Monday, August 8, 2016

on Leave a Comment

Bolehkah berbuka puasa bersama sunni dengan alasan taqiyah persatuan ( dan hal2 yang membatalkan puasa)

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/973236202789837


Salam Ustaz
Semoga Ustaz sentiasa di dalam rahmat Allah.
Soalan saya Ustaz adalah tentang berbuka puasa awal kerna bersama dengan sunni. Samada bertujuan taqiyyah ataupun wehdah.
Saya adalah seorang yang bertaqlidkan Imam Sayyed Ali Khamaneie dan semasa hayatnya Imam Sayyed Ruhullah Khomeini saya masih belum menjadi Syiah dan tidak pernah pun bertaqlidkan dengan Imam Sayyed Ruhullah Khomeini.
Ada orang menyatakan bahawa membuka puasa lebih awal bersama Sunni samada bagi tujuan taqiyyah atau Wehdah dibenarkan dan tidak perlu mengqadha puasa kerana Imam Sayyed Ali Khamaneie membenarkan kita meminjam fatwa Imam Sayyed Ruhullah Khomeini yang membenarkan perkara ini. Saya harap sangat pencerahan dari Ustaz kerana perkara ini menjadi perbahasan hangat dikalangan kami para Muhibbin di Malaysia.
Terima kasih Ustaz.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan trimakaseh atas pertanyaannye:

1- Taqiah persatuan (bukan keamanan), tidak dibenarkan dalam Syi'ah, merujuk kepada fatwa Rahbar hf dan Imam Khumaini ra.

2- Kalau fatwa Imam Khumaini ra, seperti ini (Tahriiru al-Wasiilah):

مسألة : 18 كل ما مر من أنه يفسد الصوم ما عدا البقاء على الجنابة الذي مر التفصيل فيه إنما يفسده إذا وقع عن عمد لا بدونه ، كالنسيان أو عدم القصد فإنه لا يفسده بأقسامه ، كما أن العمد يفسده بأقسامه ، من غير فرق بين العالم بالحكم و الجاهل به مقصرا على الاقوى أو قاصرا على الاحوط ، و من العمد من أكل ناسيا فظن فساده فأفطرا عامدا ، و المقهور المسلوب عنه الاختيار الموجر فى حلقه لا يبطل صومه ، و المكره الذي يتناول بنفسه يبطله ، و لو اتقى من المخالفين فى أمر يرجع إلى فتواهم أو حكمهم فلا يفطره ، فلو ارتكب تقية ما لا يرى المخالف مفطرا صح صومه على الاقوى ، و كذا لو أفطر قبل ذهاب الحمرة ، بل و كذا لو أفطر يوم الشك تقية لحكم قضاتهم بحسب الموازين الشرعية التى عندهم لا يجب عليه القضاء مع بقاء الشك على الاقوى ، نعم لو علم بأن حكمهم بالعيد مخالف للواقع يجب عليه الافطار تقية و عليه القضاء على الاحوط .

Masalah 18:
Apa-apapun yang telah dikatakan membatalkan puasa, selain dari pada berketetapan dalam keadaan junub sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, adalah membatalkan puasa kalau dilakukan dengan sengaja, dan tidak membatalkan kalau tidak dengan sengaja, seperti lupa atau tidak memaksudkan dimana hal seperti ini tidak membatalkannya (puasa) dengan segala bagian-bagiannya (bagian-bagian ketidaksengajaan). Sebagaimana dengan "sengaja" dengan segala bagian-bagiannya membatalkan puasa. (Semua hukum itu) Tanpa beda antara orang yang tahu dan yang tidak tahu kalau muqashshir (tidak mencari tahu) secara aqwaa/lebih-kuat (salah satu bentuk fatwa yang wajib dilakukan para penaqlid) dan bahkan kalaupun bukan muqashshir secara hati-hati (ahwath, saya memahaminya ahwatdh wujubi, SA).

Dan termasuk sengaja manakala ada orang makan (baca: melakukan apa saja yang membatalkan puasa) tanpa sengaja lalu mengira bahwa puasanya telah menjadi batal lalu makan (makan ke dua ini adalah sengaja).

Dan orang yang dipaksa hingga tidak bisa bergerak dan berbuat apa-apa (seperti orang yang dipegangi atau diikat, lalu mulutnya dibuka paksa lalu dimasukkan air atau makanan ke mulutnya atau dalam keadaan seperti itu kepalanya ditenggelamkan ke dalam air atau dibuat kepada suatu hal yang membatalkan puasa, SA) hingga dimasukkan ke dalam tenggorokannya, maka hal ini tidak membatalkan puasa.

Sedangkan orang yang dipaksa (tapi masih bisa bergerak) yang melakukan sendiri apa-apa yang membatalkan, maka puasanya menjadi batal.

Kalau taqiah dari selain Syi'ah dalam suatu perkara yang kembali kepada fatwa mereka maka tidak membatalkan puasanya. Karena itu kalau disebabkan taqiah melakukan sesuatu (yang membatalkan puasa di Syi'ah) yang tidak membatalkan puasa pada mereka (selain Syi'ah), maka puasanya tetap sah secara aqwaa (lebih kuat, ini sudah fatwa, SA). Begitu pula kalau berbuka sebelum hilangnya mega merah. Dan bahkan begitu pula kalau berbuka di hari syak/ragu secara taqiah atas hukum yang dikeluarkan oleh hakim/penguasa mereka sesuai dengan dasar-dasar hukum syari'at yang ada pada mereka, maka tidak wajib mengqadhaa' puasanya asal tetap dalam keadaan syak/ragu, secara aqwaa. Akan tetapi kalau diyakini bahwa keputusan hukum mereka terhadap ied/lebaran tidak sesuai dengan kenyataan, dia wajib membatalkan puasanya karena taqiah, akan tetapi kelak mesti mengqadhaa'nya, secara ahwath (yang saya pahami, ahwath wujubi, SA)."

3- Taqiah di fatwa Imam Khumaini ra itu, hanya taqiah keselamatan seperti takut dipukuli, dibunuh, diperkosa (diri dan keluarganya) diambil harta kehidupannya. Tapi kalau taqiah persatuan, maka tidak bisa diambil dari fatwa tersebut. Karena taqiah yang umum di fiqih, adalah taqiah keselamatan atau keamanan.

4- Kalau fatwa Rahbar hf maka sudah jelas.

5- Pahaman terhadap fatwa Imam ra itu juga bisa diambil dari pertanyaan saya ke kantor Rahbar hf tentang taqiah persatuan itu yang mana tanya jawabnya seperti ini:

Saya:

"Dalam fatwa Rahbar hf ada hukum taqiah dalam puasa yang mana dibolehkan berbuka bersama mereka, apakah taqiah di sini termasuk taqiah persatuan?"

Kantor Rahbar hf:

"Taqiah yang dimaksudkan adalah taqiah keamanan."

Jadi, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kalau ada fatwa yang menyebutkan taqiah dalam fiqih, maka hal itu adalah taqiah keamanan disebabkan taqiah inilah yang dimaksudkan dalam fatwa pribadi. Sedang taqiah persatuan itu adalah fatwa politik atau setidaknya bisa dimasukkan ke dalam fatwa politik yang biasanya memakai kaidah ke dua atau yang dikenal dengan hukum Tsaanawi. Jadi, fatwa Imam ra di poin 2 itu bisa dipahami sebagaimana yang sudah dijelaskan di poin 3 di atas. Allahu A'lam.

6- Dengan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa taqiah persatuan dalam berbuka puasa, tidak dibolehkan menurut Imam Khuamini ra dan Rahbar hf.

7- Jawaban Soal:

Untuk antum yang tidak pernah taqlid kepada Imam ra semasa hidup beliau, maka tidak boleh taqlid kepada beliau ra. Tapi kalau antum taqlid kepada Rahbar hf, maka boleh memakai fatwa Imam ra dengan niatan taqlid kepada Rahbar hf selama belum tahu adanya perbedaan fatwa dari kedua beliau itu. Tapi kalau sudah tahu perbedaannya, maka wajib memakai fatwa Rahbar hf.

Nah, karena dalam masalah taqiah persatuan itu sama saja, yaitu tidak boleh, maka tetap saja tidak beda antara taqlid Rahbar hf dengan memakai fatwa Rahbar hf atau taqlid Rahbar hf dengan memakai fatwa Imam Khumaini ra. Wassalam.
Lihat Terjemahan
SukaBalas24 Juli pukul 15:45

Abdul Qaim Hussaini Terima kasih banyak2 Ustaz atas jawapan Ustaz , AlhamdulillahLihat Terjemahan

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.