Monday, November 21, 2016

on Leave a Comment

"Apakah arti BASHIROH ?" Bashiroh adalah kesadaran penuh akan apa yang dilakukannya bahwa ia merupakan ajaran agama yang dipahami dengan argumentasi dan tidak ikut-ikutan.

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/1045935682186555



salam ustd mohon bisa dijelaskan maksud makna bashiroh ini "Imam Ali Khamene'i :
"Apakah arti bashiroh...?
Bashiroh ialah Hendaknya engkau tahu bahwa orang yang menyembelih Imam Husin as pada hari Asyura (Syimir bin dzil Jausyan), adalah orang yang sama yang hampir gugur sebagai syahid dalam barisan Imam Ali as pada perang Shiffin."
trims
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Tentu saja yang tahu persis maksudnya adalah beliau hf sendiri. Tapi karena beliau hf mengatakannya kepada kita sebagai umat, maka wajib kita merabanya dengan berbekal pengetahuan agama yang lain-lainnya untuk dijadikan bantuan memahaminya. Karena itu, dapat diraba sebagai berikut:

a- Bashirah adalah argumentasi agama dan akal sehat. Artinya, kita tidak boleh hanya mencukupkan dengan berbuat baik seperti shalat, puasa, zakat, khumus, mengikuti imam Makshum as, atau bahkan mengikuti Allah dan Nabi saww. Jadi, bashirah dalam makna ini bisa dikatakan kesadaran penuh akan apa yang dilakukannya bahwa ia merupakan ajaran agama yang dipahami dengan argumentasi dan tidak ikut-ikutan.

b- Ketika dikatakan argumentasi, maka bashirah sudah tentu memiliki makna argumentasi agama dan akal yang sangat gamblang. Alias lawanan dari kira-kira. Jadi, selain tidak ikut-ikutan, juga tidak mengira-ngira, melainkan dalam keyakinan. Karena itu, argumentasinya mesti gamblang dan jelas sejelas matahari di siang bolong hingga bisa diyakini. Ingat, yakin ini adalah yang berdasar ilmu, bukan perasaan seperti yang biasa ada di banyak orang.

Untuk mendapatkan argumentasi ini, maka mesti sering diskusi dengan yang dianggap beda pandangan dan menguji coba pandangannya dengan adu argumentasi. Atau meminta kejelasan argumentasi gamblangnya dari pakar yang memang hidupnya mementingkan argumentasi gamblang ini.

c- Ketika dikatakan argumentasi, maka bashirah sudah tentu memiliki konsekuensi/makna tidak mengikuti keinginan diri atau cocok-cocokan. Orang yang sekalipun ikut kebenaran, kalau karena kecocokannya dengan ide dan tabiat serta sifat-sifat dirinya atau karena kebetulan sama dengan dirinya, maka hal ini selain sangat mungkin tidak membuahkan pahala dan efek baik pada jiwa dan raganya, juga akan membuat dirinya labil dan bisa berubah kapan saja. Karena itulah Rahbar hf mencontohkan Syimir yang tadinya ikut Imam Ali as berperang dimana kalau mati kala itu secara lahiriah mati syahid, akan tetapi setelah itu menjadi pembunuh bagi Imam Husain as.

Hal itu terjadi karena Syimir tidak meyakini kemakshuman Imam Ali as dan ketika mengikuti beliau as hanya karena kecocokannya saja dengan ide, pikiran dan tabiat serta nafsunya serta haluan politisnya. Yakni bukan karena lillaahi ta'aala melalui argumentasi yang gamblang dan keimanan yang tinggi.

Saya juga sering menjawab perkataan orang yang mengatakan bahwa yang membunuh Imam Husain as itu adalah orang-orang Syi'ah karena mereka yang mengundang beliau as ke Kufah sebelum kemudian berubah menjadi pembunuh beliau as.

Saya katakan bahwa yang mengundang beliau as itu bukan semua orang karena keyakinannya sebagai Syi'ah yang meyakini kemakshuman Imamnya dan meyakini telah dipilih oleh Allah dan Nabi saww. Sebagian mereka mengundang Imam Husain as ke Kufah itu karena bagi mereka memang Imam Husain as paling cocok dan paling tepat apalagi kalau dibanding Yazid. Jadi, pilihan mereka ke Imam Husain as bukan karena keimanan atau yang kita bahas sekarang, yaitu bukan karena bashirah.

Saya juga membuktikan bahwa sebagian mereka para pengundang itu, di jaman dulu, juga mengikuti Abu Bakar, Umar, Utsman sekalipun juga mengikuti Imam Ali as dan Imam Hasan as. Itulah mengapa ketika Imam Ali as menunjuk Abbas untuk berunding dengan Mu'awiyyah orang-orang Iraq banyak yang menolak dan memilih Abu Musa al-Asy'ari. Coba kalau ikut Imam Ali as karena bashirah, maka jelas tidak akan pernah membangkang bahkan sekalipun ketika Imam Ali as memerintahkan terus perang (sekalipun secara lahiriah Mu'awiyyah dan pasukannya mengangkat Qur an di tombak-tombak mereka). Imam Makshum as tentu sadar bahwa semua itu tipuan. Sebab Qur an itu adalah pasangannya Makshumin as. Nah, ketika perang dengan Makshumin as maka berarti perang dengan Qur an. Dan ketika sudah mau kalah mengangkat Qur an sebagai dasar pijakan perundingan, maka jelas merupakan tipuan. Wong yang diajak adalah "Qur an yang berbicara" atau pasangannya Qur an, yaitu Imam Makshum as yang makshum ilmu dan amal-amalnya.

Jadi, bashirah itu sangat penting dan lebih penting dari sekedar amal baik dan ikut yang baik. Karena kalau tanpa bashirah, kapan saja bisa berubah. Selain itu, di sisi pahalanya, anggap tetap melahirkan pahala, akan tetapi tidak akan setinggi pahala orang yang beramal dan ikut kebaikan karena bashirahnya.

DAN BETAPA MERUGINYA MANUSIA KALAU KETIKA SUDAH DIBUKAKAN "PINTU BASHIRAH" DENGAN TIDAK MENUTUP KEBEBASANNYA UNTUK BERBICARA DAN BERDISKUSI, AKAN TETAPI MENYIA-NYIAKANNYA. SEMOGA TUHAN MENJAUHKAN KITA SEMUA DARI HAL SEPERTI INI, AMIN.

Raihana Ambar Arifin amin.... trims ustd yang selalu sudi meluangkam waktu buat kajian dan diskusi dg kami. oya ustd sy ngirim pesan di fb ustd mohon bisa di berikan bimbingan nya.

Sinar Agama Raihana Ambar Arifin, amin dan trims sama-sama. Saya jarang balas untuk trims ini karena sdh minta pengertian teman2 dari bertahun-tahun yang lalu untuk tidk menanggapinya dan cukup menerimanya di hati. Baik, saya akan lihat yang di inbox.






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.