Salam.
Di fikih pemula tertulis tentang wudlu jabiroh
1. Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika dia mampu berwudu secara normal, maka dia harus berwudu secara normal. Misalnya:
a. Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.
b. Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air tidak berbahaya baginya.
2. Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan per-mukaan luka terbuka dan air berbahaya baginya,* maka membasuh sekitarnya sudah cukup.
3. Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di punggung kaki (anggota usapan) dan permukaannya terbuka; jika tidak bisa diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan usaplah permukaan kain tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan.
Di fikih pemula tertulis tentang wudlu jabiroh
1. Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika dia mampu berwudu secara normal, maka dia harus berwudu secara normal. Misalnya:
a. Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.
b. Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air tidak berbahaya baginya.
2. Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan per-mukaan luka terbuka dan air berbahaya baginya,* maka membasuh sekitarnya sudah cukup.
3. Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di punggung kaki (anggota usapan) dan permukaannya terbuka; jika tidak bisa diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan usaplah permukaan kain tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan.
Pertanyaannya :
Di nomor 2 saya agak bingung. Kenapa tidak disuruh meletakkan jabiroh (perban) diatas luka terbuka itu dan membasuh diatas perban itu ? Khan tidak membahayakan kalau hanya membasuh diatas perban itu ? Kenapa disuruh hanya membasuh disekitar luka saja ? Tolong penjelasannya.
Di nomor 2 saya agak bingung. Kenapa tidak disuruh meletakkan jabiroh (perban) diatas luka terbuka itu dan membasuh diatas perban itu ? Khan tidak membahayakan kalau hanya membasuh diatas perban itu ? Kenapa disuruh hanya membasuh disekitar luka saja ? Tolong penjelasannya.
Syukron
0 comments:
Post a Comment