Tuesday, November 29, 2016

on Leave a Comment

Bagaimana belajar ilmu yang benar menurut islam?

Link : https://web.facebook.com/shadra.hasan/posts/1136009563115615

Salam
Bagaimana belajar ilmu yang benar menurut islam?
TRims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
11 Komentar
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Tergantung ilmu yang mau dipelajari. Kalau tentang ilmu Islam, maka:

1- Niatkan belajarnya karena Allah, yakni belajar dari guru yang benar, dengan jalan yang benar, untuk mengetahui agamaNya dan mengamalkan dengan ikhlash karenaNya.

2- Setelah niat, maka baru mencari guru. Guru yang boleh darinya mengambil ilmu adalah:

a- Yang ilmunya mengambil dari sumber/guru yang jelas dan benar. Sumber dari gurunya itu juga mengambil dari sumber/guru yang benar. Begitu seterusnya sampai nyambung kepada Makshumin as, Nabi saww dan berakhir pada Tuhan.

b- Karena ilmu sudah luas, maka kalau bisa batasi pembelajarannya pada bidang yang dikuasai sumbernya itu atau gurunya itu.

c- Sumber yang terbagus dalam masalah agama kalau di Syi'ah adalah hauzah/pesantren Syi'ah sebagaimana maklum.

d- Gurunya mengamalkan agamanya, yakni tidak melakukan dosa sama sekali, baik besar atau kecil.

e- Kalau tidak ada guru seperti di poin (d) di atas, setidaknya dia tidak pernah berdusta dan amanat serta tidak malu mengakui kesalahan-kesalahan ilmu yang diajarkannya ketika sudah tahu kesalahannya.

f- Lapang dada dalam menyampaikan argumentasi dan dalam menanggapi argumentasi murid-muridnya.

g- Santum dalam ketegasannya dan tegas dalam santunnya.

h- Siapa yang melihatnya maka teringat Tuhan, Nabi saww, Makshumin as, Wali Faqih, agama, akidah, fiqih, kuburan dan akhirat. Karena si guru ini selalu membela kebenaran secara terbuka dan gamblang serta santun dan juga selalu mengamalkan agamanya.

i- Kebenaran yang diyakininya tidak dikorbankan demi kepentingan politik dan dunianya. Kasarnya tidak menjual agama dengan harga yang teramat sedikit seperti uang, jabatan dan posisi sosial masyaratknya. Jadi, taguh dalam pendirian argumentatif dan aplikatif yang diyakini dan diamalkannya walau harus menjalani kemiskinan dan ketersendirian.

j- Tidak mendendam pada umat yang menjadi adik atau murid-muridnya.

k- Selalu membuka peluang dan memudahkannya untuk ilmu dan ketaatan kepada Allah bagi pendosa terbesar sekalipun.

l- Selalu mendoakan adik-adik atau murid-muridnya dengan setulus-tulusnya walau mereka berbeda sekalipun dengan dirinya, baik beda dalam ilmu, kecenderungan pribadi, sosial, budaya. ekonomi dan politik.

m- Memiliki kecemburuan yang teramat tinggi terhadap adik-adik atau murid-muridnya manakala mereka melakukan dosa atau miring kepada dosa dan bahkan dunia yang katakanlah sudah masuk dalam pelebihan (tidak darurat) atau bahkan dalam pemikiran sekalipun. Akan tetapi bukan karena beda dengan dirinya, melainkan karena sudah dianggapnya mulai menjauh dari garis yang dibenarkan agama walau secara relatif dari yang dipahaminya. Intinya, kalau hanya beda dengan dirinya maka tidak masalah, akan tetapi kalau pemikiran adik-adiknya atau murid-muridnya itu sudah jelas-jelas memiliki kecenderungan pada dunia atau apalagi maksiat, maka disini kecemburuannya bergelora.

n- Membarengi kecemburuannya itu dengan berbagai nasihat argumentatif, santun dan tetap tidak memaksa dan juga tidak merubah cinta yang ada sejak sebelum cemburu itu datang padanya.

o- Menyadari sepenuhnya bahwa dirinya hanya harus menjadi penyampai yang gigih dalam segala argumentasinya itu, akan tetapi selebihnya sudah bukan kewajibannya. Karena itu, tidak merubah cinta dan perhatiannya kepada yang berbeda dan juga tidak pernah bosan menyintai mereka dan mendoakan mereka.

p- Terus menerus teguh menaikkan ilmunya sendiri.

q- Tidak pernah menyombongkan diri dan bahkan tidak pernah merasa bahwa dirinya sudah diterima Allah, baik dalam ilmu atau apalagi amal serta ikhlashnya.

r- Tidak bergairah pada dunia yang halal dan wajah serta hidupnya selalu dirundung kemalangan karena memikirkan diri dan akhiratnya. Mungkin di depan orang lain dia menyembunyikan duka dalamnya ini, akan tetapi begitulah hakikat dirinya.

s- Menatap orang lain jauh lebih besar berpeluang mendapatkan ilmu, ridha dan ampunan serta surgaNya dari pada dirinya sendiri.

t- Kehebatannya dalam laga arumentasinya tidak menjadikannya ujub (apalagi sombong) walau sedetikpun karena dia tahu bahwa kemenangan-kemenangan argumentasinya disebabkan oleh lemahnya argumentasi teman-teman diskusinya. Semantara itu dia menyadari barangkali ilmunya masih salah dan ada ilmu lain yang benar yang didukung oleh argumentasi yang lebih kuat dan lebih benar. Kasarnya, setiap dia menang adu argumentasi dalam ilmu (sebab tugas kita hanya ini sebelum datangnya Imam Makshum as), di hatinya selalu terukir bahwa kemenangannya ini belum tentu kemenangan hakiki yang sudah sesuai dengan ilmu Tuhannya karena bisa saja masih berupa kebenaran taklifi (sesuai tugas saja, sebelum menemukan yang benar secara hakiki), bukan kebenaran hakiki.

Tapi sebaliknya kalau menemukan kebenaran lain dengan argumentasi yang lebih kuat dan lebih gamblang, maka dengan segera ia meninggalkan ilmunya yang sudah diketahui salah itu secara bergegas tanpa memikirkan harga dirinya sebab dia tidak ingin menjual agamanya dengan harga yang teramat sedikit seperti dirinya sendiri atau posisi sosialnya yang secara hakikat bisa saja hanya bersifat khayalan belaka.

u- Tidak pernah berhenti berdoa meminta kebenaran dari Allah swt yang dibarengi dengan usaha gigih dalam mencari ilmu sampai kelak mati menjemputnya.

v- Selalu waspada jangan sampai ada detik-detik yang dicuri syaithan dari detik-detik kehidupannya, baik ke dalam maksiat basar atau kecil, atau ke dalam hal-hal yang tidak berguna walau tidak sampai pada tingkatan maksiat.

w- Selalu menghubungkan dirinya kepada Makshumin (Nabi saww dan Ahlulbait as) setiap hari bahkan setiap saat, demi mengeluhkan dirinya yang banyak kekurangan ilmu dan amal serta keikhlashan.

x- Orang yang paling dimusuhi dan dicurigai adalah dirinya sendiri sebagaimana dipesankan oleh Makshumin as yang berkata (dalam hal ini Nabi saww):

أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك

"Paling besarnya musuhmu adalah dirimu sendiri." ('Awaali al-Laalii, 4/118).

Atau Imam Ali as yang berkata:

نفسك أقرب أعدائك إليك

"Dirimu adalah paling dekatnya musuhmu terhadap dirimu sendiri." (Guraru al-Hikam, 9957)

y- Tidak terlalu pusing dengan keputusan orang lain dalam memilih corak kehidupan ini setelah ia melakukan semua tugas-tugasnya, baik tugas ke dalam dirinya, keluarganya dan kepada orang-orang lain tersebut. Persis yang dipesankan Allah swt dalam QS: 5:105:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, hendaknya kalian memikirkan diri kalian sendiri. Tidaklah orang-orang yang sesat itu dapat memberikan mudarat pada kalian kalau kalian mendapat hidayah."

z- Tidak pernah segan meminta maaf kepada siapapun kalau memilki kesalahan walau kepada murid terbarunya sekalipun, sementara di lain pihak selalu memaafkan mukminin walau tanpa diminta mereka.

Sinar Agama .

3- Setelah mencari guru yang benar dan mendapatkannya, maka:

a- Memperbaharui niat ikhlashnya dengan jabaran di atas sebelum mulai belajar kepadanya. Tentu saja memohon ijin dan restu untuk mengikuti pelajarannya, kalau bisa dan memungkinkan.

b- Belajar dengan tekun karena Allah, yakni ingin tahu dengan argumentatif dan ingin mengamalkannya dengan ikhlash kepada Allah swt.

b- Sebisa mungkin selalu dengan wudhu'.

c- Menatap wajah gurunya dengan niat ikhlash karena Allah.

d- Mendengarkan dengan baik dan fokus semua pelajaran yang diajarkannya.

e- Mencatat dengan baik dan tidak hanya mengandalkan kepahaman dan hafalannya. Kalau tidak sempat mencatat di kelas karena tidak ingin konsentrasinya berkurang, maka segera mencatat setelah pelajarannya selesai.

f- Melebihmungkinkan kebenaran gurunya dari dirinya sendiri. Terutama dalam diskusi yang sudah mulai menginjak kepada adu dalil. Jadi, sekalipun tetap wajib membela dalil yang benar, akan tetapi karena gurunya merupakan orang yang lebih dulu belajar, maka sudah seyogyanya/semestinya untuk menyimak beberapa kali perkataan gurunya sebelum mendebatnya dengan argumentasinya sendiri.

g- Sebelum masuk kelas usahakan datang lebih dulu dari gurunya.

h- Memberikan hadiah-hadiah kepada gurunya sebelum pelajarannya dimulai, seperti mendoakannya, memberikan pahala shalawat, ziarah Makshumin as, Fatihah dan semacamnya.

i- Mempelajarinya di rumah apa-apa yang telah dipejarinya di kelas.

j- (Lanjutan setelah penerimaan tamu dan istirahat selesai) Mendiskusikan dengan satu atau dua teman sekelasnya. Biasanya gantian mengajarkan pelajaran yang telah lalu yang telah dipelajari di kelas dan di rumah lalu yang berposisi diajari mendengarkan dengan seksama dan mendebat pengajarnya (yang merupakan partner diskusianya) kalau ada yang kurang benar atau dianggapnya salah atau kurang benar.

k- Dalam diskusi dengan temannya itu, yang sama-sama sudah belajar di kelas dan diulang lagi di rumah masing-masing itu, yang bergantian menjadi pengajar dan yang diajar, harus serius dan ikhlash serta tidak basa basi. Kapan saja dipahami ada kesalahan atau kekurangan, maka wajib dibantah dengan mengajadukan dalil. Antara pengajar dan yang diajar yang saling bergatian posisi ini, harus benar-benar adu argumentasi sampai masing-masing merasa puas dan tuntas. Kalau tidak tuntas dan tidak bisa saling mengalahkan, maka bisa bertanya kepada yang lebih senior atau kepada ustadznya secara langsung.

l- Melatih diri dengan gigih mewujudkan semua ciri kebaikan yang ada pada kebaikan guru (seperti yang sudah diterangkan di atas) dan juga yang ada pada kebaikan sebagai murid.

m- Berusaha menjauhi cinta dunia walau paling gigihnya orang mencari dunia. Jadi, mencarinya bukan karena suka, melainkan karena Allah hingga digunakan seperlunya untuk diri dan keluarganya lalu sisanya diusahakan untuk dipergunakan di jalan agama Allah atau umat muslim atau kadang umat manusia secara umum.

n- Semakin bertambah ilmunya harus bisa dijadikan alat untuk melihat apa-apa yang belum diketahui. Karena itu maka semakin banyak ilmunya maka akan semakin banyak tahu apa-apa yang tidak diketahuinya. Tidak bertindak seperti kata orang tua kita sebagai "Katak dalam tempurung" yang mengira dirinya sudah tahu semuanya karena dikira dunia dan langit itu seluas tempurung yang mengurungnya. Walhasil, tidak ada yang bisa dibanggakan oleh para murid agama dan gurunya, sebab semakin banyak ilmunya akan semakin banyak tahu apa yang tidak diketahuinya.

o- Selalau meratap kepada Allah swt, bersalam dan bertawassul kepada Makshumin as (Nabi saww dan Ahlulbait as). Apa yang diratapi dan ditawassuli? Tidak lain tentang dirinya, dirinya dan dirinya. Tentang keburukan dan kekurangan serta kebodohannya. Selalu meminta kebaikan hakiki dari/kepada Allah dan bertawassul tentangnya pada Makshumin as untuk dirinya dan keluarganya serta seluruh umat Islam pada umumnya.

p- Tidak terpisahkan dari Qur an tiap harinya walau dalam beberapa ayatnya. Dibaca dan direnungi sebelum kemudian diamalkan manakala sudah memahaminya.

q- Sering membaca riwayat-riwayat Makshumin as dan memikroskop dirinya dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang dibacanya itu.

r- Bertawadhu' pada siapa saja walau secara lahiriah bukan orang alim. Dan melebihmungkinkan mereka mendapat kebenaran, kebaikan dan ampunan serta ridha dan surga Tuhan dari dirinya sendiri.

s- Kokoh dalam diskusi akan tetapi santun dan tidak memaksa. Tidak emosi menyampaikan pendapatnya dan tidak emosi mendengar atau membaca pendapat orang lain. Yang dikerahkan hanya dan hanya akalnya untuk memahami masalah dengan baik dan benar sebelum kemudian mengomentarinya dengan baik dan benar serta argumentatif.

t- Selalu memohon ampunan pada Allah swt terutama tentang dosa-dosa dan kebodohan yang tidak/belum diketahuinya. Terutama sekali terhadap perasaan sudah merasa tahu agama dan/atau taat padaNya.

Semoga Tuhan mengampuni kita semua, begitu pula menunjuki jalanNya dan memudahkan kita menempuhnya serta menerima kita semua dengan kasih sayang dan keridhaanNya, amin.

Sinar Agama Alie Sadewo, Agus Hidayat Soesilo Putro, Akmal Askari dan yang lainnya, tolong baca lagi jawaban ke dua sebab ada penambahan dari poin (j) sampai dengan (t). Terimakasih.

Agus Hidayat Soesilo Putro :
Syukron Ustad.
Ya Mahdi adrikna. ...Lihat Selengkapnya

Akmal Askari Ya ust. Allahumma Shalli alaa Muhammad wa Aali Muhammad

Hidayat Constantian Allahumma shallii 'alaa Muhammad wa Aali Muhammad wa 'ajjil farajahum

Muhammad Reza Ali Allahumma shallii 'alaa Muhammad wa Aali Muhammad wa 'ajjil farajahum






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.