Wednesday, February 15, 2017

on Leave a Comment

Apa yg dimaksud dengan tidak beranak dan diperanakan?

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1141933795920076

Salam ustadz.
Apa yg dimaksud dengan tidak beranak dan diperanakan?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Banyak rabaan/tarsiran pada ayat yang antum tanyakan itu. Mungkin juga bisa sorot dan dikategorikan dari beberapa sisi berikut:

1- Makna Sederhananya: Dalam makna sederhana ini, ayatnya memaksudkan bahwa Tuhan itu tidak seperti makhlukNya yang beranak atau diperanakkan/dilahirkan. Karena Tuhan itu adalah Pencipta segalanya. Karena itu tidak dilahirkan oleh siapapun, dan juga tidak melahirkan siapapun.

2- Makna Lebih Dalamnya: Dalam makna di tingkatan ini mesti memperhatikan beberapa hal berikut ini:

a- Makna kelahiran adalah terwujudnya sesuatu dari dan dengan keterpisahannya dari yang lain. Yakni terwujud dari yang lain dan merupakan hasil terpisah dari yang lain tersebut. Kasarnya, badannya dari yang lain dan telah terpisah dari yang lain tersebut.

b- Melahirkan adalah memproses pewujudan yang lain di dalam dirinya dan memisahkannya dari dirinya ketika sudah sampai pada batas waktunya yang biasa dikenal dengan kelahiran.

c- Penciptaan maknanya mewujudkan tanpa proses dalam diri dan tanpa pemisahan dari diri.

d- Beda pelahiran dan penciptaan adalah:

- Kalau pelahiran sebenarnya pewujudannya itu bukan pewujudan hakiki. Artinya yang melahirkan tidak mewujudkan yang dilahirkan secara hakiki, melainkan hanya memproses dalam dirinya apa-apa yang merupakan sebab hakikinya di alam materi ini, misalnya mani dan ovum.

- Kalau penciptaan adalah pewujudan hakiki karena yang mewujudkan merupakan sebab hakiki dari yang diwujudkan, tidak sama dengan hubungan antara yang melahirkan dan yang dilahirkan dimana sebenarnya yang melahirkan itu sebenarnya tempat berprosesnya sebab-seban materi dari yang akan terlahirkan.

- Beda yang lain adalah yang terlahir akan terpisah dan mandiri dari yang melahirkan sedang dalam penciptaan maka yang dicipta sama sekali tidak akan bisa berpisah dari penciptanya sebab yang dicipta selalu akan tergantung pada sebabnya sampai kapanpun selama masih eksis/ada.

e- Dengan semua penjelasan di atas maka dapat diraba/ditafsirkan bahwa maksud Tuhan yang ingin dijelaskan adalah bahwa:

- Semua makhluk tergantung padaNya dengan sebenar-benarnya ketergantungan, bukan hanya nabi Isa as dan/atau 'Uzair yang didakwa sebagai anak Tuhan oleh Mesehi dan Yahudi.

- Kedua nabi as itu tidak terproses di Diri Tuhan dan juga tidak terpisah dariNya sebagaimana terpisahnya kelahiran-kelahiran yang ada.

- Kedua nabi as itu bukan titisan yang terpisah dari yang menitis, karena Tuhan tidak menitiskan dan keduanya juga tidak tertitiskan dariNya. Semua makhluk secara sama diciptakanNya dalam arti disebabkan olehNya untuk wujud dan karenanya semua bergantung secara sama kepadaNya seperti bergantungnya cahaya lampu listrik dengan arus listriknya, bukan seperti hubungan yang menetes dan yang diteteskan atau yang melahirkan dan yang dilahirkan.

(bersambung....)

Sinar Agama .

3- Makna Lebih Dalamnya Lagi: Dalam makna ini mesti memperhatikan beberapa hal seperti:

a- Kita memiliki tiga bahasan secara global tentang Tauhid dimana sebenarnya delapan atau bahkan lebih. Yaitu Tauhid-Dzat, Tauhid-Sifat dan Tauhid-Perbuatan.

b- Tauhid-Dzat adalah meyakini adanya Tuhan yang Esa dalam arti tidak ada Tuhan lain selainNya. Tauhid-Sifat adalah meyakini bahwa Seluruh Sifat-sifatNya sama persis dengan DzatNya tanpa perbedaan apapun selain dalam pemahaman kita saja, baik kesamaannya itu langsung atau tidak langsung dan melalui pengembalian terlebih dulu kepada Sifat-DzatNya. Tauhid-Perbuatan adalah meyakini bahwa seluruh yang ada ini adalah ciptaanNya dan tidak ada campur tangan siapapun di dalamnya.

c- Salah satu makna Tauhid dalam ketiga hal di atas atau tauhid-tauhid yang lain yang berjumlah delapan atau bahkan lebih, adalah menegasikan atau menafikan kesamaannya dengan selainNya.

d- Dengan penjelasan beberapa poin di atas, maka dapat ditafsirkan bahwa salah makna dan maksud Tuhan dalam ayat yang antum tanyakan itu adalah bahwa Tuhan ingin menafikan dariNya apa saja yang diketahui manusia dari pewujudan seperti kelahiran, pencangkokan, penstikan dan semacamnya. Jadi, ayat tersebut sedang menjelaskan Tauhid dalam Perbuatan setelah di ayat-ayat sebelumnya dari surat Ikhalsh tersebut menjelaskan tentang Tauhid-Dzat dan Tauhid-Sifat.

(bersambung...)

Sinar Agama .

4- Makna Sangat Dalam: Dalam makna yang sangat dalam ini, perlu memperhatikan beberapa hal berikut (sebenarnya semua hal yang akan dan telah dijadikan mukaddimah ini/itu adalah pengulangan dan peringkasan dari catatan-catatan yang sudah ada sebelumnya):

a- Wujud Tuhan itu tidak terbatas.

b- Kalau tidak terbatas dimana memang demikian, maka tidak mungkin ada wujud lain sekalipun terbatas. Sebab adanya wujud lain yang terbatas, akan membatasi kewududanNya sebagaimana maklum di pembuktian wahdatu al-wujud (lihat catatan tentang Wahdatu al-Wujud yang sampai belasan catatan itu).

c- Ketika Wujud itu hanya Tuhan, maka kata Huwa dalam Qul Huwa Allaahu Ahad, adalah "Katakan Dia adalah Allah dan Allah adalah Esa", bukan "Katakan bahwasannya Allah itu Esa" sebagaimana sudah dijelaskan dalam bahasan Wahdatu al-Wujud.

d- Ketika Allahu itu merupakan berita/khabar pertama, yaitu khabarnya Dia/Huwa, maka Allah merupakan tajalli dzat dari Huwa. Dan merupakan tajalli pertama. Dari Allah itulah Tuhan menerangkan DiriNya kepada makhluk-makhlukNya dengan Ahad, al-Shamad sampai pada tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga sampai berakhir pada lam yakun lahu kufu-an ahad (tidak ada satupun yang menyerupaiNya).

e- Tajalli adalah lawanan dari Penciptaan atau Pengadaan. Kalau penciptaan adalah pengadaan dan pewujudan, tapi tajalli sama sekali tidak mewujudkan. Tajalli adalah penampakan saja. Yakni penampakan dari yang bertajalli. Jadi, Tuhan yang merupakan hakikat Ada itu, menampakkan Diri dengan berbagai esensi yang kita istilah makhluk dalam penciptaan.

f- Ketika Wujud yang Satu dan Esa itu hanya menampakkan Diri melalui esensi, maka Wujud tersebut sama sekali tidak bisa dipahami, dilihat, diraba dan semacamnya. Jadi, yang kita lihat dan kita rasakan dari keberadaan itu, sebenarnya bukan Ada melainkan tajalli Ada. Manis pahit, panas dingin, diri sendiri dan orang lain dana apa saja yang kita rasakan terhadap hal-hal di dalam diri atau di luar diri kita, yang kita kita keberadaan, sebenarnya adalah esendi dan tajalli saja. Yakni tajalli dari Ada alias Tuhan.

g- Dengan demikian maka Tuhan sama sekali tidak terjangkau oleh apapun, baik panca indra, rasa dan akal sekalipun. Itulah Mulla Shadra ra menyesatkan orang-orang yang tidak memahami wahdatu al-wujud dengan benar dan mengatakan Saya adalah Tuhan. Semestinya mengatakan "Saya adalah saya", bukan "Saya adalah ada". Sebab saya hanya merasakan saya.

h- Ketika "saya adalah saya" dan "itu adalah itu" serta "ini adalah ini", yakni bukan ada, maka tidak ada siapapun dari esensi-esensi itu yang berhak menyandang ada.

i- Dalam kenyataan hidup, ketika saya, itu dan ini dirasakan, manusia mengira bahwa saya, itu dan ini tersebut adalah ada dan keberadaan. Nah, inilah yang dikatakan tajalli. Yakni merasakan adanya ada dari selain ada. Dengan kata lain merasakan adanya ada dan esksistensinya eksistensi melalui selain ada alias esensi (saya, ini dan itu).

j- Ketika kita sudah ingat kembali hal-hal di atas itu, maka makna tidak beranak dan tidak diperanakkan akan memiliki arti:

SAMA SEKALI WUJUD/TUHAN ITU TIDAK TERLAHIR DARI WUJUD SELAINNYA DAN TIDAK PULA MELAHIRKAN WUJUD APAPUN, SEBAB WUJUD HANYA MILIKNYA SEBAGAIMANA MAKLUM.

Wasssalam

Mati Kutu Subhanallah.....

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.