitab terdahulu yang ada sekarang ini adalah kitab sejarah tentang nabi Isa as dan ajaran beliau as yang ditulis oleh murid-murid beliau as.

c- Kalau kitab-kitab sebelumnya itu ada yang masih bertahan sampai sekarang, maka tidak tercakup pada pembenaran Qur an. Sebab pembenaran Qur an itu hanya berlaku untuk masa-masa berlakunya kitab-kitab terdahulu tersebut.

d- Tentu saja, ajaran tauhid dan keimanan di kitab-kitab sebelumnya itu akan tetapi dibenarkan Qur an karena semua ajaran Tuhan yang diturunkan melalui berbagai nabi dan rasul as itu, memiliki ajaran yang sama dari sisi keimanan. Namun dari sisi fiqih atau aturan hidup, sebagiannya sudah tidak berlaku lagi sekarang ini hingga karena itulah Qur an bukan hanya tidak menguatkan dan membenarkan, melainkan jelas-jelas menyalahkannya.

e- Perbedaan fiqih agama terdahulu dengan yang sekarang (Islam) bukan menunjukkan kekontradiksian ajaran Tuhan. Dalam ajaran Islam sendiri, dalam beda waktu terjadi perubahan dimana dikenal dengan istilah Nasakh atau Naskh. Semua itu terjadi karena Tuhan dari awal sudah mengetahui bahwa potensi manusia sebagai pribadi dan sosial akan berkembang hingga fiqih yang akan diturunkan untuk mereka juga akan disesuaikan dengan potensinya itu. Misalnya Tuhan tidak mungkin akan mewajibkan tutup hijab seperti sekarang ini pada masa manusia belum bisa membuat kain dan baju. Karena kalau dilakukan Tuhan, berarti Dia memerintah pada yang tidak mampu dilakukan manusia, sementara Dia Maha Bijsaksana dan juga telah berfirman di QS: 2:286:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

"Allah tidak memerintah manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya."

f- Jadi, kitab-kitab terdahulu (anggap masih ada di belahan bumi ini walau tertutup dari manusia seperti di tangan nabi Isa as yang ada di langit) sudah tidak berlaku sekarang ini karena sudah dinasakh atau dihapus dan diganti dengan Qur an. Begitu pula agamanya telah diganti dengan Islam.

4- Hidup dan tidur itu memiliki gejala jauh berbeda. Kalau tidur, tidak memiliki aktifitas ikhtiari, tapi kalau hidup sebaliknya. Nah, di dunia ini adalah hidup sebagaimana di akhirat kelak, baik di surga atau neraka.

Beda aktifitas di dunia dan akhirat adalah aktifitas di dunia ini dengan ikhtiar dan alat materi (badan dan materi-materi lainnya), sedang aktifitas di akhirat adalah non materi dan menerima efek ikhtiarnya sewaktu di dunia, baik berupa kenikmatan surgawi atau siksa neraka.

Karena kehidupan di dunia teramat pendek dan kehidupan di akhirat selama-lamanya, maka kehidupan di dunia dapat dikatakan sebagai mimpi. Tapi mimpi dalam arti kiasan, bukan hakikinya. Karena hakikinya adalah aktifitas ikhtiari, beda dengan mimpi yang bukan ikhtiari.

Memang, hidup di dunia ini dapat dikatakan mimpi, akan tetapi dari sisi bahwa dia memiliki arti atau takwil, perisis seperti mimpi yang memiliki takwil. Tapi takwil kehidupan dunia ini kebalikan dari takbir mimpi di kala tidur. Sebab takbir mimpi kehidupan manusia ini adalah hal-hal yang ada di dalam jati diri dan jiwanya seperti hati dan akalnya, iman-kafirnya dan taqwa-bejatnya dan semacamnya yang memiliki milyaran tingkatan pada setiap manusia dan pada setiap dimensinya. Sedang takbir mimpi yang dialami dalam tidur, adalah berhubungan dengan kehidupan nyatanya di dunia ini, baik materi atau non materi.

5- Nabi Adam as tidak pernah kesepian. Mengapa bisa orang yang memilki Allah merasa kesepian? Imam Husain as pernah berkata dalam doa beliau as:

"Tuhanku ......... Apalah yang didapatkan oleh orang yang kehilanganMu dan apalah yang hilang dari orang yang telah mendapatkanMu."

Kalau ada keterangan bahwa nabi Adam as pernah merasa sepi di awal penciptaan beliau as, maka hal itu maksudnya adalah fiitrah manusia yang telah ditentukan Tuhan. Yakni fitrah berjodoh-jodoh dan berpasangan. Yakni Tuhan sendiri yang telah menciptakan fitrah beliau as sebagai makhluk yang memerlukan pasangan. Jadi, semua berjalan di atas fitrah yang telah ditentukannya tanpa ikhtiar manusia. Wassalam.

Rahmat Terima kasih jawabannya uztad






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.