Tuesday, August 2, 2016

on Leave a Comment

Apakah ilmu ilmu maksumin itu diajari oleh maksumin sebelumnya atau dari Allah?, kalau ilmu ilmu maksumin harus diperoleh dari maksumin juga lalu bagaimana dg ilmu rasul saww?

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/964887203624737


salam usd.semoga dalam keadaan sehat. Maaf mau bertanya,
1. Dlm pahaman sy setelah membaca beberapa catatan ustd mengenai imam mahdi "..putra dari imam maksum yang lain yaitu putra imam ke 11 (karena kalau lahir dari orang yang tidak maksum, maka mustahil ilmu-ilmu dan amalnya menjadi maksum)",
Yg sy tanyakan
A. Apakah ilmu ilmu maksumin itu diajari oleh maksumin sebelumnya atau dari Allah?kalau ilmu ilmu maksumin harus diperoleh dari maksumin juga lalu bagaimana dg ilmu rasul saww?
B. Dari kesimpulan kutiapn ustd diatas apakah brti orang tua/kakek/paman rasul saww maksum juga?
C.kalau misalnya ilmu maksum bisa tidak dari maksum tapi bisa dari allah, apakah tidak menggugurkan argumen diatas 'karena kalau lahir dari orang yang tidak maksum, maka mustahil ilmu-ilmu dan amalnya menjadi maksum"
Trims.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya yang bagus:

1:

a- :

a-1- Ilmu Makshumin as itu dibagi dua: Makshum yang nabi/rasul dan Makshum penerus nabi/rasul

a-2- Makshum Nabi/rasul:

Pengertiannya adalah suatu kemakshuman (tidak salah baik sengaja atau tidak) dalam rangka memahami dan mengamalkan wahyu-wahyu atau ajaran-ajaran Tuhan.

a-3- Pembuktian kemakshuman nabi/rasul itu dengan dua cara:

a-3-a- Dengan akal uruf atau umumnya masyarakat yang berakal sehat yang melihat bahwa yang bersangkutan tidak pernah melakukan kesalahan sejak kecil.

Ukuran kesalahan atau kebenaran ilmu dan perbuatannya di sini, diukur dengan atau dikembalikan kepada agama sebelumnya kalau masih ada secara utuh dan/atau kepada sisa-sisanya yang masih benar. Begitu pula diukur dengan ilmu-ilmu dan perbuatan-perbuatan yang dapat dijangkau akal sehat, seperti jeleknya bohong, jeleknya mencuri, baiknya menolong yang tertindas dan semacamnya.

a-3-b- Dengan hakikat lahir batinnya. Yaitu ketika yang bersangkutan telah membawa mukjizat. Dengan adanya mukjizat itulah maka akal kita dapat memahami bahwa kalau tidak makshum ilmu dan amal secara hakiki dan lahir-batin, maka tidak tidak mungkin Tuhan memberikan mukjizat karena akan menambah sesatnya umat manusia. Mana ada Maha Bijaksana membantu orang yang akan menyesatkan umat baik sengaja atau tidak sengaja seperti lupa dan semacamnya?

Dan semoga antum masih ingat bahwa mukjizat adalah kekuata luar biasa yang tidak bisa dipelajari dan ditiru yang dibarengi dengan dakwaan/pengakuan sebagai nabi/rasul.

JADI, PEMBUKTIAN KEMAKSHUMAN NABI/RASUL ITU DARI DARI SECARA LAHIRIAH, BARU SETELAH ITU SECARA LAHIR BATIN YAITU SETELAH MEMILIKI MUKJIZAT YANG DIRINGI DENGAN PENGAKUAN SEBAGAI NABI/RASUL.

a-4- Makshum Penerus Nabi/rasul:

Pengertiannya adalah suatu kemakshuman (tidak salah baik sengaja atau tidak) dalam rangka MEMAHAMI AJARAN NABI/RASUL, bukan wahyu Tuhan langsung seperti wahyu syari'at kepada nabi/rasul.

Namanya saja sudah penerus (imam/khalifah). Akan tetapi tidak mustahil mereka as menerima wahyu ilmu (bukan syari'at baru) yang menjabarkan hal-hal syari'at yang sebelumnya belum terjabarkan lantaran perkembangan budaya, sosial, teknologi dan politik umat pada masa Nabi saww, belum mencapainya. Misalnya seperti shalat di bulan atau planet lain atau pesawat dan semacamnya.

a-5- Pembuktian kemakshuman penerus/khalifah Nabi saww, melalui:

a-5-a- Akal. Yakni akal umum yang sehat dalam melihat para khalifah itu sejak kecil. Yakni tidak mendapati mereka melakukan kesalahan sama sekali.

Ukuran benar salahnya dalam ilmu dan amal di sini, sepenuhnya dikembalikan kepada agama yang diteruskannya. Tentu saja, juga tidak melanggar norma-norma akal yang sehat secara umum.

a-5-b- Agama. Yakni dibuktikan melalui agama itu sendiri, misalnya ayat atau riwayat. Tentang ayatnya banyak sekali seperti QS: 33:33 yang sudah sering diterangkan di facebook ini. Sedang riwayatnya seperti pernyataan dan penerapan Nabi saww terhadap siapa yang dimaksudkan di ayat terebut.

Atau seperti yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas di kitab Sunni Faraaidu al-Simthain karya al-Humawaini (dengan seluruh sanadnya):

العلامة الحمويني في " فرائد السمطين " ( مخطوط ) قال :
أنبأني الإمام صدر الدين محمد بن أبي الكرام عبد الرزاق بن أبي بكر بن حيدر
أخبرني القاضي فخر الدين محمد بن خالد الحقيقي الأبهري كتابه قال : أنبأنا السيد
الإمام ضياء الدين فضل الله بن علي أبو الرضا الراوندي إجازة قال أخبرنا السيد
أبو الصمصام ذو الفقار بن محمد بن معبد الحسني أنبأنا الشيخ أبو جعفر الطوسي قدس الله
روحه أنبأنا أبو عبد الله محمد بن محمد بن النعمان روح الله روحه وأبو عبد الله الحسين
ابن عبيد الله وأبو الحسين جعفر بن الحسين بن حسكة القمي وأبو زكريا محمد بن
سليمان الحراني قالوا كلهم : أنبأنا الشيخ أبو جعفر محمد بن علي بن بابويه القمي
رضي الله عنه قال أنبأنا علي بن عبد الله الوراق الرازي ، قال : أنبأنا سعد بن عبد الله
أنبأنا الهيثم بن أبي مسروق النهدي عن الحسين بن علوان عن عمرو بن خالد ،
عن سعيد بن طريف عن الأصبغ بن نباتة عن عبد الله بن عباس ، قال : سمعت
رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم يقول :

أنا وعلي والحسن والحسين وتسعة من ولد الحسين مطهرون معصومون .

Nabi saww bersabda:

"Aku, Ali, Hasan, Husan dan sembilan dari keturunan Husain as adalah orang-orang suci dan MAKSHUM."

Intinya, pembuktian kemakshuman penerus itu melalui akal dan agama yang diteruskannya.

a-6- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka dapat disimpulkan bahwa:

a-6-a- Seorang nabi dan rasul, tidak harus lahir dan berguru kepada makshum. Karena gurunya langsung Maha Makshum itu sendiri, yaitu Tuhan.

a-6-b- Seorang penerus/khalifah atau imam, harus berguru kepada makshum sebelumnya, baik nabi/rasul atau penerus/khalifah sebelumnya.

a-6-c- Tanpa kebersinambungan kamakshuman penerus dengan makshum sebelumnya sampai pada sumber aslinya, yaitu nabi/rasul, maka tidak bisa diterima. Karena akan dijaraki oleh selain makshum DALAM MENGESTAFET ATAU MENERUSKAN ajaran makshum sebelumnya kepadanya.

a-6-d- Beda dengan seorang nabi/rasul yang gurunya langsung Allah swt ketika menurunkan agamaNya yang mana jelas tidak perlu pengestafet atau perantara dalam pengajaranNya ketika menurunkan agamaNya.

a-6-e- Tentu saja kalau perlu perantara untuk mengajari nabi dan rasulNya, maka jelas mesti juga makshum, seperti malaikat Jibril as yang jelas-jelas dikatakan juga sabagai makshum alias melakukan apa saja yang diperintahkan dengan benar hingga dijuluki dengan quddus atau suci (QS: 2:87).

c- Tidak mesti atau tidak wajib, tapi bisa saja makshum.

d- Sudah terjawab dengan sendirinya dengan adanya penjelasan di atas.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.