Monday, August 8, 2016

on Leave a Comment

Mengapa ketika Ruku dalam sholat kita membaca Subhanna Robbial Azhimi wa Bihamdihi mengapa "Azhimi" dan ketika sujud Robbial A'la Wabihamdihi mengapa "A'la" ? Mohon penjelasannya.

Link : https://www.facebook.com/andika.yudhistira.505/posts/1185505048179486

Andika
2 Juli
Salam Ustad,
Mengapa ketika Ruku dalam sholat kita membaca Subhanna Robbial Azhimi wa Bihamdihi mengapa "Azhimi" dan ketika sujud Robbial A'la Wabihamdihi mengapa "A'la" ? Mohon penjelasannya.
Trims Ustad Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Orlando Banderas · 15 teman yang sama
Menurut saya karena di fikihnya emang gitu..

Kharisma Ali Ikut nyimak 

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Dalam hadits di dalam shalat Nabi saww yang katakanlah yang pertama diajari dan diperintahkan, ketika rukuk beliau saww diperintah untuk melihat ke 'Arsy lalu beliau saww melihat keAgungan Tuhan sampai mau pingsan. Karena dipahami untuk mensucikan apa-apa yang dilihatnya. Itulah mengapa diperintahkan untuk mengucapkan:

"Maha Suci Allah, Tuhanku Yang Maha Agung dan segala puji untukNya,"

Maha Suci yakni suci dari apa saja yang negatif dan yang positip/kesempurnaan kalau terbatas.

2- Masih dalam pelanjutan hadits di atas. Ketika beliau saww selesai mendapatkan pengajaran dan semua rahasia ruku', beliau diperintahkan untuk mengangkat kepala untuk tegak kembali. Lalu beliau saww melihat keMahaTinggian Allah swt hingga beliau saww hampir tidak sadarkan diri. Karena itu, beliau saww menjatuhkan diri dengan diilhami untuk mensucikan yang dilihatnya atau dikasyafnya. Karena itulah diperintah untuk mensuckan dengan mengucap:

"Maha Suci Allah Tuhanku Yang Maha Tinggi dan segala puji bagiNya."
SukaBalas123 Juli pukul 2:07

Andika Allahu Akbar.. Subhanallah wala Ila Haillallah. mirip kejadian Nabi Musa a.s ya ustad.. mau pingsan disana apa pingsan beneran atau fana maksudnya? saya pernah baca Makna gerakan sholat yang katanya dari Imam Ali as. dimana ketika rukuk berarti maknanya "kita siap walaupun dipenggal saat itu" sedangkan ketika sujud maknanya kita dari tanah dan akan kembali ke tanah. Mohon penjelasan hadisnya dan maknanya?
SukaBalas33 Juli pukul 4:36

Denny Priyanto salam... ikut nyimak...

Pardi 5af ? Sy lebih stuju. Dengan tulisan Andika. 5af yaa pk ustad ?

Sinar Agama Andika,:

1- Pingsan di sini jelas pingsan. Tapi penyebabnya adalah tajalli Maha Agung dan Maha Tingginya Allah swt.

2- Kalau Fana', maka para nabi/rasul as itu tidak pernah tidak fanaa'. Fanaa' baru Perjalanan Pertama Suluk, sedang maqam kenabian dan kerasulan itu sudah di Perjalanan Empat Suluk. Dan siapa saja yang sampai pada perjalanan berikutnya, maka membawa serta perjalanan sebelumnya. Karena perjalanan sebelumnya merupakan salah sebab (sebeb penyiap) bagi tercapainya perjalanan berikutnya. Karena itu, kalau pernajalan sebelumnya hilang, maka tidak mungkin bisa sampai ke perjalanan berikutnya. Karena itu pula maka siapa yang sampai ke perjalanan berikutnya maka perjalanan sebelumnya tetap ada.

3- Pingsannya seorang Nabi saww itu bahkan bisa masuk ke dalam kematian andaikan tidak mendapat pertolongan dari Allah swt. Yakni perginya ruh dari badannya lantaran sudah tidak tahan dengan cintanya pada Allh yang mutlak dan sudah tidak tahan pada keberjauhan antara alam non materi mutlak dengan badan materi mutlak.

4- Untuk yang rukuk itu antum sepertinya salah membaca haditsnya. Di hadits yang pernah kita dengar itu bukan rukuknya tapi membujurkan lehernya dalam rukuk. Jadi, kalau hadits itu benar, yang masih teringat di waktu saya dulu belajar adalah Imam Ali as menyuruh menjulurkan leher dalam rukuk sebagai tanda kesiapan kita untuk dipenggal sekalipun dalam shalat. Jadi, bukan membahas rukuknya.

5- Apapun itu, atau apapun tentang penjelasan sujud, kalau memang haditsnya sudah benar/shahih tapi berbeda satu sama lain, kalau bisa dipadukan, maka mengapa tidak dipadukan? Karena itu, apapun hikmah dari gerakan shalat yang ada di hadits, sekalipun banyak dan saling berbeda, tapi kalau masih bisa dipadukan, maka harus dipadukan. Karena para Makshum as itu tidak harus menjelaskan satu masalah dengan penjelasan yang meliputi segala sisinya dalam sekali penjelasan.
SukaBalas43 Juli pukul 18:56

Sinar Agama Pardi, itu hak antum sepenuhnya selama di dunia ini.

Andika Syukron Ustad atas penjelasannya.. Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad.

Pardi Blajar lagii ?

Andika Pardi saya mengaminkan jawaban ustad karena menurut pemahaman saya sholat itu memang mikraj kita menghadap Allah jadi tajjalli Tuhan akan bergantung maqom masing2 dan karenanya penjelasan mengenai Tuhan itu sendiri akan sesuai dengan ilmu atau capaian masing-masing. Saya pernah baca hadis " Sembahlah Allah seolah2 engkau melihatNya dan jika engkau tidak melihatnya maka yakinlah Allah melihat engkau." Karena itu saya yakin Kanjeng Nabi saww sdh sampai ke maqom Melihat Allah tersebut. Afwan.
SukaBalas23 Juli pukul 19:28

Pardi Smua mu'min. Mngetahui Tuhannya

Sinar Agama Andika dan mas Pardi, mungkin ada satu titik yang bisa ana jelaskan dan berhubungan dengan antum berdua, yaitu:

1- Tuhan itu selalu bertajalli.

2- Tajalli Tuhan itu berupa selain Tuhan.

3- Selain Tuhan itu bisa ilmu atau hakikatnya alias obyek ilmunya.

4- Karena itu tidak benar kalau dikatakan Tuhan bertajalli seukuran potensi makhluk yang mau ditajalli-i seperti yang dikatakan Andika, sebab Tuhan selalu bertajalli dalam semua derajat yang ada. Jadi, yang benar adalah semua makhluk mengambil tajalli seukuran potensinya. Di sini, nampak bisa membenarkan yang dikatakan mas Pardi walau, tidak sepenuhnya karena tajalli dan ilmu secara umum sudah beda sudut pandang.

5- Tajalli adalah selain ada yang mengisahkan ada.

6- Tajalli ini dapat dipahami sebagai ilmu Hushuli dan sebagai ilmu Hudhuri.

7- Ilmu Hushuli adalah ilmu informatif yang panca indrawi dan argumentatif. Ilmu Hudhuri adalah ilmu terhadap obyek ilmunya secara langsung, tidak memakai pancar indra, informasii atau argumentasi.

8- Jadi, tajalli Tuhan itu, bisa dipahami sebagai ilmu Hushuli yang juga biasa disebut teori. Bisa juga diraih dengan ilmu Hudhuri yang biasa juga disebut kasyaf.

9- Karena itu membicarakan dan mendiskusikan tajalli, bukan hakikat tajalli. Karena tajalli yang hakiki adalah capaian.

10- Apapun itu, sekalipun setiap orang mengetahui Tuhannya, maka banyak sekali derajat dan gradasinya, sebanyak manusia itu sendiri, misalnya:

a- Ilmu tentang Tuhan secara panca indrawi non argumentasi seperti anak yang mendengar dari orang tuanya pelajaran tentang Tuhan.

b- Ilmu tentang Tuhan secara panca indrawi tapi dibarengi argumentasi. Seperti kita sekarang yang disuksi tentang Tuhan.

c- Dalam poin b di atas itu, terdapat derajat sebanyak manusia itu sendiri. Sebab satu sama lain pasti memiliki perbedaan walau sekecil apapun dari argumentasinya, baik dari sisi kedalamannya atau keluasannya atau kerinciannya dan seterusnya. Atau bahkan dari benar tidaknya secara menyeluruh atau sebagian dari semua argumentasi yang dimmilikinya.

d- Semua ilmu di atas tergolong Ilmu Hushuli.

e- Ilmu tentang Tuhan secara Hudhuri atau kasyaf. Di sini juga terdapat milyaran tingkatan dan perbedaan, sebanyak banyaknya manusia itu sendiri.

f- Ada kasyaf yang masih berkisar hubungan sebab akibat dengan Tuhannya. Di sini juga milyaran tingkatan. Misalnya melihat dengan mata batinnya atau mendengar, tentang hal-hal yang ada di sekitarannya atau alam ghaib dan semacamanya. Walhasil, masih melihat dan meyakini bahwa selain Tuhan itu juga ada dan keberadaannya dari Tuhan. Hakikat ini, telah dikasyafnya baik satu diantara milyaran sebab akibat itu, atau seberapapun sesuai dengan kemampuannya.

g- Ada kasyaf yang terjadi pada tingkatan wahdatulwujud yaitu yang tidak mengimani kewujudan selain Tuhan. Di sini juga milyaran tingkatan. Hal itu karena Tuhan itu tidak terbatas. Karena itu bagaimana bisa dikasyaf apalagi dalam satu tingkatan sekalipun manusianya sudah mencapai fanaa'.

h- Kesimpulannya:
Apapun ilmu itu, baik Hushuli atau Hudhuri, memang dimiliki setiap manusia, akan tetapi salah tidaknya, dalam tidaknya, rinci tidaknya, luas tidaknya dan seterusnya, tergantung pada hasil usaha dan capaian yang dilakukan oleh setiap insan itu sendiri.

Karena itulah Imam Makshum as mengatakan (kurang lebih dan secara maksud):

"Apapun Tuhan yang kalian tahu itu adalah tuhan pahatan kalian sendiri."

Mereka as mengatakan hal di atas manakala menerangkan maksud Allahu Akbar, yakni Allah Lebih Besar. Maksudnya adalah Allah Lebih Besar dari yang manusia tahu (dengan Hushuli atau Hudhuri) karena yang diketahui manusia itu hanyalah capaian masing-masing orang yang tidak mungkin mencapai yang tidak terbatas hingga karena itulah dapat dikatakan bahwa yang diketahui manusia itu adalah tuhan pahatan dan buatan manusia itu sendiri.

Andika Jadi sampai kapanpun Tuhan yang kita ketahui itu adalah tuhan pahatan kita. karena Tuhan itu tidak terbatas sedangkan akal kita terbatas. O ya ustad, Apakah ilmu Hudhuri itu dapat kita capai hanya dengan suluk?. Dalam Irfan Ibnu Arabi sepertinya keesaan Tuhan itu secara teori sangat simple karena Tiada Wujud selain Wujud Allah sedangkan selain Allah hanya Wajah dan bayanganNya. Jadi menurut saya Irfan Ibnu Arabi benar sesuai Alquran dan Hadis tetapi sulit untuk dijelaskan atau dibuktikan karenanya kuatnya mahluk atau manusia merasa dirinya wujud dan kuasa. Dan itu terbukti jelas dipandangan mata kita. Artinya nyata kita ada dan kuasa untuk bergerak makan, minum dan sebagainya. Bagaimana penjelasan Ibnu Arabi terhadap murid-muridnya mengenai esensi mahluk yang banyak? Apakah pembuktian ke Esaan Tuhan dari WujudNya ini benar2 dapat mewakili pengetahuan tentang Tuhan, setidaknya apa landasannya karena selain “Wujud” Allah juga punya sifat Dzat yang lainnya.

Sinar Agama Andika, untuk memahami wahdatulwujud, maka silahkan menyimak catatan-catatan tentangnya yang seingat saya sudah sampai ke 16 seri catatan.

Pardi Barang siapa ? Yg mngenal dirinya. Maka ? Dia akan. Mngenal Tuhannya

Sinar Agama Pardi, tapi sejauh dirinya yang tidak ada apa-apanya itu. Karena itulah maka kalau sudah sampai pada dirinya yang tidak ada apa-apanya itu, hingga melihat Tuhan Yang Tidak Tertabas, kala itulah ia akan berkata:

"Aku tidak tahu apapun tentang Tuhan walau teramat sedikit, karena kalau diketahui sedikit berarti Dia banyak/luas dan terbagi-bagi, bukan tak terbatas. Sementara Tuhan Tidak Terbatas, karena Tuhan Sama Sekali Tidak Akan Diketahui."

Andika Baik Ustad.. Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..

Pardi Hanya Tuhan. Yg mh mngetahui




0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.