Wednesday, August 3, 2016

on Leave a Comment

Dalam sebuah Video Allah berfirman seperti ini "Kalau bukan karena Ali maka aku tidak akan menciptakan Muhammad dan kalau bukan karena Fatimah Aku tiidak akan menciptakan kalian berdua." Mohon penjelasannya?.

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/966646380115486

Salam ustad, ingin bertanya,
Dalam sebuah artikel/video youtobe . saya lihat ada teks yg kurangnya seperti ini Alloh SWT:
" kalau bukan karena ali,maka aku tidak akan menciptakan muhamad dan kalau bukan karena fatimah aku tidak akan menciptakan maka Aku tidak akan menciptakan kalian berdua.
Maafkan ustad jika teksnya salah,apa kalam diatas termasuk hadits dan apa benar adanya. Jika ada tolong dinukilkan haditsnya.dan kiranya ustad berkenan menakwilkan hadits beserta penjelasan nya .trimksih _ustad.syukron.
Wassalam
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Seingatku, saya sudah pernah menjelaskan hadits tersebut. Saya akan ulang secara ringkas walau dalam sebagian bahasannya saya akan menambahinya terutama dari sisi riwayatnya, insyaaAllah:

1- Asal haditsnya adalah:

يَا اَحْمَد لَوْلاكَ لَما خَلَقْتُ الا فْلاكَ، وَلَوْلا عَلىُّ لَما خَلَقْتُكَ، وَلَوْلا فاطِمَةُ لَما خَلَقْتُكُما

Allah berfirman dalam hadits Qudsi kepada Nabi saww:

"Wahai Ahmad, kalau bukan karena kamu Aku tidak mencipta semesta dan kalau bukan karena Ali Aku tidak mencitakanmu dan kalau bukan karena Faathimah Aku tidak akan mencipta kalian berdua."

2- Periwayatan hadits.
Hadits di atas diriwayatkan dalam beberapa kitab seperti:

- Mustadrak Safiinatu al-Bihaar, 3/334.

- Al-Jannatu al-'Aashimah, 148.

- Kasyfu al-Laalii, 5.

- Majma'u al-Nuuarain, 14.

- Al-'Awaalim, 1/44.

- Multaqa al-Bahrain, 14.

- BIhaaru al-Anwaar, 54/199. Tapi di hadits ini hanya potongan pertamanya, yaitu:

وعزتي وجلالي لولاك ما خلقت الافلاك

"Dan demi keMulianKu dan kePerkasaanKu, kalau bukan karena kamu Aku tidak mencipta semesta."

...... dan lain-lain.

3- Penyebutan salah satu silsilah haditsnya.

Saya akan menyebutkan salah satu dari silsilah haditsnya sebagaimana disebutkan dalam kitab Multaqa al-Bahrain dan Kasyfu al-Laali, sebagai berikut:

Dari al-Syaikh Ibrahim bin al-Hasan, dari Ali bin Hilaal al-Jazaairi, dari Ahmad bin Fahd al-Hillii, dari Zainu al-'Aabidiin Ali bin al-Hasan al-Khaazin al-Haairii, dari al-Syahiid Muhammad bin Makki al-'Aamili, dengan periwayatan yang menyambung dan terkenal kepada Ibnu Baabawaih al-Qummi, sesuai dengan jalurnya kepada Jaabir al-Ju'fii, dan Jaabir bin 'Abdullaah al-Anshaari, dari Nabi saww, dari Allah swt.

4- Nilai riwayat dari sisi perawian:

Nilai riwayatnya dari sisi sanad/perawian, ada yang men-Shahih-kan dan paling tidak adalah Masyhuur.

- Yang menshahihkan hadits dikarenakan ketsiqahan dan kemasyaayiikhian para perawinya seperti, pengarang kitab kitab Faathimah Bahjatu Qalbi al-Mushthafaa, karya Syaikh Ahmad al-Rahmaani al-Hamadaani, yang berkata:

مع أن الحديث من حيث السند في كمال الإتقان والإحكام لأنا الناقلين كلهم من المشايخ العظماء والعلماء الكرام والرواة الثقاة لا يرتاب فيه من كان خبيراً بشرائط صحة الخبر والرواية

"Sedangkan haditsnya dilihat dari sisi sanad/perawi-nya sangat meyakinkan, karena para perawinya semuanya adalah para masyaayiikh (penghafal dan penukil besar hadits) dan pembesar hadits serta ulama yang mulia dan tsiqah/jujur yang tidak ada keraguan di dalamnya bagi orang yang mengerti ilmu hadits dan syarat-syarat keshahihannya."

- Yang memasyhurkan seperti pengaranga kitab Al-Ijaabah 'Alaa al-As-ilah al-'Aqaadiyyah, karya kantor riset dan penelitian Markazu al-Abhaas al-'Aqaaidiyyah, yang berkata:

انه لم يثبت عندنا صحة هذا الحديث سنداً ولكن نحكم بصحة معناه وثبوته

"Hadits ini bagi kami belum terbuktikan keshahihannya dari sisi sanad/perawian, akan tetapi kami menghukumi sebagai hadits shahih dari sisi makna dan ketetapannya."
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

5- Nilai riwayat dari sisi matan/klandungan.

Tidak ada yang melemahkan hadits di atas dari sisi kandungan atau matannya. Tentu saja selain ulama Wahabi yang bisa dikatakan berpaham materialistik.

6- Cara menilai hadits.

Sebagaimana sudah sering dijelaskan bahwa:

a- Hadits shahih itu bisa dari sisi perawian/sanad dan bisa dari sisi matan/kandungan hadits.

b- Hadits Shahih secara sanad atau perawian yakni para perawinya tsiqah dan menyambung serta tidak ada yang terputus.

c- Hadits Shahih secara matan yakni yang tidak bertentangan dengan Qur an, hadits Shahih yang lain dan akal sehat.

d- Hadits Shahih secara perawian itu bukan berarti benar-benar sudah dari Nabi saww. Sebab bisa saja tidak ada orang tahu bahwa salah satu atau lebih dari para perawinya itu bohong atau tidak tsiqah. Apalagi kalau munafiknya kelas kakap, maka sudah tentu sampai akhir hayatnya tidak ada orang tahu bahwa di munafik. Karena itulah Tuhan mengatakan bahwa hanya Dia yang tahu siapa yang munafik (tentu Nabi saww juga diberi tahu, tapi setelah masa beliau saww maka bagi umat akan sulit mengetahuinya).

e- Hadits Shahih secara perawian itu, belum tentu benar dari Nabi saww, karena sekalipun orangnya benar-benar tsiqah semua, tapi bisa saja salah ingat, salah hafal, salah ucap, salah tuils, salah dengan dari perawi sebelumnya dan semacamnya.

f- Karena itu, hadits Shahih itu harus disaring lagi matan dan kandungannya dengan Qur an dan akal sehat. Kalau bertentangan dengan Qur an dan akal yang nyata, maka mesti ditolak sekalipun para perawinya tsiqah dan sekalipun haditsnya ribuan derajat di atas mutawatir.

g- JADI HADITS YANG BERSANAD SHAHIHPUN BELUM TENTU BENAR-BENAR SHAHIH DAN BISA SALAH PALSU ATAU SETIDAKNYA SALAH.

h- Lalu fungsi hadits Shahih itu apa kalau sama-sama tidak bisa diyakini seratus persen? Fungsinya, BOLEH DIJADIKAN SANDARAN. Artinya, kalaulah hadits Shahih itu masih juga palsu, maka kita sudah dimaaf oleh Allah. Karena Allah hanya mewajibkan meneliti orang yang tsiqah sepertimana firmanNya (QS: 49:6):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا

"Wahai orang-orang yang beriman, kalau datang kepada kalian berita dari orang yang fasiq (tidak tsiqah / tidak jujur) maka konfirmasilah (terlebih dahulu)."

Karena itu, kalau hadits-haditsnya sudah diriwayatkan oleh orang tsiqah, maka sudah diijinkan Allah untuk menggunakannya. Tentu kalau tidak bertentangan dengan Qur an dan akal sehat.

Karena itu pula, maka kalau ternyata hadits Shahih itu palsu, maka kita sudah dimaafkan olehNya, karena kita sudah mengamalkan perintahNya.

Sinar Agama .

i- Sedang hadits yang tidak shahih, belum juga salah seratus persen. Sebab sekalipun para perawinya tidak tsiqah semua, belum tentu hadits yang diriwayatkan itu bukan hadits atau apalagi palsu. Sebab pencuripun tidak selalu bohong dan bahkan lebih banyak jujurnya dalam berbicara. Sebab kalau tidak, maka dia sama sekali tidak akan bisa berkomunikasi dengan siapapun. Penzina juga begitu. Apalagi kalau cuma bohong sekali, maksiat sekali dan semacamnya dimana dalam hadits kedudukan mereka sudah tidak dipercaya lagi (tidak tsiqah).

j- DENGAN DEMIKIAN MAKA HADITS YANG SANADNYA TIDAK SHAHIPUN BISA BENAR SEBAGAI HADITS NABI saww.

k- Lalu apa fungsi hadits yang tidak shahih dan hadits lemah/dha'if dan semacamnya itu? Fungsinya adalah DITELITI DULU DARI SISI KANDUNGANNYA DAN KALAU TIDAK BERTENTANGAN DENGAN QUR AN, HADITS SHAHIH DAN AKAL SEHAT MAKA BISA DIJADIKAN SANDARAN.

Hal itu karena Tuhan dalam ayat di atas tidak mengatakan: "Kalau datang kepada kalian berita dari orang yang tidak jujur (fasiq) maka tolaklah", tapi berfirman (maksudnya): "...maka konfirmasikanlah terlebih dahulu."

Karena itu kita tidak boleh seperti Wahabi yang jangankan hadits lemah, hadits shahih saja kalau tidak cocok sama dirinya atau pahamnya, langsung dihujat dha'if atau palsu.

l- Jadi, tanggung jawab kita terhadap hadits yang tidak shahih adalah menelitinya, apakah bertentangan dengan Qur an, hadits Shahih dan akal atau tidak bertentangan. Kalau tidak bertentangan dan apalagi kalau mendukung ketiganya, maka jelas hadits tersebut bisa dipakai.

Hal itu karena dapat diyakini bahwa yang diriwayatkan oleh pencuri atau pembohong atau penzina itu, ternyata benar.

m- Mengapa ada klasifikasi hadits? Hal itu karena demi kehati-hatian, bukan demi menolak sembarangan hadits yang tidak shahih. Jadi, demi kehati-hatian dalam urusan agama, maka hadits yang tidak shahih tidak dipakai dulu. Nanti kalau mau dipakaipun, asal tidak bertentangan dengan Qur an, hadits Shahih dan akal sehat, maka bisa dijadikan sandaran.

n- Kehati-hatian itu lebih ketat dalam masalah fiqih. Karena itu, kalau hadits yang tidak shahih itu sekalipun tidak bertentangan dengan ketiga hal di atas, tidak memiliki manfaat sedikitpun, seperti merinci Qur an dan hadits Shahih, maka biasanya dihindari. Tapi kalau hukumnya diperlukan, lalu di ayat dan hadits Shahih tidak ditemukan, lalu ada di hadits yang tidak shahih tapi yang tidak bertentangan dengan ketiga hal di atas itu, maka barulah hadits yang tidak shahih ini dipakai sebagai sandaran huum fiqih.

o- Kalau hadits tidak shahihnya menerangkan akidah dan makrifah, maka tidak terlalu diperhatikan. Sebab akidah itu tidak taqlid dan wajib argumentasi. Karena itu, kalaupun haditsnya tidak shahih tapi kalau tidak bertentangan dan ketiga hal di atas (Qur an, hadits Shahih dan akal sehat dan gamblang), maka bisa dijadikan sandaran.

p- Dari poin (o) di atas itulah maka penilai hadits bergradasi. Semakin tinggi ilmu tentang makna Qur an, hadits Shahih dan ilmu-ilmu akalnya, maka akan semakin kredibel/kuat/standar penilaiannya. Nah, Wahabi yang suka mengkebiri akalnya dan juga sangat dangkal pemahaman Qur annya, maka semakin tidak standar dan sama sekali tidak bisa dijadikan rujukan dan sandaran. Terlebih muncul di dunia sebagai pemaksa pandangan kepada golongan lain hingga berani membunuh sesama muslim. Karena itu dapat dipahami bahwa otak mereka isinya hanya bid'ah, syirik, murtad dan bunuh. Ini logika untuk orang lain. Sedang logika mereka untuk diri mereka sendiri adalah pasti benar, pokoknya saya yang benar, pokoknya saya masuk surga, pokoknya Tuhan dan Nabi saww pasti ridha dan senang kepada saya, dan seterusnya.

Sinar Agama .

7- Makna Hadits.
Makna hadits di atas (yang sebagai rabaan karena pastinya adalah Allah dan Makshumin as yang tahu) sudah pernah saya jelaskan di facebook ini, sayang antum belum sempat merujuknya. Saya ulang di sini sebagai berikut:

a- Ketika dikatakan bahwa "Kalau bukan karena A maka tidak akan dilakukan B", maknanya biasanya adalah bahwa A itu sebab dari pewujudan B.

b- Sebab memiliki banyak macam, ada sebab keberadaan dan ada sebab tujuan.

c- Pernyataan di poin (a) itu yakni yang sama dengan hadits yang sedang kitab bahas itu, menunjukkan sebagai sebab tujuan. Seperti kalau bukan karena untuk sehat maka saya tidak makan yang bergizi.

d- Dengan penjelasan di atas dapat dipahami atau dirabakan bahwa hadits yang kita bahas itu ingin mengatakan bahwa:

"Kalau bukan karena bertujuan untuk Nabi saww, maka tidak diciptakan alam. Kalau bukan karena bertujuan untuk Ali as, maka tidak diciptakan Muhammad saww dan kalau bukan untuk tujuan Zahra as maka tidak diciptakan keduanya."

e- Dengan poin (d) itulah maka Wahabi (seperti Albaani) mencak-mencak dan segera menuduh hadits seperti ini sebagai hadits palsu (karena setidaknya untuk sebatas Nabi saww ada diwayatnya di Sunni, lihat catatan saya tentang pembahasan ini sebelumnya).

g- Atau dengan poin (d) itu mereka mencak-mencak dan menuduh Syi'ah dan Sunni sebagai sesat dan/atau ghulu.

h- Illah Ghaaiyyah atas Sebab Tujuan.
Sebab Tujuan ini memiliki dua macam secara global:

h-1- Sebab Tujuan Mencapai
Yang saya maksudkan dengan Sebab Tujuan Mencapai ini adalah suatu tujuan yang ditargetkan dalam suatu perbuatan dimana targetnya ini untuk diri si pelaku. Seperti kita makan supaya sehat. Nah, sehat di sini, adalah sebab tujuan dari perbuatan makan kita. Dan tujuannya memang untuk kita sendiri. Inilah yang saya maksudkan dengan Sebab Tujuan Mencapai.

h-2- Sebab Tujuan Memberi.
Yang saya maksudkan dengan Sebab Tujuan Memberi ini adalah suatu tujuan yang ditargetkan dalam suatu perbuatan, akan tetapi target itu untuk pemberian kepada orang lain, bukan untuk diri si pelaku. Misalnya, kita memberi hadiah pada murud yang juara agar dia lebih baik lagi dan/atau setidaknya bertahan dalam prestasinya itu. Jadi, tujuannya bukan untuk si guru/pelaku, melainkan untuk orang lain.

i- Dengan penjelasan di poin (h) di atas, maka jelas dapat dipahami bahwa Allah swt dalam mencipta itu, kalaupun ada tujuan tertentu yang diinginkanNya, baik dalam sebagian penciptaanNya atau dalam keseluruhannya, jelas tidak untuk DiriNya sendiri, melainkan untuk makhlukNya.

Sinar Agama .

j- Sekarang apa tujuan penciptaan alam ini? Dari berbagai ayat dan riwayat dapat dipahami bahwa alam ini dicipta untuk manusia.

- QS: 2:29:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

"Dialah yang mencipta buat kalian apa saja yang di bumi semuanya."

- QS: 45:13:

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ

"Dan Dia telah menaklukkan untuk kalian apa saja yang ada di langit dan bumi semuanya, dari DiriNya."

k- Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa penciptaan alam semesta ini untuk manusia. Sekarang apa tujuan penciptaan manusia?

l- Tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk taat/mengabdi pada Allah swt, sebagaimana firmaNya (QS: 51:56):

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan tidak Kucipta jin dan manusia kecuali untuk menghamba/taat."

m- Catatan:
Tentang istilah tujuan penciptaan di atas, sudah diterangkan sebelumnya bahwa sesuai dengan logika Irfan, tujuan itu adalah Hikmah Penciptaan. Hal itu karena Tuhan tidak memiliki tujuan selain DiiriNya. Jadi, sekalipun tujuan memberi juga tidak bisa diterima. Karena memberi itu juga suatu perbuatan yang mesti ada tujuannya lagi. Begitu seterusnya hingga tidak berujung dimana hal ini menandakan kebatilan atau kesalah. Jadi, yang benar itu adalah hikmah penciptaan. Sebab Tuhan tidak memiliki tujuan apapun selain DiriNya. Dan karena DiriNya itu Maha Tidak Terbatas, maka sudah pasti apapun yang dilakukan untuk DiriNya sendiri, pasti tidak memiliki kekurangan. Karena kalau tidak, maka DiriNya tidak bisa dikatakan sebagai tidak terbatas. Nah, salah satu dari kesempurnaan dari perbuatanNya itu seperti penciptaan, sudah pasti tidak akan ada kekurangannya. Dan ketidakkekurangan itu adalah kebaikan. Dan kebaikan dalam semua perbuatanNya itulah yang dikatakan Hikmah Penciptaan.

Apapun itu, dalam kajian kita sekarang ini, tidak terlalu bermasalah. Karena kita sedang membahas mengapa harus ada penciptaan. Apakah mau dikatakan sebagai tujuan atau hikmah. Dan apa hubungannya dengan sayyidu al-nabi dan Ahlulbait as.

n- Kita teruskan bahasan ulangan kita ini:
Kalau ciptaan ini untuk manusia (baik dengan logika tujuan atau hikmah) dan manusia diciptakan untuk taat dan menghamba/membudak kepada Allah swt, maka tanpa bimbingan manusia sempurna sebagai rasulNya, jelas tidak bisa terlaksana.

o- Catatan:
Untuk poin n ini perlu diberikan catatan bahwa tujuan atau hikmah penghambaan bagi penciptaan manusia itu selain sudah jelas bukan untuk Tuhan karena Dia Maha Tidak Terbatas, juga sangat-sangat demi manusia itu sendiri. Sebab dengan mengabdi padaNya yaitu dengan taat pada peraturan dan agamaNya yang dibuatNya tidak untuk DiriNya itu, manusia akan semakin dekat padaNya. Dan karena Dai Maha Mulia, maka yang mendekatiNya pasti akan menjadi mulia. Inilah tujuan atau hikmah dari pewajiban penghambaan pada Tuhan.

Jadi, tujuan atau himkah penciptaan alam untuk/demi manusia, dan tujuan atau hikmah penciptaan manusia untuk/demi taat dan penghambaan padaNya dan tujuan atau hikmah pewajiban penghambaan padaNya adalah untuk kemuliaan manusia, yakni agar manusia menjadi insan kamil.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

p- Nah, kalau kita bicara tujuan/hikmah memberi, dan memberi untuk/berhikmah menginsankamilkan manusia, dan menginsankamilkan manusia mesti melalui insan kamil yang lebih tinggi (nabi/rasul) sebagaimana sudah diterangkan dalam filsafat agama dan cara pengajarannya kepada manusia, sementara insan kamilnya berderajat dimana paling tingginya adalah Nabi saww dan Ahlulbait as setelah beliau saww, maka sudah jelas bahwa yang paling tinggi akan mengangkat yang di bawahnya, begitu seterusnya secara gradasi dan sudah tentu dengan ijin dan kehendak Allah. Sebab memang Allah yang menginginkan seperti itu sesuai dengan keMaha Tidak TerbatasanNya dan keMaha Bijak dan HikmahNya.

q- Kalau sudah seperti itu, maka bagaimana mungkin ada alam semesta akan tetapi tidak ada manusia yang paling tinggi yang mencapai hakikat tujuan/hikkmah penciptaanNya terhadap manusia? Inilah yang bisa dirabakan pada potongan pertama hadits yang kita bahas, yaitu:

"Kalau bukan karena kamu, maka Aku tidak mencipta alam semesta."

Inilah juga yang diisyaratkan dalam QS: 21:107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Dan tidak Kukirim kamu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi semua alam."

Yakni alam bumi, langit, falaxi, alam dunia dan akhirat, alam masa lalu dan masa sekarang dan masa datang. Karena semua alam yang dirahmati Allah melalui wasilah Nabi saww. Wasilah memberi, kalau kita berwasilah meminta kalau berwasilah dengan Nabi saww.

Karena itu, jangankan hanya manusia, nabi-nabi dan para malaikat sekalipun, mendapat rahmat dari Allah melalui/wasilah Nabi saww.

r- Kalau sudah seperti di poin (q) itu, dan tidak ada orang yang dapat menguasai ajaran Nabi saww secara seratus persen baik ilmu atau amal selain imam Ali as, maka sudah pasti maka tidak akan ada gunanya mencipta alam dan Muhammad saww, kalau tidak ada penerus ajaran Nabi saww yang sebagai akhir kenabian dan kerasulan.

Yakni tidak mencapai tujuan/hikmah tertinggiNya dalam penciptaanNya. Sebab hanya Nabi saww dan Ahlulbait as yang bisa mencapai yang tertinggi dari tujuan atau hikmah tersebut sebagaimana diisyaratkan dalam ayat di atas (QS: 21:107). Inilah yang bisa dirabakan pada potongan ke dua hadits di atas, yaitu:

"Kalau bukan karena Ali, maka Aku tidak menciptakanmu."

s- Kalau sudah seperti poin (q) dan (r) di atas, maka kalau tidak ada penerus setelah Imam Ali as, maka agama Islam yang akhir agama ini akan sia-sia diturunkan dan akibatnya sia-sia pula mencipta alam semesta lantaran tidak ada yang mencapai yang tertinggi dari tujuan atau hikmah penciptaan tersebut.

Nah, kalau yang bisa memahami ajaran Nabi saww secara sempurna sampai ke tingkat makshum (ilmu dan amal) selain Imam Ali as hanya hdh Faathimah as dan dalam ilmu Allah akan disusul oleh makshumin yang lain yang makshum dengan ikhtiar mereka sendiri dari keturunan hdh Faathimah as, maka tidak akan ada gunanya mencipta alam, Nabi saww dan Imam Ali as, kalau tidak ada hdh Faathimah as yang akan melahirkan dan mendidik makshumin-makshumin yang lain setelah mereka bertiga as (Nabi saww, Imam Ali as dan hdh Faathimah as). Inilah yang bisa dirabakan pada potongan terakhir dari hadits qudsi yang kita bahas, yaitu:

"Dan kalau bukan karena Faathimah as, maka Aku tidak mencipta kalian berdua."

t- Kesimpulan:
Kesimpulan dari semua bahasan di atas adalah:

TUJUAN/HIKMAH PENCIPTAAN SEMESTA ITU SECARA HAKIKI ADALAH MEMBERI MANUSIA AGAR MENJADI INSAN KAMIL. DAN KARENA PEMBERIAN ITU JUGA MEMAKAI PERANTARA/WASILAH (nabi/rasul), MAKA INSAN YANG PALING TINGGI MENJADI PERANTARA BAGI YANG LEBIH RENDAH. DAN KARENA NABI saww ADALAH YANG PALING TINGGI MAKA BELIAU saww ADALAH WASILAH DAN RAHMAT BAGI SEMUA MAKHLUK TERUTAMA KEPADA AHLULBAIT as. DAN KARENA AJARAN NABI saww SEBAGAI AJARAN TERAKHIR HARUS BERTAHAN SAMPAI HARI KIAMAT, MAKA TIDAK ADANYA PENERUS AKAN MENYIA-NYIAKAN KERADAAN NABI saww. KARENA ITULAH MAKA TANPA IMAM ALI s DAN HDH FAATHIMAH as, BEGITU PULA AHLULBAIT as YANG LAIN YANG MAKSHUM (QS: 33:33), MAKA AKAN SIA-SIALAH KEBERADAAN NABI saww TERSEBUT.

DENGAN JELASNYA MASALAH INI MAKA DENGAN SENDIRINYA TERBANTAHLAH APA YANG DITUDUHKAN WAHABI ATAU YANG LAINNYA, KEPADA SYI'AH BAHWA SYI'AH TELAH MELEBIHKAN IMAM ALI as KE ATAS NABI saww DAN MELEBIHKAN HDH FAATHIMAH as KE ATAS KEDUANYA.

Wasslam.

اهلولبايت مازلوم MasyaAlloh,subhanalloh.benar benar lengkap dan jelas juga sangat mencerahkan.trimmksih ustad sinar agamku. Wassalamualaikum.

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad.. Salamun alaiki Ya Bunda Fatimata Zahrah Qurrata ainir Rosul saww, Ayahnya, suaminya dan anak-anaknya, Salamun alaikum ajmain..
SukaBalas125 Juni pukul 6:45

اهلولبايت مازلوم Allohuma sholi ala muhamad wa aali muhamad wa ajil farajahum.

Sinar Agama
اهلولبايت مازلوم:
Tolong baca lagi yang paling akhir yang bertuliskan huruf balok karena ada tambahan beberapa baris, terimakasih.

اهلولبايت مازلوم Allohuma sholi ala muhamad wa aali muhamad,Ahsantum ustad, saya sudah. .sukron ustad sinar agama. memahaminya dengan jelas

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.