Sunday, October 9, 2016

on Leave a Comment

Tuhan itu maha suci dan tidak mungkin Tuhan itu menciptakan keburukan, lalu dari sumber mana manusia itu melakukan ketidakbaikan ?

Mohamad Misrundiewirya Kertaraharja ke Sinar Agama
7 September
asslamualakum ustd.. mohon sher ustd.. Tuhan itu maha suci dan tidak mungkin Tuhan itu menciptakan keburukan, lalu dari sumber mana manusia itu melakukan ketidakbaikan ? matursuwun pak ustd...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Sebenarnya sudah sering dijelaskan di catatan terdahulu tentang hal ini, setidaknya sudah pernah dijelaskan. Ringkasnya:

1- Sebenarnya ditinjau dari keberadaan maka keburukan itu tidak ada wujudnya, beda dengan kebaikan.

2- Keburukan itu tidak ada karena tidak ada sebabnya. Contohnya:

a- Orang cacat yang tidak punya tangan dikatakan buruk karena atau disebabkan "tidak ada tangannya". Nah, sebab dari keburukan orang cacat ini adalah "ketiadaan tangan (atau badan lainnya)". Ketika sebabnya saja ketiadaan, maka mengapa bisa menyebabkan keberadaan, yaitu keberadaan keburukannya?

b- Orang yang tidak shalat atau zina dikatakan buruk karena "tidak adanya shalat atau tidak adanya akhlak hingga berzina". Nah, kalau sebabnya saja "ketiadaan shalat" atau "ketiadaan akhlak", lalu mengapa bisa menyebabkan keberadaan, yaitu keberadaan keburukan?

Dengan semua penjelasan di atas maka dapat dipahami secara meyakinkan bahwa keburukan itu tidak ada karena tidak ada sebab bagi keberadaannya.

3- Kebaikan itu ada karena adanya sebab keberadaannya. Contohnya:

Orang sehat, shalat dan tidak zina dikatakan baik karena "ada semua anggota tubuhnya", "ada shalatnya" dan "ada akhlaknya". Karena sebabnya ada, maka kebaikan itu ada secara realita.

4- Lalu mengapa kita berkata "ini buruk" dan "itu baik"? Hal itu karena kita membandingkannya di dalam akal. Misalnya membandingkan yang cacat dengan yang sehat, yang shalat dengan yang tidak shalat, yang zina dengan yang tidak zina.

Nah, ketika adanya keburukan itu di dalam perbandingan akal, maka adanya keburukan itu hanya di dalam Nilai yang ada di dalam akal, yakni tidak ada wujudnya di luar akal atau di alam nyata.

5- Kalau begitu apakah lalu kita bebas nilai dalam arti bebas melakukan apa saja sekalipun keburukan karena keburukannya tidak ada?

Jawabannya tidak demikian. Bahkan kita wajib menjaga nilai itu, dimana termasuk nilai keburukan itu. Mengapa demikian?

Jawabannya karena nilai keburukan itu berdampak secara nyata di alam nyata pada keberadaan kita dan ruh kita yang juga ada di alam nyata. Misalnya:

a- Orang yang tidak shalat, maka ruh/jiwanya menjadi tidak segar dan terganggu. Sedang yang shalat sebaliknya, kokoh dalam menghadapi problem hidup dan dalam menghadapi tantangan maksiat.

b- Orang yang buta, tidak bisa cepat belajar kerena terhalang dengan cacat butanya. Ketika lambat belajar, maka jelas jiwa/ruh nya lebih lemah ketimbang yang lainnya yang sehat dimana lebih kokoh karena cepat belajar ilmu. Yakni kokoh dalam menghadapi hidup dan menjadi taqwa.

c- Orang yang zina, ruh/jiwa nya akan menjadi lemah dan tidak sehat hingga lebih mudah berbuat maksiat, lebih sulit belajar kebenaran dan melaksanakannya. Sementara tugas dan tanggung jawab dalam hidupnya sama dengan yang taqwa di mana kalau gagal akan disiksa di akhirat kelak.

6- Tambahan:

a- Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa neraka juga bukan keburukan melainkan kebaikan, sebab:

a-1- Tidak ada sebab keburukannya sebagaimana maklum.

a-2- Dengan adanya neraka manusia lebih takut untuk melakukan maksiat dan lebih mendorongnya untuk berbuat taat.

a-3- Penegakan keadilan bagi para penganiaya, koruptor dan penzhalim kepada sesama manusia.

a-4- Pengelompokan bagi para penjahat, penzhalim, penganiaya dan pemaksiat. Sebab kalau mereka di dunia ini saja diletakkan di tengah-tengah orang yang taat, maka akan tersiksa. Misalnya, pemabok atau penzina yang diletakkan di tengah-tengah kiyai selama beberapa hari saja sudah tidak kerasan/suka dan bahkan tersiksa. Persis seperti perokok yang dikumpulkan dengan yang tidak merokok yang melarangnya merokok. Sejam saja sudah tidak kuat dan tersiksa. Begitu pula dengan karakter manusia seperti buruk perangai atau buruk akhlak atau pemaksiat.

Kalau para pemaksiat yang sudah terbiasa dengan maksiatnya itu diletakkan di surga, maka mereka sendiri yang akan meminta keluar dari surga. Karena yang dihobby-inya tidak ada di surga. Di surga semua ketaatan, dzikir, munajat, syukur dan semacamnya, sementara yang dicari penggunjing adalah bangkai daging manusia (karena dalam ayat diterangkan bahwa penggunjing itu memakan daging bankai saudaranya/manusia), yang dicari koruptor adalah api neraka (karena pemakan haram di ayat diterangkan sebagai pemakan api) dan semacamnya.

b- Mungkin ada yang bertanya, kalau begitu berarti di neraka bukan siksa dong, sebab merupakan kesukaan bagi penyukanya.

Jawabannya, tentu saja siksa dan tersiksa. Sebab kemanusiaan manusianya atau esensi manusianya, masih tetap ada sebagai wujud dasar dari manusianya. Seperti yang kecanduan di dunia ini, ia tersiksa dengan kecanduannya. Begitu pula di akhirat.

Orang yang jahat dan pemaksiat, mereka tersisak dengan semua kejahatan dan kemaksiatannya itu. Tapi karena mereka lemah dalam taat dan semakin kuatnya kecanduan, maka mereka terus melakukan maksiat. Perokok itu ingin sekali berhenti merokok, akan tetapi tidak bisa karena mentalnya sudah lemah dalam menghadapi rokok. Begitu pula pemorfin, penzina, pemabok, tukang pacaran, koruptor dan semacamnya.

Kalau pedasnya cabe yang sebegitu menyakitkan di mulut dan perut di dunia ini tetap digandrungi walau diketahui hal itu tidak baik, maka sepedas apapun neraka kelak, akan tetap dicari oleh pencandunya.

Begitu pula dengan cinta pada lawan jenis. Seperih apapun akibatnya, tetap saja dicari manusia yang mencanduinya.

c- Mungkin ada yang bertanya, kalau menyakitkan maka kita tidak mungkin mencarinya. Masa iya api neraka juga dicari, timah panas juga dicari, makanan duri juga dicari dan seterusnya?

Jawabanya, benar, akan dicari. Mengapa?

Jawabannya karena hakikat maksiat itu adalah hal-hal tersebut, yakni bangkai manusia, api dan semacamnya.

- Tuhan telah mengatakan bahwa menggunjing itu sama dengan makan bangkai manusia seperti di QS: 49:12:

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

"Dan janganlah kalian saling menggungjing satu sama lain, apakah kalian menyukai makan daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai, sudah tentu kalian jijik terhadapnya."

- Tuhan telah mengatakan bahwa harta haram itu dan maksiat itu, hakikatnya adalah api, lihat di QS: 2:174:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dari kitabNya dan menjualnya dengah harga yang sedikit (melanggar ayat demi dunia), maka merekalah tidak memakan apapun di dalam perut mereka kecuali api."

Dengan semua itu, maka hakikat maksiat itu tidak lain adalah hakikat siksa di neraka itu sendiri. Karena itu, siapa yang kecanduan maksiat, maka ia pasti akan kecanduan hakikatnya hingga sekalipun kelak berupa dan terlihat benar-benar api neraka, maka akan tetap mencanduinya, na'udzubillah.

Raihana Ambar Arifin Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad.


0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.