Tuesday, August 2, 2016

on Leave a Comment

Apakah benar bagi yang mengimani Maksumin maka ketika sakaratul maut akan di datangi maksumin? Bagaimana akherat bagi orang syiah tapi masih sering berbuat dosa?

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/965092026937588

Salam
Semoga Ustadz selalu berada di dalam rahmat dan rida-Nya. Afwan Ustadz, ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukan.
1. Disebutkan kalau yang mengimani Maksumin, insya Allah akan didatangi mereka ketika sedang sakaratul maut atau di alam barzakh. Pertanyaannya, apakah kriterian imannya itu percaya saja atau iman secara hakikat?
2. Ada seorang tasayu yang masih suka melakukan maksiat meskipun tetap ibadah salat puasa dan lain-lain. Satu sisi ada seorang wahabi pembenci syiah yang dia taat menjalankan kewajiban-kewajiban islam dana, menjauhi larangan2nya, tentu
nya dalam fiqih yang dia pahami. Siapakah di antara keduanya yang akan selamat? Apakah dua-duanya masuk neraka? Kalau benar, neraka mana yang lebih pedih di antara kedua neraka orang itu?
Syukron
Andri
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Yang saya yakini dari hal tersebut atau riwayat yang mengabarkan hal tersebut adalah:

a- Orang yang beriman kepada mereka as sebagai imam yang makshum yang keimamahannya ditentukan Allah melalui Nabi saww.

b- Yang berusaha menaati mereka as sebagai pelanjut Nabi saww dan kepanjangan tangan Tuhan. Yakni taat intinya.

c- Dari kedua poin di atas dapat diraba bahwa yang akan didatangi itu adalah orang yang beriman dan taat.

d- Catatan: Tentu saja taat ini ada gradasinya. Semakin taat maka akan semakin bisa mengharap didatangi. Dan semakin tidak taat, walaupun tetap wajib mengharapkan, akan tetapi usahakan jangan sampai menolak keharusan berfiqih Syi'ah.

2- Urusan masuk nerakanya seseorang secara hakikinya itu adalah hak sepenuhnya Allah swt. Karena hanya Dia yang tahu hakikat taat tidaknya seseorang dalam arti apakah sudah sesuai informasi yang didapat atau belum dan sejauh apa seseorang itu mencari atau tidak serta sejauh apa seseorang itu ikhlash atau tidak.

Orang Syi'ah yang sudah menerima fiqih dan melakukan kewajiban-kewajibannya dengan benar (sesuai fiqih) tapi masih juga di tempat lain melakukan dosa, maka:

a- Diwajibkan segera bertaubat.

b- Yang ke dua, usahakan untuk istighfar terus menerus.

c- Yang ke tiga, tidak ada seorangpun yang boleh putus asa untuk bertaubat dan memperbaiki diri.

d- Yang ke empat, tidak ada seorangpun yang berhak untuk putus asa dari rahmat dan ampunan Allah swt.

e- Yang ke lima tidak ada seorangpun yang boleh putus asa untuk mengharapkan syafa'at Makshumin as.

e- Intinya di samping wajib terus memohon ampunan dan tawassul serta mengharapkan ampunan Allah swt, wajib juga terus berjuang untuk tidak berdosa lagi (taubat).

Tentang urusan orang Wahabi itu, kita serahkan saja kepada Allah swt di akhiratnya. Tapi kalau sampai mengafirkan dan mensyirikkan, serta apalagi membunuh muslimin, maka hal ini sepertinya sulit mendapatkan ampunan kelak di akhirat. Terutama yang ke duanya (yang membunuh). Sebab ketika mengafirkan dan/atau membunuh, maka harus punya dalil khusus yang, setidaknya sudah diadu argumentasikan terlebih dahulu dengan yang mau disyirikkan/dikafirkan dan apalagi mau dibunuh. Intinya, kafir atau murtad yang bisa dibunuh itu hanya kafir yang dikafirkan Allah swt secara tegas dalam nash, bukan yang dipersepsikan.

Kalau Wahabi kan dalam membunuhnya itu sesuai persepsi mereka, seperti bahwa yang tawassul itu telah syirik, atau yang beribadah kepada Tuhan di kuburan itu telah kafir/syirik dan semacamnya.

Mereka punya dalil ayat dan riwayat, akan tetapi yang dipersepsikan mereka sendiri. Sedang penentang mereka juga berdalil dengan yang dibuat dalil oleh mereka itu.

Jadi, satu dalil untuk dua persepsi. Yang Wahabi mengatakan bahwa ibadah di kuburan itu syirik, yang penentangnya mengatakan tidak syirik karena yang disembah itu Allah swt, bukan orang yang di kuburan. Yang Wahabi tidak mau tahu karena memang tidak punya alat berdalil dan memahami ayat dan riwayat, yang penentangnya mengatakan harus pakai alat dalam memahami ayat dan riwayat.

Intinya, nash itu jelas. Dan hanya ini yang bisa jadi ukuran. Misalnya jelas-jelas menyembah kuburan, bukan dikatagorikan menyembah kuburan. Jelas-jelas meyakini ketuhanan kuburan, bukan dipersepsikan. Btw.


Andri Kusmayadi syukron ustadz...insya Allah paham...ahsantum..

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.