Tuesday, August 2, 2016

on Leave a Comment

Sudah terniat untuk membatalkan puasa bagaimana hukumnya? apa keraguan ini berasal dari syetan? Bagaimana hukum puasa bagi musafir?

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/964886916958099

salam usd.semoga dalam keadaan sehat. Maaf mau bertanya,
1. Mohon dijelaskan fatwa mengenai terputusnya kontinuitas niat puasa ". Ragu dalam melanjutkan puasa (yaitu belum
mengambil keputusan untuk membatalkan puasa)," apakah yang dimaksud adalah keraguan dr bisikan hati kita/ bisikan saitan sehingga ragu akan terus puasa atau tidak?
2.Apabila ketika sy puasa ramadan sy berniat musafir keluar kota dg jarak diatas 50 km pp dan dalam niat musafir itu sy juga sudah niat nanti buka di warung A di kota tujuan,
A. Apakah boleh meniatkan berbuka sebelum melakukan perjalanan musafir
B. Apakah kalau perjalanan itu tidak jadi, puasa saya tetap sah untuk dilanjutkan(dlm arti tidak memutus kontinuitas niat puasa)?
3. Apakah sengaja pergi safar untuk membatalkan puasa dikarenakan misalnya hari raya beda, dan supaya tidak di kata katain sama keluarga, apakah dg alasan itu diperbolehkan?
4.Maaf ustd kalau pertanyaan ini mengulang, karena saya sudah berusaha memahami tapi masih bingung. Saya tinggal di kabuppaten a. Berbatasan dengan kabupaten b. Jadi jarak antara batas kabupaten a dg kabupaten b adalah 0 km, sedang jarak kota antara batas kota/ibu kota kabupaten a dan kota b kita kira 43 km, rumah saya di pojok kabupaten a, kalau saya ukur jarak rumah saya dengan batas kabupaten b hanya sekitar 5 km, sedang rumah sy dg batass kota/ibu kota kabupaten b adalah 20 km an dengan jalur/jalan yang paling cepat, tapi kalau mau menggunakan jalan lain memutar bisa mencapai 29 km(saya ukur dg km di motor dengan jalan tikang tikung bukan garis lurus). Pertanyaannya apakah sy bisa musafir ketika bepergian selain kerja ke kabupaten b, kalau bisa harus seperti apa(misal haruss pakai jalan memutar dan juga harus melewati batas kota kabupaten b) agar sy bisa musafir?
Trims
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kenapa mesti syaithan terus yang disalahkan? He he... Keburukan manusia itu bisa ribuan derajat kejahatananya di atas syaithan. Apapun itu, ketika seseorang ragu mau terus puasa atau tidak, maka sudah masuk dalam hukum ragu dimana memiliki hukum terus puasa dan kelak diqadhaa'.

Kalau Rahbar hf, juga menghukumi dengan hal yang sama yakni terus puasa dan kelak diqadhaa', bagi orang yang berniat makan (bukan berniat memutus puasa sebab niat makan dengan niat memutus niat itu beda) dalam keadaan dia sadar sedang berpuasa tapi tidak jadi melakukannya dan berubah niat lagi sebelum Zhuhur untuk terus berpuasa. Orang seperti ini, wajib meneruskan puasanya dan kelak diqadhaa', tapi tidak kena kaffarah karena tidak jadi makan.

2- :

a- b- Saya meyakini niat antum itu bersyarat. Yakni kalau saya pergi maka akan makan di tempat Fulan. Niat seperti ini, saya masih yakin belum memutus puasa, baik jadi atau tidak. Wong bersyarat, dan syaratnya tidak terwujud (kalau tidak pergi). Begitu pula sebelum pergi syaratnya tidak terwujud. Atau bahkan sudah pergi tapi belum sampai di tujuan yang diniati untuk makan. Allahu A'lam.

3- Boleh bahkan sekalipun ingin lari dari puasa. Tapi hukumnya makruh sebelum mencapai hari ke 23. TAPI, tidak boleh membatalkan puasanya kecuali kalau sudah melalui haddu al-tarakhkhush.

4- Sepertinya saya harus nulis lagi:

a- Kota ada dua pengertian: Kabupaten dan Ibu kota kabupaten.

b- Yang Kabupaten tidak dihitung kecuali rumah-rumahnya bersambungan sampai ke batas Kabupatennya.

c- Sedang Ibu Kota Kabupaten juga sering tidak terhitung karena rumah yang menyambung biasanya melewatinya (kecuali kalau ibu kota kabupatennya belum berkembang)

d- Batas kota yang ditinggalkan dan yang dituju (tentu kalau tidak ada titik tertentu yang ditujunya) adalah akhir rumah yang menyambung di Ibu Kota Kabupaten.

c- Kalau Kecamatan yang berpisah, maka kota yang dimaksud di fiqih adakah Kecamatan ini, bukan kota kabupatennya. Begitu pula kalau ada desa terpisah atau bahkan rumah yang terpisah.

d- Bagi yang terpisah itu, mengukurnya dari batas akhirnya, seperti akhir kecamatan, akhir desa atau akhir pekarangan bagi yang rumahnya terpisah secara umum dari rumah-rumah lain (misalnya berjarak satu km).

e- Memilih jalan itu, tidak mesti yang lebih pendek atau yang lebih panjang, Jadi, bebas-bebas saja.

f- Ukuran spidometer pada motor/mobil itu tidak mutlak benar karena itu mesti dilebihi sedikit. Sebab berputar di tempat atau antre, tidak masuk hitungan. Apalagi motor, kalau jalannya sedikit melenggok saja sudah bertambah km walaupun beberapa cm. Nah, kalau terjadi ribuan lenggokan di jalan yang luas bagi sebuah motor itu, maka km nya akan bertambah. Jadi, hati-hatinya ditambahi kalau pakai motor. Kalau mobil, mungkin tidak perlu menambahi banyak-banyak, karena sulit dibayangkan terjadi lenggokan.


Orlando Banderas Ustadz, kalau kecamatan bersambung dengan kabupaten, batas mana yg dihitung, apakah batas akhir rumah yg bersambung kebatas kabupaten atau batas kecamatan ?

Sinar Agama Orlando Banderas, baca lagi jawaban di atas, insyaaAllah akan didapat jawabannya.

Raihana Ambar Arifin Melanjutkan ppertanyaan sebelumnya. Kalau saya mempunyai keraguan untuk nanti akan lanjut puasa atau batal, tapi keraguan itu dg sarat, misal saya nanti siang kalau capek banget atau panas banget mungkin akan batal aja. Apakah hal tersebut sudah memutuskan kontinuitas niat puasa? karena niat memutus itu dengan syarat, jadi apabila tidak jadi batal apakah puasanya sah Trims

Sinar Agama Raihana Ambar Arifin, kalau ragu meneruskan atau tidak, difatwai oleh Rahbar hf sebagai hati-hati wajib untuk diteruskan dan kelak diqadhaa'.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.