Wednesday, June 1, 2016

on Leave a Comment

Apakah boleh gambar2 para Imam maksum dll yg kita muliakan di pasang di dinding kamar tidur kita? Sedangkan kalau dikamar kita ganti pakaian sehingga merasa malu.


Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1006544882728751

Salam.
Apakah boleh gambar2 para Imam maksum dll yg kita muliakan di pasang di dinding kamar tidur kita ?
Sedangkan kalau dikamar kita ganti pakaian sehingga merasa nisin/malu, apalagi suami istri yg sedang melakukan hubungan badan?
Trims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Liza salam

Noer Maghfirah Maricar klo akhlakx see yah gak pnteslah,,

Lizar Dillah Mending di ruang tamu afdoll

Muhammad Rustam Noertika Salam...klo sy sih tdk elok..pasang saja di ruang tamu,sama ketika Anda simpan foto Imam di dompet,dan dompetnya diletakkan pas di celana kantong belakang..
SukaBalas14 Mei pukul 17:00

Muhammad Rustam Noertika Maaf...gambar2 imam

Andika Salam..

Debby Anggraini Ahsan di Ruang Tamu saja. Afuan.

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Tidak masalah insyaaAllah, karena tidak terhitung tidak menghormatinya dan tidak pula berniat untuk tidak menghormatinya.

Di pasang di ruang tamu kadang membuat para tamu yang bukan Syi'ah bertanya-tanya.

SukaBalas95 Mei pukul 1:03

Hadi Jusuf "jangan mencintai sesuatu secara berlebih. Bisa jadi suatu saat kita membencinya" (Imam Ali as)

Sinar Agama Hadi Jusuf,

Pertama, menyintai yang wajib dicintai itu harus penuh dan berlebih. Yang dimaksud Imam Ali as itu adalah menyintai yang tidak wajib tapi sekedar halal.

Yang ke dua, kalau obyek yang dicintai itu tidak terbatas seperti Tuhan, maka cinta makhluk tidak akan bisa melebihi hingga dikatakan berlebih.

Yang ke tiga, kalau obyek yang dincintai itu teramat tinggi seperti Nabi saww dan Ahlulbait as, maka sejauh apapun cinta kita, tidak akan pernah melebihi mereka as.

Yang ke empat, kalau obyek yang dicintai itu teramat tinggi walau tidak sampai pada makshum as, seperti ulama dan maraaji' maka cinta kita tidak akan pernah melebihi mereka.

Yang ke lima, kalau obyek yang dicintai itu biasa-biasa saja (tapi mubah, bukan haram), maka di sinilah Imam Ali as mengingatkan kita untuk menyintai secara biasa-biasa saja. Karena obyek itu setiap saat bisa berubah menjadi suatu hal yang kita benci. Kalau nanti menjadi obyek yang kita benci, maka kita akan malu kepada diri dan orang lain kalau sebelumnya berlebihan menyintainya.

Catatan:
- Menyintai kebenaran (haq) sejak dari Allah swt sampai ke gradasi berikutnya seperti Nabi saww, Qur an, Ahlulbait as dan para marja' dan ulama yang adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan lain-lainnya, mesti dengan berlebihan. Yakni melebihi takaran cinta kita kepada yang lain.

- Saya merabakan cinta berlebihan dalam hadits itu dalam artian halal dan positif, sebab maksud hadits itu bukan melarang cinta. Sementara cinta negatif, seperti pada yang haram atau cinta yang berlebihan hingga masuk dalam haram seperti menuhankan makhluk atau menyintai melebihi kewajiban agama dan akal, merupakan larangan yang haram. Karena itu tidak mungkin Imam Ali as membolehkan hal tersebut dengan hanya mengeremnya itupun dengan alasan karena suatu saat bisa membencinya.

- Kalaupun pada yang haram, maka jelas maksud beliau as bukan membolehkan akan tetapi hanya sekedar mau memberi peringatan pada umat bahwa menyintai obyek haram itu tidak usah dibanggakan dan dipamer-pamerkan serta dilebih-lebihkan. Sebab obyek-obyek haram itu akan segera berubah dan sirna. Nanti kalau bergaya-gaya dan hiperbolik dalam menyintainya, akan membuat malu bertaubat dari menyintainya lantaran sudah dipamer-pamerkan. Jadi, maksud beliau as adalah ingin menerangkan bahwa obyek-obyek tersebut akan cepat berubah dan bisa menjadi obyek kebencian yang sebelumnya menyintainya serta supaya tidak malu bertaubat.

- Menyintai kebenaran harus dengan cara yang benar. Karena itu, kalau menyintai kebenaran dengan caranya sendiri seperti menuhankan (mengkultuskan dan semacamnya) atau melebihkan obyeknya dari yang semestinya, maka hal ini tidak bisa dikatakan cinta yang sebenarnya. Hal ini adalah cinta semu yang bisa saja masuk ke dalam pelebihan cinta yang mungkin juga dimaksudkan Imam Ali as.

- Menyintai Allah swt harus dengan semaksimal mungkin sekalipun dikatakan berlebihan. Menyintai selain Allah swt, seperti Nabi saww dan Qur an serta Ahlulbait as dan para ulama serta maraaji', mesti karena Allah swt dan tidak boleh dimandirikan. Sebab pemandirian ini bisa digolongkan pada yang berlebihan dalam katagori haram.

- Menyintai Allah swt, Nabi saww, Qur an, Ahlulbait as, dan para ulama dan maraaji', mesti dengan aplikasi. Ini cinta yang hakiki. Sebab kalau tidak, maka hanya akan menjadi Cinta Rasa dan Perasaan dimana tempatnya di Ilmu Hushuli yang jangankan setelah mati, baru tua dan pikun saja, cinta dan ilmu hushuli ini akan dilupakan. Tapi kalau dengan aplikasi, maka cintanya selain berada di rasa/hati dan badan juga ada di akal. Dan kalau aplikasinya istiqamah, maka akan menjadi substansi manusia dan ilmunya akan menjadi Ilmu Hudhuri yang akan terus menyertainya ke liang lahat dan akhirat. Wassalam.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.