Wednesday, May 4, 2016

on Leave a Comment

Fiqih keseharian tentang najis darah, air toilet umum, larangan ziarah untuk wanita hamil, dan hukum minyak olahan tangan dari orang atheis?

Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/984069458309627


Penanya rikes langsung utk dijawab ust
Salam wa rahmah Ustadz..
1). Di jempol tangan ada luka dgn sedikit darah mengering, awalnya saya nggak tau ada darah kering lalu mencuci jempol tsb di bawah kran air kur.. apakah tetesan air di sekitar krannya jadi najis?
2). Kalau kita bersihkan najis di tangan dengan air qalil, selain air percikan, sisa basahan yg di tangan kan juga najis.. maka kita harus keringkan tangan tadi dgn tisue lalu buang tisunya (krn mutanajjis).
Nah, misal karena nggak ada tisue, kita banyakin aja cuciannya sampe 4-5 kali (contoh).. apakah basahan di tangan itu juga masih mutanajjis?
3). Kita tidak bisa mengatakan air itu kur kecuali kita yakin atau tahu dengan pasti. Kalau di hotel, masjid, mall atau di toilet umum, kata kerabat saya (syi'i) sudah pasti airnya kur. Karena tempat2 umum (menurutnya) pastilah menggunakan toren besar utk kebutuhan yg juga besar.
Bisakah kita pakai logika tsb?
4). Ada buku ibu hamil terjemahan Iran yg amalan di dalam bukunya merujuk ke hadits2 ahlulbayt, dikatakan bahwa salah satu larangan untuk ibu hamil adalah berziarah kubur. Benarkah?
Menurut ustadz larangannya makruh atau sekedar saran? Karena di sana tidak ditulis dalilnya.
5). Ada essential oil (semacam minyak gosok) yg pemiliknya adl sepasang suami istri atheis & Non muslim Non-Ahlulkitab, minyak itu dibuat dgn skala besar (ribuan botol perbulan) dgn bioteknologi. Bahan dasarnya adalah rempah-rempah. Perlukah kita khawatirkan kenajisannya? Atau boleh memakainya?
Trims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kalau darahnya tersisa setelah pencucian itu, maka air yang menetes dari pancurannya sewaktu mencuci tersebut, dihukumi tidak najis. Tapi tetesan setelah berpisahnya tangan dari kucuran air kur tersebut, dihukumi najis.

2- Basahan yang ada di tangan setelah pensucian yang ditandai dengan siraman ke dua atau ke tiga sesuai dengan petunjuk fiqih itu, dihukumi tidak najis. Jadi, tidak perlu dikeringkan dengan tissu, dibanyakin siramannya dan seterusnya.

3- Seingat saya pertanyaan ini sudah dijawab sebelumnya. Pada waktu itu saya katakan harus yakin dulu secara fakta (kalau tidak salah seperti itu jawaban sebelumnya). Jawaban itu benar adanya.

Tapi kalau mau ditambahi maka logika yang antum tanyakan itu, kalau tempatnya besar sekali dalam arti teramat banyak pemakaiannya, maka bisa saja diyakini seperti itu. Sebab bisa saja logikanya sepert ini bahwa kalau torennya diotomatiskan di bawah 384 liter maka pengisiannya bisa tidak mencukupi untuk mengejar pemakaiannya. Misalnya di hotel besar. Mengisi toren di empat ratus liter itu bisa tidak mengejar pemakain penyewa hotel yang dipakai untuk WC dan mandi. Kalau logika ini umum dan uruf, maka bisa dipakai. Begitu pula di tempat-tempat lainnya.

4- Kalau sampai makruh saya tidak tahu. Saya sudah cari-cari di fatwa tapi tidak ketemu. Kalau untuk tasy-yii' janazah, maka wanita dimakruhkan baik hamil atau tidak, baik yang meninggal itu wanita atau pria.

5- Kalau bukan buatan pabrik mesin, sudah tentu wajib dinajiskan.

Muhammad Nur Arief Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa aali Muhammad

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.