Friday, January 6, 2017

on Leave a Comment

Mohon dijelaskan tentang IKHLAS dan tingkatan-tingkatannya.


Link : https://www.facebook.com/andika.yudhistira.505/posts/1363684190361570


Salam Ustad,
Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan Rahmat dan Kasih sayangNya kepada ustad dan keluarga.. Izin tanya ustad, Mohon dijelaskan tentang Ikhlas dan tingkatan-tingkatannya..
Trims ustad Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kalau antum masih ingat di catatan nomor: 17 dan 18 yang menerangkan tentang Suluuk yang berisikan pembagian amal dari yang paling dasar sampai ke tingkat Fanaa', maka di sana sudah dijelaskan yang diantaranya adalah:

a- Pembagian maqam-maqam atau derajat-derajat suluuk tersebut memiliki berbagai keterangan dan pembagian, baik rinci atau globalnya.

b- Maqam-maqam atau derajat-derajat suluuk itu memiliki 1000 tingkatan secara global dan milyaran tingkatan yang ada dimana hanya Allah swt yang mengetahui rincian-rincian dan hakikatnya.

c- Derajat-derajat itu dimulai dari 10 derajat pertama. Dari sepuluh pertama ini, masing-masingnya bercabang menjadi 10 derajat. Dan dari masing-masing 10 derajat ini, juga bercabang menjadi 10 derajat yang lain. Karena itu, semua derajat suluuk secara global itu menjadi 1000 derajat.

d- Tapi saya memilih yang penjelasan lebih sederhana lagi dari sisi pembagiannya yaitu yang hanya berkisar 300-an derajat.

e- Sepuluh derajat pertama itu adalah: Permulaan (bidaayaat), Pintu-pintu (abwaab), Jual-beli (mu’aamalaat), Akhlak (Akhlaaq), Dasar-dasar (Ushuul), Lembah (audiyah), Keadaan (ahwaal), Wilayah-wilayah (wilaayaat), Hakikat (haqooiq) dan Akhir (nihaayaat).

f- Bahwa semua derajat itu ada di semua derajat. Artinya, apapun derajat yang dicapai, maka derajat sebelumnya dan sesudahnya harus ada di derajat tersebut. Lebih jelasnya mesti saling menjiwai sesuai dengan derajat masing-masing. Misalnya, di derajat Pintu-pintu, juga mesti ada derajat Permulaan dan bahkan derajat setelahnya seperti Jual-beli, Aklak dan semacamnya. Karena itu di derajat Fanaa' yang ada di tingkat paling akhirnya dari derajat/tingkatan Akhir, juga dimulai dari Permulaan, Pintu-pintu, Jual-beli, Akhlak, Dasar-dasar dan seterusnya sampai ke Fanaa'nya Fanaa'.

g- Seribu tingkatan yang dijabarkan oleh para arif adalah derajat untuk mencapai maqam Fanaa', bukan mencapai surga. Sebab kalau hanya untuk mencapai surga maka cukup dengan tingkatan ke 2 (Taubat) dari tingkatan ke 1 yaitu yang disebut dengan Tingkatan Permulaan (Bidaayaat). Dan tingkatan ikhlashnya cukup menjauhkan diri dari niat ingin dipuji orang dan semacamnya. Yakni tidak perlu melakukan Ikhlash yang ada di tingkatan ke 4 dari 10 Tingkatan Dasar tersebut.

h- Fanaa' adalah hilangnya kemerasawujudan selain Allah swt termasuk dirinya sendiri. Ingat, bahwa ini bukan menuhankan dirinya, melainkan bahkan meniadakan dirinya dari kemerasaadaan yang ada sebelum mencapai maqam Fanaa' tersebut. Dalilnya sebagaimana sudah dijelaskan berulang kali di catatan Wahdatu al-Wujud bahwa yang ada itu hanya Allah swt, dan selainNya itu hanya esensi dan sama sekali tidak memiliki kandungan eksistensi/ada. Ada adalah ada dan begitu pula esensi adalah esensi. Jadi, esensi bukan ada dan ada bukan esensi. Nah, yang Ada hanya Yang Tidak Terbatas (tidak beresensi) sedang yang terbatas alias esensi, tidak memiliki ada. Lihat catatan Wahdatu al-Wujud yang sudah sekitar 16 seri catatan itu.

2- Yang sekarang akan ditambahkan untuk menjawab pertanyaan antum tentang derajat Ikhlash itu, adalah:

a- Derajat Ikhlash itu ada di derajat ke 4 dari derajat dasar ke 3, yaitu Jual-beli.

b- Derajat Jual-beli memiliki 10 tingkatan sebagai cabang pertama yaitu: Penjagaan, Pengawasan, Kesucian, Ikhlash, Adab, Istiqamah, Tawakkal, Penyerahan dan Menyerah.

c- Karena saya memilih yang lebih ringkas, maka saya hanya sudah dan akan menjelaskan pada masing-masing 10 derajat cabang ke dua itu, dengan 3 tingkatan/derajat saja. Karena itu, derajat Ikhlash di sini, akan dijelaskan sesuai dengan 3 tingkatan yang direncanakan tersebut sebagaimana sudah dimulai penulisannya pada beberapa tingkatan sebelumnya (lihat catatan nomor: 17 dan 18).

d- 3 tingkatan yang akan dijelaskan itu diambil dari yang paling dasar, lalu tengah dan paling akhir. Jadi, sudah bisa dianggap cukup sebagaimana sudah diterangkan di catatan nomor 17 dan 18 tersebut.

e- Dengan penjelasan ulangan dan tambahan di atas, dapat diketahui bahwa tingkatan Ikhlash ada di tingkatan ke 4 dari tingkatan ke 3 dari 10 Tingkatan Dasar. Jadi, pada hakikatnya tingkatan Ikhlash ini ada di posisi/tingkatan ke 231-240 dari 1000 derajat, atau tingkatan ke 70-73 dari 300-an derajat (yang lebih ringkas dan yang saya pilih untuk dijelaskan dimana sudah dimulai di catatan ke 17 dan 18 itu).

Dan di tingkatan bersih dari dosa ada di tingkatan Taubah yaitu di tingkatan ke 11 dari 1000 tingkatan dan tingkatan ke 4 dari 300-an tingkatan.

Sinar Agama .

3- Jawaban Soal:

a- Definisi Ikhlash adalah: Mensucikan amal/perbuatan dari segala yang merusak.

b- Dasar ayatnya seperti QS: 39:3:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

"Ingatlah agana itu hanya milik Allah secara suci/murni."

c- Tingkatan paling dasar dari Ikhlash ini yaitu yang bisa mengantar manusia ke surga dan selamat dari neraka, adalah yang umum kita pahami yaitu mensucikan amal dari selain Allah dalam arti tidak untuk tujuan selain Allah, ampunan, pahala dan surgaNya. Maqam ini tidak menjadi sasaran penulisan tingkatan Ikhlash di sini. Sebab ikhlash yang paling dasar ini diketahui oleh semua orang dan tidak sulit dilakukan. Sedang yang kita akan bahas dalam tingkatan Ikhlash ini adalah yang mengantar manusia kepada derajat ke-manusia-annya yang diistilahkan dengan Insaan Kaamil, yang jauh berada di atas tingkatan surga.

d- Tingkatan Ikhlash secara global dalam pandangan dan jalan suluuk ini ada 3 tingkatan yaitu:

c-1- Tidak melihat amalnya sebagai amalnya dan hanya sebagai pemberian Tuhan, hingga karenanya tidak mencari pahala karena melihat dirinya tidak layak mendapatkannya (karena bukan perbuatannya melainkan taufiq dan pemberian Tuhannya), hingga karenanya dia tidak akan pernah puas dengan yang sudah diamalkan sebab dia tahu bahwa yang dituju itu bukan amal tersebut dan apalagi pahalanya melainkan makrifah dan kefanaa'an, yakni mengembalikan perasaan wujud yang dimilikinya dan yang didakwakan juga sebagai dimiliki oleh semua selainNya (makhluk), kepada Allah Sang Pemiliki Ada secara hakiki.

c-2- Malu terhadap amalnya karena melihat apa yang diberikan Tuhan kepadanya (amal tersebut) telah dia jadikan kurang, cacat dan tidak sempurna (seperti melihat wajahnya dalam cermin yang menjadi lonjong atau bulat), hingga karenanya dia selalu berusaha untuk meningkatkan dan menyempurnakan amalnya (tanpa dirasakan sebagai usahanya dan hanya sebagai pemberian Tuhannya sebagaimana di tingkatan pertama Ikhlash) secara lahiriah, tapi dalam batinnya dan tatapannya tidak melihat usaha peningkatannya itu sebagai usahanya sendiri sebab dia sudah melihat bahwa yang dilakukannya adalah pemberian Tuhan dan milikNya, hingga karena itu dia selalu melihat semua amal peningkatannya itu sebagai taufiq dari Sang Maha Pemberi semata.

c-3- Ikhlash dalam amal dengan menjauhkan amal. Yakni tidak melihat amalnya berhubungan dirinya sama sekali walau sebagai pemberian Tuhan KEPADANYA sebagaimana sebelumnya, hingga melihat perbuatannya itu semata hanya sebagai perjalanan ilmu yang menuntut kewujudannya di alam nyata yang sama sekali tidak berhubungan dengan usahanya dan apalagi balasan untuknya, hingga karena itu dirinya tersucikan dari segala warna dan pandangan kemakhlukan karena tatapannya hanya pada Sang Satu-satunya Wujud dimana selainNya hanya manifestasiNya hingga karena itu bukan makhluk yang memiliki konsekuensi ada/eksistensi/wujud.

4- Kalau antum dapat memahami dengan sepuluh kali baca, maka ketahuilah bahwa hal itu merupakan rahmat yang tergolong sangat besar dari rahmat-rahmat yang antum pernah terima. Kalau antum memahaminya dengan benar dengan membaca di bawah sepuluh kali, maka hal itu bisa dianggap sebagai mukjizat. Antum dan teman-teman lainnya bukan tidak cerdas, melainkan karena memang untuk memahaminya mesti memahami dulu barbagai kaidah Logika, Kalam dan Filsafat serta Irfan Teori (wahdatu al-wujud). Hanya kepada Allah kita wajib berlindung dari segala kekurangan dan keburukan diri kita sendiri. Semoga kita semua selalu diselimutiNya dengan hidayah, inayah, ampunan dan kalau bisa dengan ridhaNya, amin.

Andika Salam ustad, Syukron penjelasannya.. dari penjelasan ustad.. yang saya tangkap bahwa Ikhlas adalah Mensucikan amal/perbuatan dari segala yang merusak. Memurnikan amal ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu :

1.-Memurnikan niat hanya untuk mencari Redho Allah swt semata termasuk semua yang diharapkan seorang hamba dari Allah swt seperti ampunan, pahala, syurga dan terhindar dari neraka. Hingga mencari keredhoan Allah adalah satu-satunya tujuan amal ibadahnya namun demikian tidak menafikan kalaupun kita mendapatkan semua itu semuanya hanyalah pemberian dariNya, hadiah dariNya dan bukan tujuan amal ibadahnya.

2.-Ikhlas dalam pandangan dan jalan suluk yaitu memurnikan dari kemerasa mandiri, dimana kita adalah akibat yang bergantung kepada sebabnya, mengikis habis kemerasa mandiriannya dan menyerahkan semua kepada Allah swt sebagai pemilik Ada secara hakiki.. dasar dari keyakinan ini adalah filsafat bahwa akibat sama sekali tidak bisa lepas dari sebabnya. Efek dari keyakinan ini akan membuat kita :
- Menyadari bahwa semua amal yang disangkakan milik kita ternyata hanya pemberian Allah semata, bukan perbuatannya melaikan taufik dan pemberian Tuhannya.
- Malu untuk mengakui bahwa ia telah memiliki banyak amal ibadah karena tidak ada sahamnya melainkan milik Tuhan semata.
- Terus berusaha meningkatkan dan menyempurnakan amalnya sesuai dengan ilmu aqidah dan fiqih yang benar namun tetap memandang sebagai taufik dan pemberian Tuhan.

3.-Ikhlas tingkat tinggi dimana memurnikan wujud dari selain Allah swt.. dimana Allah adalah wujud tidak terbatas sedangkan selainNya tidak wujud atau tidak memiliki Ada melainkan hanyalah manifestasi, wajah, bayangan, cermin dan semacamnya.

Mohon koreksi jika kesimpulan saya salah.

Tambahan ustad, Kaum Muktazilah seingat saya fahamnya bahwa Allah telah memberikan semua sumber daya kepada manusia hingga manusia diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup sesuai pilihan dan ikhtiarnya. Sedangkan dari penjelasan ustad kita manusia bukanlah mahluk mandiri sama sekali.. hingga terlihat perbedaanya sangat jauh. Lalu bagaimana memahami ikhtiar kita sebagai mahluk yang bergantung? Apakah dengan terus berusaha secara maksimal dan profesional sesuai kemampuan kita namun tetap menyadari bahwa kita adalah akibat dari Tuhan.

Hidayat Constantian *nyimak sampai pusing, hehehe

Sinar Agama Andika, antum sudah berapa kali membacanya hingga menulis yang antum tuliskan di atas itu? Antum tidak keluar dari keyakinan Sunni Asy'ariyyah yang mengimani semua nasib manusia tergantung kepada kehendak dan ketentuan Allah swt. Saya sudah bilang baca sekitar sepuluh kali, menangislah meringkuk di hadapanNya. Karena yang naik kepadaNya bukan amal melainkan ilmu makrifah dan amal shalih hanya sebagai pendorongnya sebagaimana yang difirmankanNya di QS: 35:10:

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

"Hanya kalimat yang bagus (tauhid) yang naik kepadaNya dan amal-amal shalih yang mengangkatnya."

Sinar Agama Bisa saja lahiriah tulisan antum itu mirip dengan yang ana tulis, akan tetapi dasarnya jauh beda karena itu perhatikan baik-baik sambil berdoa dan menangis kepada Allah swt.

Andika Baik ustad.. akan saya pelajari lagi lebih mendalam.. Terima kasih penjelasannya. Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad wa Ajjil farajahum..

Sinar Agama Andika, cara memahami masalah di level yang lebih tinggi itu mesti tidak meninggalkan level yang lebih rendah. Misalnya ketika bicara Irfan (Wahdatu al-Wujud), maka harus melalui ilmu Kalam dulu, lalu Filsafat lalu baru Wahdatu al-Wujud. Nah, ketika Ahlulbait dalam masalah Kalam ini sudah beda dengan selainnya dan jabaran poin-poin Ilmu Kalam misalnya dengan Asy'ariyyah atau/dan Mu'tazilah dan/ata Wahhabiah dan/atau yang lainnya, maka ketika naik ke pembahasan Filsafat, maka tinggal menaikkan dari Kalam Syi'ah itu, ke Filsafat. Begitu pula dari Flsafat ke Irfan. Jadi, jangan muter lagi. Misalnya ketika sudah sampai Irfan, jangan balik ke Kalam Mu'tazilah.

Kalau Kalam mesti diserpurnakan ke Filsafat dan Filsafat mesti disempurkan ke Irfan, maka yang disempurkan itu adalah Kalam Ahlulbait as (Syi'ah). Pondasi ini jangan dirobohkan, tapi disempurnakan. Karena ayat-ayat Qur an itu sendiri memang bertingkat sebagaimana difirmankan oleh Allah swt dalam QS: 39:55:

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ

"Dan ikutilah oleh kalian yang terbaik dari apa-apa (ayat-ayat) yang telah diturunkan kepada kalian."

Jadi, kalau ayat dasar yang di Ilmu Kalam sudah dikokohkan dengan pengajaran Nabi saww yang diwariskan kepada Makshumin Ahlulbait as, maka untuk menyempurnakannya lagi ke tingkatan ayat yang lebih tinggi, maka mesti menyempurnakannya, bukan merobohkan dan menghancurkannya.

Andika Baik ustad.. jadi rumusnya ikutilah yg terbaik.. mungkin krn level saya msh di tingkat 1 yaitu masih mandiri hingga ketika berusaha naik ke level 2 bergantung masih jatuh.. dan untuk pondasi dimana jalan2 suluk yg banyak tingkatan itu ustad apa bisa diringkas bahwa kita tetaplah hamba yg harus berusaha taat mutlak.. artinya menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua laranganNya...

Andika Jadi yang berubah adalah niat atau rasa ya ustad..

Sinar Agama Andika, memahami suluuk/irfan tidak mesti suluuk dulu, tapi memang mesti ingat semua pelajaran sebelumnya seperti Logika, Kalam, Filsafat Biasa dan Filsafat Mulla Shadra ra.

Tentang taat mutlak itu adalah derajat paling dasar yang memang wajib dilakukan manusia kalau ingin salamat dari neraka. Tapi suluk/suluuk itu dimulai justru setelah taat mutlak atau setelah bersih dari dosa dan makruh. Kalau belum bersih dari keduanya, maka tidak bisa melakukan suluuk atau sia-sia.

Andika Baik ustad.. syukron penjelasannya... Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.