Monday, August 8, 2016

on Leave a Comment

Syirik dalam tawassul adalah manakala meyakini bahwa yang ditawassuli itu memiliki peran mandiri tanpa harus dengan ijin dan pertolongan Tuhan


Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/973506239429500



Salam warahmah Ustad, tanya dong adab bertawassul yg tertib itu bagaimana.. Kadang saat bertawassul sy memohon langsung ke Aimmah tanpa menyebut Allah sprti, Ya Rasulullah berilah aku syafaat & petunjukmu, Ya Ali tambahkanlah rejekiku, Ya Zahra jagalah kekasihku, Ya Sohibuzaman permudahlah urusanku.. Apakah boleh kyk gitu Ustad.. Afwan wa salam
Suka
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Tawassul itu tidak memerlukan adab yang khusus walaupun kalau mengikuti yang diajarkan secara leterleks pasti ada pahala kesunnahannya. Tapi dengan susunan sendiri dan dengan bahasa apapun esensi tawassulnya sama saja dan dari sisi tawassulnya ini sama-sama mendapatkan pahala dan berkah dari padanya.

2- Yang paling penting mesti diperhatikan dalam tawassul, adalah apa yang kita yakini terhadap tawassul itu. Keyakinan itu yang menjadi ukuran penting hingga apakah seseorang masih dikatakan muslim atau telah musyrik.

3- Kalau tentang redaksi atau susunan kalimat, maka kalaupun salah, maka paling banter hanya haram secara fiqih saja tapi tidak sampai masuk ke dalam dosa syirik.

4- Syirik dalam tawassul adalah manakala meyakini bahwa yang ditawassuli itu memiliki peran mandiri tanpa harus dengan ijin dan pertolongan Tuhan. Atau bahkan cukup dengan mandiri dalam pengelolahan syafaatnya maka sudah masuk ke dalam dosa syirik.

5- Tauhid dalam tawassul adalah manakala tidak melihat yang ditawassuli itu memiliki kemandirian walau dalam hak memberikan syafaatnya, begitu pula terhadap isi syafaatnya hingga karena itu apapun yang diinginkan para pemberi syafaat itu untuk mensyafaati mesti diyakini tidak bisa terjadi tanpa ijin Allah swt, baik pada orang yang akan diberi syafaat atau terhadap isi syafaatnya itu.

6- Kalau semua hal di atas itu sudah diperhatikan, maka bahasa sudah terlalu penting. Ini kalau dilihat dari sisi diri pribadi, bukan dari sisi sosial walau di depan anak-anak kita. Kalau di depan anak-anak kita atau di depan umum, maka mesti mengatur bahasanya dan tidak cukup hanya mengandalkan keyakinannya yang sudah benar.

7- Karena itu, saya akan coba memberikan contoh pada yang antum contohkan sendiri:

a- "Ya Rasulullah berilah aku syafaat & petunjukmu,"

Dalam hal ini sama sekali tidak masalah, kalau diyakini bahwa Nabi saww itu tidak mandiri. Karena syafaat itu hak Nabi saww tapi dengan syarat ada ijin dari Allah terhadap obyek dan isi syafaatnya. Memang di bagian "berilah aku petunjukmu", ini yang rada riskan sekalipun diyakini tidak mandiri. Kalau maksudnya adalah bimbingan, bukan petunjuk yang bermakna keberimanan dan semacamnya, maka jelas masih tidak masalah asal tidak diyakini mandiri. Kalau dimaksudkan kepenerimaanhidayah, seperti yang dihubungkan kepada Allah (walaupun kepada Allah juga salah karena keberimanan itu mesti dicari dan diambil, bukan diberikan), maka bisa sangat bermasalah.

b- "Ya Ali tambahkanlah rejekiku,"

Dalam contoh ini, sulit dimaknai tidak mandiri. Karena secara lahiriah katanya adalah rejeki itu ada di tangan Imam Ali as. Apapun itu, kalau tidak diyakini mandiri dan maksudnya adalah syafaati aku hingga bertambah rejekiku dari Allah, maka tidak masalah dan hanya salah dalam pengucapan dimana hal ini tidak boleh terjadi di depan anak-anak didik kita atau di depan umum.

Tapi kalau meyakini memang mandiri yaitu rejeki itu ada di tangan Imam Ali as dan memberinya kepada yang disukainya, maka hal ini sudah masuk ke dalam syirik yang mesti segera ditaubati dengan belajar akidah yang benar dan meminta ampunan kepada Allah.

c- "Ya Zahra jagalah kekasihku,"

Dalam contoh ini, kalau tidak diniati mandiri, hingga maksudnya adalah syafaati saya hingga Allah menjagakan kekasihku, maka jelas tidak masalah. Dan redaksinya, hindari dari pendengaran orang lain karena bisa memberi pahaman kebenaran pada kalimatnya.

Tapi kalau maksudnya mandiri, yakni bahwa beliau as bisa menjaga kekasih kita kalau beliau as karena sudah diberikan hak itu kepada mereka, maka ini bisa masuk dalam syirik.

d- "Ya Sohibuzaman permudahlah urusanku."

Dalam contoh ini, kalau tidak diniatkan mandiri, maka jelas tidak masalah sekalipun bermasalah dalam teks nya sebagaimana teks-teks sebelumnya yang bermasalah.

Catatan:
Syirik-syirik dalam hal di atas biasa dikenal dengan Tafwiidh atau pelimpahan kewenangan.
SukaBalas34 Juli pukul 17:58




0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.