Saturday, December 10, 2016

on Leave a Comment

Hukum masakan orang non muslim, dan kemiripan antara akibat dengan sebabnya

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/1075366415910148

Salam. Semoga Ustadz selalu berada di dalam rahmat dan rida-Nya. Ada beberapa hal yang ingin ditanyakan sebagian besarnya menyambung dengan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya baik yang dari saya maupun orang lain.
1. Pertama-tama saya ingin bertanya, sekali antum membuka dinding fb ini, kalau boleh tahu ada berapa pemberitahuannya? Dari situ saya bisa membayangkan penyebab antum suka terlewat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya susulan terhadap jawaban antum.hehe…Atau memang prioritas antum menjawab pertanyaan baru?
Berikut ini sebagian ana copaskan pertanyaan susulan ana, mudah-mudahan antum masih mengingat pertanyaan dan jawaban awalnya.
2. Syukron ustadz atas jawaban dan penjelasannya. Afwan ana lupa ngejelasin, kalau si yang meninggal itu ga meninggalkan harta warisan, tapi malah meninggalkan utang...
3. Kalau seperti doa Nabi Zakaria yang sudah tua begitu juga istrinya sudah tua juga, tapi Allah mengabulkan doanya untuk mempunyai anak, padahal sebab-sebab pelengkap dan pendekatnya yang lahiriyah kan sudah tidak ada? Atau mukjizat2 lainnya bagaimana doa bisa mengalahkan faktor-faktor alamiah?
4. Antum menjelaskan bahwa bisa saja Allah memberikan kesehatan padahal seharusnya sakit..berarti kan Allah bisa bebas saja untuk membuat orang yang bodoh jadi lulus? Atau kalau dari sudut pandang kekuasaan Allah semuanya itu bisa dilakukan, hanya saja Allah tidak mau mengabulkannya karena bertentangan dengan sunatullah itu sendiri? Apakah seperti itu Ustadz?
5. Antum pernah menjelaskan kalau yang masaknya kafir maka makanannya dihukumi najis sehingga kita tidak boleh memakannya. Kalau yang punyanya kafir tapi yang masaknya muslim gimana ustadz?
6. Kalau yang masaknya muslim suni, trus kita disajikan sushi, kita punya kewajiban untuk menanyakan isi sushi itu apa isinya ya ustadz? Kalau kita diberi tahu bahwa masakan itu ikan bersisik, apakah kita boleh memakannya atau tidak mengingat kita tidak tahu dia mati di darat apa di air?
Syukron
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Afwan kalau susulan pertanyaannya sudah semingguan, biasanya sudah jarang ditengok lagi. Kerja saya menjawab pertanyaan baru yang masuk, setelah setelah selesai memeriksa yang susulan. Kadang kalau dirasa memang akan ada susulan, seperti diskusi yang berisikan batah-bantahan dalil, dipreoritaskan terlebih dahulu. Btw, kalau sudah lama (misalnya seminggu -bukan seminggu matematik) maka sudah tidak disimak lagi kecuali kalau diunggah kembali seperti selama ini oleh Shadra Hasan, misalnyaShadra Hasan mengatakan link ini belum dijawab seraya menukilkan linknya.

Anjuranku, hendaknya kalau antum memang tidak berhalangan, untuk selalu membuka pertanyaan antum tiap hari manakala antum memiliki pertanyaan, supaya tidak terkadaluarsakan he he ..afwan.

2- Afwan saya sudah tidak ingat lagi, kalau memang penting antum bisa shared lagi linknya atau tanggalnya pengiriman pertama pertanyaan antum.

3- Sebab pendekat dan penyiap/potensi itu bisa banyak sekali bentuknya dan manusia bisa saja hanya tahu sebagiannya. Misalnya ketuaan merupakan penyebab hilangnya potensi memiliki keturunan. Sebab ini hanya satu saja, belum melihat sebab-sebab atau hal-hal lalinnya. Misalnya ketuaan itu bisa menyebabkan hilangnya potensi memiliki keturunan KALAU ini dan itu. Nah, kalau misalnya seperti itu adanya, maka bisa saja dalam kondisi yang lain, ketuaan tidak merupakan hilangnya sebab potensi untuk memiliki keturunan.

Anggap sebab potensi itu sudah hilang, maka sebenarnya dia tidak hilang sama sekali. Sebab yang namanya materi, tetap memiliki kesangatmiripan dengan materi lain. Misalnya mani yang tua dengan mani yang muda, ovum yang tua dengan ovum yang muda. Atau bahkan mani-ovum yang mandul dengan yang berbuah (tidak mandul). Nah, ketika perbedaan yang ada buka asasi dan tidak mendasar, yakni tidak berbeda seratus persen dari unsur-unsurnya, maka semua itu masih bisa diproses dengan menjadi sama tanpa harus merombak susunan materi yang ada (walau sekali lagi, banyak sekali susunan materi ini yang tidak kita ketahui kecuali teramat sedikit).

Perubahan itu bisa dengan berbagai hal, misalnya dengan dorongan sebab pemberinya yang non materi seperti ruhnya sendiri, malaikat dan bahkan Tuhan itu sendiri. Karena itu ruh yang kuat (dalam istilah agama yang beriman, berdoa, taqwa, wali atau bahkan nabi) dapat mendorong kekurangan potensi itu menjadi dekat pada potensinya.

Mukjizat itu juga seperti itu. Yakni, dari satu sisi satu sama lain tidak berbeda sama sekali, seperti materi kayu tongkat dan materi ular (dalam mukjizat nabi Musa as), dan dari sisi yang lain adanya sebab pemberi yang non materi, baik langsung seperti Tuhan atau tidak langsung seperti melalui jiwa yang kuat tadi, apakah jiwa yang kuat itu jiwa yang berdoa secara khusyuk, jiwa yang taqwa, jiwa yang beriman tinggi, jiwa wali atau bahkan jiwa nabi-nabi.

Peristiwa siti Maryam as juga sema seperti di atas. Yakni ovum dan darah (yang akan menjadi daging janin), tidak terlalu jauh beda kemateriannya. Karena itu, yakni karena tidak jauh, yakni karena tidak asing sama sekali atau tidak beda secara totalitas, maka keduanya masih bisa didekatkan walau tanpa mani.

Unsur materi itu secara umum sama, seperti adanya unsur air (HO2), besi, kapur, hidrogen (H), besi (F) dan apa saja yang dikandungi materi. Jadi, semua itu masih bisa didorong dengan kekuatan sebab pemberinya yang non materi, apakah langsung atau tidak langsung dan melalui perantaraan.

4- Tidak seperti itu. Untuk hubungan sebab akibat atau susunan alam, sudah saya jelaskan di atas (poin 3). Untuk pengaqabulan doa dari Allah swt, maka sesuai dengan janjiNya sendiri, maka:

a- Tidak ada doa yang tidak diterima. Karena Allah swt sudah berjanji mengabulkannya (QS: 40:60:)"

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

"Dan Tuhan kalian berkata: 'Mintalah kalian kepadaKu niscaya Aku kabulkan."

b- Akan tetapi karena Allah swt itu Maha Kasih, maka Dia akan mengabulkan sesuai dengan keMahaKasihNya tersebut. Misalnya kalau kita minta sehat tapi sehat itu membuat kita kurang bersyukur, kurang taat, lupa kekuasan Tuhan, lupa kelemahan dirinya dan semacamnya, maka doa sehat kita itu bisa dikabulkan dalam bentuk pengampunan dosa kita, penambahan ilmu agama, penambahan kekhusyukan dan seterusnya. Tentu, selain pahala itu sendiri. Karena meminta kepadaNya saja sudah mendatangkan pahala, lantara benarnya dalam meminta (misalnya karena tidak meminta kepada patung dan berhala).

YANG LAIN DISAMBUNG NANTI INSYAAALLAH.

Pecinta Sinar Agama Syukron Ustadz atas jawaban dan penjelasannya. Saya nyari linknya itu gimana Ustadz, ga tahu caranya. Saya nanya ke temen-temen di kantor juga pada ga tau. Mungkin Ustadz bisa jelasin di sini. Untuk sementara saya copaskan jawaban antum yang berhubungan dengan pertanyaan susulan ana itu sebagai berikut. 1- Hutang suami wajib dibayar suaminya, bukan istrinya. Cara membayarnya diambil dari harta peninggalannya sebelum dibagi kepada ahli warisnya.

2- Yang saya pahami hutang yang meninggal itu hanya dibayarkan dari harta peninggalannya sebelum dibagi ke ahli warisnya. Sudah periksa-periksa di berbagai kitab hasilnya sama. Karena belum pasti seratus persen, maka saya akan konfirmasi lagi, takut ada kesalahan.

3- Masalah beban hutang yang meninggal itu, maka yang saya pahami adalah, kalau bisa bayar tapi tidak bayar, atau dari awal berniat tidak bayar, maka kelak akan mendapat adzab dari Tuhan. Tapi kalau tidak, yakni memang mau niat bayar kapan saja punya lalu keburu meninggal, maka tidak ada dosa baginya. Tapi itu dia, mesti diambilkan dari harta warisannya sebelum dibagi ke ahli warisnya. Bahkan ada marja' yang memproblemkan shalat dengan harta peninggalannya itu, misalnya rumah, sebelum dijual dan dibayarkan ke hutangnya (kalau tidak ada harta peninggalan lain selain menjual rumahnya itu untuk melunasi hutang-hutangnya).

Tentu saja, kalau ada yang membayarkan hutangnya secara suka rela, baik dari keluarga atau bukan, baik punya harta peninggalan atau tidak, maka hal itu jelas boleh dan sah.

Tentu saja kalau punya harta warisan, maka harus meminta persetujuan yang dihutangi. Sebab kewajiban asal dan mendasarnya adalah diambilkan dari harta warisannya. Nah, kalau mau dibayarkan orang lain atau keluarganya bukan dari warisan tersebut, maka yang menghutangi itu mesti ridha dulu dan mensetujuinya terlebih darhulu. Kalau tidak, maka harta yang ditinggalkan itu belum bisa dipakai oleh ahli waris dan kalau dipakai maka dosa.

Sinar Agama .

5- Masakan kafir itu dibagi dua. Kafir Ahlulkitab atau selain Ahlulkitab seperti Budha.

a- Kalau Ahlulkitab:
Kalau makanannya mengandungi binatang yang perlu disembelih secara Islam seperti binatang darat atau binatang air (ikan yang penyembelihan Islamnya adalah membunuhnya di luar air atau membiarkannya mati di luar air), maka tidak boleh dimakan kecuali diyakini kalau sudah disembelih secara Islam.

Kalau selain yang mengandungi binatang di atas itu lalu makanan atau alat-alatnya tidak pernah kena sentuh najisnya binatang yang dihukumi tidak disembelih dengan hukum Islam itu (seperti ayam, sapi, kambing dan apalagi babi), maka tidak masalah memakannya.

b- Kalau selain Ahlulkitab:
Semua makanannya tidak bisa dimakan, apapun bahannya, kecuali kalau tidak mengandungi binatang dan tidak mengandungi yang najis lalu dibuat dengan cara mesin pabrikan yang tidak diyakini apapun telah disentuh dengan badan/tangan nya.

a-b- Kalau yang memasak orang Islam dalam arti dalam seluruh prosesnya sejak dari penyembelihan, pencucian dan pemasakan dan tidak pernah disentuh si kafir itu sendiri (terutama yang bukan Ahlulkitab) dalam keadaan basah, baik makanannya atau alat masak yang bersentuhan dengan makanannya secara langsung, maka tidak masalah memakannya.

6- Kalau yang memasak orang muslim Sunni:

a- Di negara/daerah mayoritas kafir, maka dengan ikan apapun bahan sushinya itu, atau apalagi dengan daging binatang darat yang tidak ketahuan dari sembelihan muslimin, maka jelas tidak boleh memakannya.

b- Di negara/daerah mayoritas muslim, maka sesuai dengan penjelasan nomor (5). Tapi kalau berbahan ikan maka ada tambahannya selain masalah penyembelihan Islamnya (yaitu mati di darat dan tidak mati di dalam air) itu, yaitu dari ikan bersisik atau bukan. Kalau bersisik maka tidak masalah. Tapi kalau sebaliknya, maka tidak boleh.

Pecinta Sinar Agama Ustadz, sepertinya antum belum menjawab pertanyaan ana, yang ana tanyakan itu ketika kita tidak tahu apakah ikan tersebut mati di darat atau di air apakah kita boleh memakannya atau tidak dan kita berada di dalam restoran muslim sunni?

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, perhatikan secara seksama maka antum akan mendapatkan jawabannya. Perhatikan kalimat yakin pada tulisan di atas. Sebab lawanan yakin adalah ragu dan juga tidak tahu.

Pecinta Sinar Agama Oh iya ustadz paham...kalau seperti itu..syukron ahsantum...





0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.