Friday, January 6, 2017

on Leave a Comment

Apa hukumnya mengucapkan selamat natal untuk saudara kristiani?

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1113486668764789


Salam.
Apa hukumnya mengucapkan selamat natal untuk saudara kristiani?
Terimah kasih ustad sinar agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
5 Komentar
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Kalau dipahami dengan jelas bahwa Natal maknanya adalah Lahirnya nabi Isa as, maka jelas tidak masalah. Kita juga mengucapkan maulud untuk kelahiran beliau as. Kalau ingin lebih sempurna katakan seperti ini: "Selamat natal, selamat bahagia atas kelahiran nabi Isa as."

Maksud dari kata-kata di atas, adalah bukan kelahiran anak tuhan, tapi nabi Tuhan.

Bung Burhan Ada hadits ngga ustadz untuk memperkuat pernyataan di atas itu

Bung Burhan Dan kalau ikut meramaikan ustadz apa hukumnya?

Sinar Agama Bung Burhan Marhaenisme, :

a- Peringatan terhadap para nabi dan rasul as itu tidak terbatas pada hari kelahiran meraka as. Bisa tiap hari sebagaimana diperingati dalam Qur an dalam berbagai ayat dan berbagai nabi/rasul as.

b- Allah swt memperingati mereka dalam Qur an agar dijadikan contoh oleh manusia tentang banyak hal seperti keimanan, tauhid, akhlak, ketaqwaan, hari akhir dan semacamnya.

c- Khusus untuk nabi Isa as, Allah memperingati beliau as dalam Qur an (QS: 19:33) seperti ini:

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

"Dan selamat atasku (nabi Isa as) pada hari aku dilahirkan, dan pada hari aku dimatikan dan pada hari aku dibangkitkan."

d- Saya sudah sering menjelaskan bahwa kalau orang Syi'ah mesti pakai taqlid ke marja'. Karena tidak bisa memahmi ayat dan riwayat kecuali mujtahid. Karena tugas kita taqli dan para marja' (mujtahid yang dijadikan rujukan), sama sekali tidak mengharapkan ucapan tersebut.

e- Saya juga sering menjelaskan bahwa apapun yang baru itu bukan tidak dilarang melainkan dirangsang oleh Nabi saww asal tidak ada larangannya sebagaimana diterangkan dalam hadits Shahih Muslim, hadits ke: 6975:

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Nabi saww bersabda:

"Barang siapa yang mencipta dalam Islam suatu hal yang baru yang baik dan ditiru oleh orang lain setelahnya, maka pahalanya akan dituliskan untuknya seperti pahala yang menirunya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka (yang menirunya). Barang siapa yang mencipta hal baru dalam Islam yang jelek dan ditiru oleh orang lain setelahnya maka dosanya akan ditulis juga untuknya seperti dosa yang menirunya itu tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka (yang meniru)."

Maksud penukilan hadits di atas adalah, kalau suatu saat bertemu hal baru, akan tetapi tidak ada larangannya, misalnya tidak bertentangan dengan tauhid, tidak bertentangan dengan fiqih dan akhlak Islam, maka hal itu dibolehkan dan tidak perlu selalu mencari ayat dan haditsnya. Kecuali dalam ibadah khusus seperti shalat wajib, puasa wajib dan semacamnya sebab yang demikian sudah diajarkan secara khusus dan tidak boleh dirubah.

Bung Burhan Terimakasih ustdaz atas jawabannya






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.