Thursday, July 21, 2016

on Leave a Comment

Penjelasan mengenai SAFAR karena PEKERJAAN

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1027818743934698

Salam.
Mendapat kiriman fatwa darisitus Rahbar
Dikatakan bahwa seseorang yg bepergian (dalam rangka mencari nafkah), jika bepergiannya itu sudah ketiga kali atau lebih, maka tidak lagi dihukumi musafir, wajib puasa Ramadhan dan sholat tamam selama di kota tujuan.
Kasus:
Seseorang pebisnis (mencari nafkah) kerap keluar kota yang jadwalnya tidak tentu (bisa setahun sekali, bisa dua tahun sekali), di mana kota yang dituju jarak tempuh pulang perginya 50 km. Di kota tujuan itu hanya lima harian aja dan lalu kembali ke wathan.
Jika total bepergiannya itu sudah kelima kali dan di antara dua kali bepergiannya itu menetap di wathan lebih dari 10 hari, apakah ia dihukumi musafir utk perjalanan keenamnya, yang menyebabkan qashar dan tidak bisa puasa selama di kota tujuan?
Jawab:
Sesuai asumsi soal, ketika ia pergi ke tempat kerjanya, maka ia terkena hukum musafir dan jika ia tidak niat tinggal selama 10 hari, maka salatnya harus qasar dan puasanya tidak sah.
Dan jika safar-safar pekerjaannya itu selama dua bulan yang setiap 10 hari dua atau tiga kali pergi atau selama tiga bulan yang setiap 10 hari satu kali pergi dan tidak tinggal di satu tempat selama 10 hari, atau selama satu bulan yang setiap hari ia pergi untuk bekerja, maka salatnya di dalam safar-safar pekerjaan –selain safar yang pertama dan kedua- baik di awal perjalanan atau dalam perjalanan ataupun di tempat tujuan, harus sempurna dan puasanya dibenarkan.
Dan jika diantara safar-safarnya itu ia tinggal selama 10 hari di satu tempat, dalam safar pekerjaannya yang pertama setelah 10 hari, salatnya harus diqasar. Dan dalam safar-safarnya yang bersifat pribadi (bukan safar pekerjaan – penj), maka ia wajib mengqasar salatnya.
Gimana tanggapan ust Sinar Agama?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Paparan di atas sudah bisa dikatakan benar dan seperti yang saya katakan kemarin, sesuai dengan apa yang ada di kitab. Yaitu yang mensyarati banyaknya jumlah bepergian dalam mencari nafkah, yaitu setidaknya sepuluh hari sekali pergi.

2- Tapi paparan ini, serasa ada problemnya, yaitu:

"Dan jika diantara safar-safarnya itu ia tinggal selama 10 hari di satu tempat, dalam safar pekerjaannya yang pertama setelah 10 hari, salatnya harus diqasar."

Karena kalau sudah berniat tinggal sepuluh hari di suatu tempat, jangankan karena mencari nafkah, biar bepergian pribadi juga wajib shalat penuh. Apalagi lebih dari sepuluh hari. Tapi kalau tidak niat tingga sepuluh hari, maka dari awal wajib qashr sampai sebulan penuh selama ragu dan tidak bisa niat tinggal sepuluh hari ke depan sejak berniat.

Tapi kalau maksud dari paparan itu membatalkan rutinitas sebelumnya dengan tinggalnya di suatu tempat sepuluh hari, maka tidak masalah. Misalnya, kapan dia tinggal di suatu tempat sepuluh hari, maka kepergian berikutnya itu, dihitung sebagai kepergian pertama lagi.

3- Saya sudah pernah atau mungkin sering mengatakan bahwa syarat pergi dalam sepuluh hari itu, yaitu sekali pergi secara minimalnya itu hingga bisa dikatakan sebagai mencari nafkahnya dengan bepergian, memang sesuai dengan isi kitab fatwa Rahbar hf. Karena itu yang kepergiannya mencari nafkah itu minimalnya sepuluh hari sekali, maka jelas akan masuk ke dalam yang bukan musafir hingga shalatnya wajib penuh dan tetap wajib puasa.

Akan tetapi, pewajiban pergi dalam sepuluh hari itu telah dibantah oleh salah satu wakil Rahbar hf di bagian fatwa yang saya percaya dan menurut saya ter-alim di antara para wakil beliau hf.

Bantahannya dengan, cukup dikatakan sering bepergian untuk mencari nafkah sekalipun tidak minimalnya sekali dalam tiap sepuluh hari. Jadi, kalau uruf/umumnya sudah dikatakan sering bepergian ke luar kota karena mencari nafkah, maka sudah bisa dikatakan keluar dari hukum musafir hingga karena itu wajib shalat penuh dan wajib puasa.

Tentu saja, kalau setahun sekali, apalagi dua tahun sekali, maka saya yakin tidak termasuk pada penjelasan beliau (wakil) tersebut.

Sinar Agama .

Tambahan:
a- Sekarang tinggal keyakinan antum. Kalau yakin pada kemestian pensyaratan pergi minimal sekali dalam sepuluh hari seperti yang ada dalam kitab yang saya miliki sejak sepuluh tahunan yang lalu itu, maka hendaknya melakukan seperti itu. Tapi kalau yakin dengan penjelasan saya, maka bisa melakukannya.

b- Ini fatwa Rahbar hf yang ada dalam kitab:

من كان يسافر الي عمله في كل عشرة ايام مرة واحدة علي الاقل كالموظف الذي يعمل في مدينة اخري تبعد من وطنه او محل اقامته بمقدار المسافة الشرعية فانه يتم الصلاة في السفر الشغلي الثاني وما بعده

"Barang siapa yang bepergian karena pekerjaan mencari nafkahnya setiap sepuluh hari setidaknya sekali pergi, seperti pekerja kantor yang pekerjaannya di kota lain yang jauh dari wathan atau tempat tinggalnya sejauh jarak musafir secara syari'at, maka ia mesti shalat penuh di kepergian yang ke dua dan setelahnya."

c- Perkiraan saya. Bantahan yang dilakukan wakil Rahbar hf itu, mungkin karena beliau sudah tahu bahwa maksud Rahbar hf yang sesungguhnya adalah diukur dari nilai banyaknya. Jadi, sepuluh hari sekali pergi itu, karena dipastikan sebagai banyaknya pergi hingga bisa dikatakan bahwa pekerjaannya dengan bepergian. Karena itu banyaknya bepergian tersebut tidak menutup pengertian pekerjaan seseorang yang dengan bepergian secara esensi. Atau bisa saja karena sudah dirubah oleh Rahbar hg. Allahu A'lam.

d- Penyandaran kepada kantor Rahbar hf dan pertanyaan ke kantor Rahbar hf atau kantor/situs yang bersentuhan dengan kantor Rahbar hf itu, bukan berarti benar-benar Rahbar hf, tapi syah/sah diamalkan sebagai fatwa Rahbar hf (tentunya), karena sudah diangkat menjadi penjawab bagi yang bertanya kepada beliau hf. Karena itu, bisa saja terjadi beda paham diantara para wakil tersebut. Nah, wakil yang selalu saya tanyai atau setidaknya jauh lebih sering itu, adalah yang paling handalnya dan paling lamanya menjadi wakil Rahbar hf. Tentu saja tidak menutup kemungkinan salahnya beliau atau salahnya pemahaman saya dalam memahami penjelasan beliau.

e- Memahami fiqih itu tidak mesti dikonotasikan dengan keadaan sekarang. Bayangkan, kalau di jaman masiih naik onta, lalu disyarati dengan sepuluh hari pergi sekali secara minimalnya, maka sudah tentu sulit mencari mishdaq atau aktualisasinya. Wong pernjalanannya saja bisa berbulan-bulan, lah ini baru pulang dari berbulan-bulan sudah mesti pergi lagi sebelum habis sepuluh hari kalau ingin mendapatkan kemudahan puasa (supaya bisa puasa) dan semacamnya.

f- Anjuran:
Dalam hal yang beda di atas, maka paling aman memilih yang paling hati-hati. Misalnya shalat dua kali, penuh dan qashr, terutama kalau bepergian mencari nafkahnya tidak sering secara aktualnya, misalnya tiga bulan sekali atau lebih dari itu kejarangannya. Tapi kalau bepergiannya sebulan sekali dan atau bahkan lebih sering dari itu, maka saya yakin (tapi antum tanggung sendiri apa yang antum akan pilih, saya tidak ikut menanggungnya dunia akhirat) tidak mesti berhati-hati. Karena ketika saya tanya, memang saya menyebutkan sekalipun kepergiannya sekali sebulan atau lebih dari sebulan jaraknya. Wassalam.

Orlando Banderas He..he..sholat bisa dua kali. Tamam dan qoshor. Tapi puasanya berarti puasa juga dan qodlo puasa juga untuk hati-hatinya.
Jadi bingung euy...he..he..
SukaBalas18 Juni pukul 20:27

Orlando Banderas Itu karena pemahaman wakil Rahbar hf bagian fatwa juga beda-beda
SukaBalas18 Juni pukul 20:29

Sinar Agama Orlando Banderas, kan bisa diakali seperti pergi setelah Zhuhur hingga bisa puasa dengan pasti di hari kepergiannya, dan pulang diusahakan sampai ke wathannya sebelum Zhuhur dan di jalan tidak makan apa-apa setelah adzan Shubuh (tapi tidak boleh berniat puasa) supaya wajib puasa di hari itu secara meyakinkan setelah sampai di wathannya. Jadi, jangan pukul rata dan global.

Atau bisa saja meyakini yang tidak puasa (seperti meyakini bahwa disyarati pergi minimalnya sekali dalam sepuluh hari) dan nanti diqadhaa'. Kan kalau membatalkan puasa karena tidak sengaja tidak kena kaffarah. Jadi, puasanya tidak tambah berat, karena cukup sekali puasa, yaitu puasa qadhaa'.

Sinar Agama Bingung itu juga ada fiqihnya, seperti mengambil yang terberat atau mengambil jalan tengah yang aman seperti yang dicontohkan di atas. Itu fiqihnya kebingungan.

Sinar Agama Dan bingung itu, bisa berbagai sebab, bisa karena pemahaman kita sendiri, atau karena guru-guru dan para wakil. Btw.
SukaBalas38 Juni pukul 21:00

Orlando Banderas Oya, syukron Ustadz. Jadi untuk puasa bisa diakali.

Btw, afwan Ustadz. Tentang contoh yg naik onta itu, justru dg syarat minimal 10 hari itu bisa diterapkan karena zaman sekarang khan sudah tidak perlu naik onta lagi untuk bepergian. Cukup naik pesawat atau mobil.
Afwan, contohnya yg naik onta itu justru menegaskan bhw 10 hari rutinitas minimal itu bisa dipakai karena sdh tidak ada yg bepergian naik onta lagi.

Sinar Agama Jadi, hukum Allah itu dulunya tidak berlaku dan sekarang di jaman pesawat baru ada?

Shadra Hasan Tuh mas Orlando dimarahin sm ust tuh, hehe

Orlando Banderas Bukan gitu Ustadz. Ustadz menyinggung ada kemungkinan perubahan fatwa. Jadi saya pikir yg rutinitas 10 hari itu justru fatwa baru sementara yg tidak mensyaratkan rutinitas 10 hari itu fatwa lama.

Orlando Banderas Itu dilihat di poin c diatas yg menyebutkan ada kemungkinan fatwa sudah dirubah. Kalau tdk mungkin terjadi perubahan fatwa, kenapa pula Ustadz memungkinkan itu ? Afwan.

Orlando Banderas Lagipula, bukankah perubahan fatwa itu biasa terjadi dan itu bukan aib karena tiadanya maksumin sekarang ini ?
SukaBalas18 Juni pukul 23:27

Sinar Agama Orlando Banderas, mbok kalau nulis itu dipikir beberapa kali, supaya tidak terlalu buang waktu. Emangnya antum di atas itu bicara perubahan fatwa hingga dihubung-hubungkan pada tulisanku?

Kalau kita tidak jujur pada diri kita hingga berkelit semau kita, lalu berkah apa yang kita harapkan dari Tuhan, wong kita sendiri yang menendangnya jauh-jauh.

Tapi kalau memang kesalahan paham, maka baca lagi dan renungkan lagi.

Haura Zahra Kayanya mas orlando nguji kesabaranya pak ustad tuuh....

Orlando Banderas Oke Ustadz, sy hanya melihat tulisan akhir dipoin c di kalimat "Atau bisa saja karena sudah dirubah oleh Rahbar hf. Allahu A'lam".
Apapun itu, oke deh, yang penting sudah dapat kesimpulan dari tulisan Ustadz.
Jazakallah khoiron katsiro

Sinar Agama Orlando Banderas, sebelum lihat tulisan ana, lihat tulisan antum dulu yang menjadi bahasan kita. Kok ada orang menulis, lalu berasalan dengan tulisan orang lain yang sama sekali tidak berhubungan?

Orlando Banderas Afwan Ustadz, berarti yang dimaksud Ustadz di akhir dipoin c di kalimat "Atau bisa saja karena sudah dirubah oleh Rahbar hf. Allahu A'lam".
Maksudnya apa ya Ustadz ? Ini mungkin saya yang salah paham.

Sinar Agama Orlando Banderas
Orlando Banderas Oya, syukron Ustadz. Jadi untuk puasa bisa diakali.

Btw, afwan Ustadz. Tentang contoh yg naik onta itu, justru dg syarat minimal 10 hari itu bisa diterapkan karena zaman sekarang khan sudah tidak perlu naik onta lagi untuk bepergian. Cukup naik pesawat atau mobil.
Afwan, contohnya yg naik onta itu justru menegaskan bhw 10 hari rutinitas minimal itu bisa dipakai karena sdh tidak ada yg bepergian naik onta lagi.
Suka · Balas · 8 Juni pukul 19:34
Sinar Agama
Sinar Agama Jadi, hukum Allah itu dulunya tidak berlaku dan sekarang di jaman pesawat baru ada?
Suka · Balas · 1 · Dikomentari oleh Mekar Sari Dua Belas · 8 Juni pukul 19:58 · Telah disunting
Shadra Hasan
Shadra Hasan Tuh mas Orlando dimarahin sm ust tuh, hehe
Suka · Balas · 8 Juni pukul 20:00
Orlando Banderas
Orlando Banderas Bukan gitu Ustadz. Ustadz menyinggung ada kemungkinan perubahan fatwa. Jadi saya pikir yg rutinitas 10 hari itu justru fatwa baru sementara yg tidak mensyaratkan rutinitas 10 hari itu fatwa lama.

Sinar Agama Disuruh mensucikan diri kok malah kemana-mana mas Orlando Banderas?

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.