Tuesday, April 5, 2016

on Leave a Comment

Hal-Hal Yang Membuat Seseorang Belum Mengikuti Syi’ah Oleh Ustad Sinar Agama


Link : https://www.facebook.com/notes/andika/hal-hal-yang-membuat-seseorang-belum-mengikuti-syiah-oleh-ustad-sinar-agama/809687572427904


Sang Pencinta:

Salam ust, kali ini out of fiqh context ya, sepengetahuan ust apa sebenarnya yang mendasari Ulama Sunni tidak mau melepas ke-Sunni-annya, walopun ia mengetahui kebenaran Syiah?
Afwan


Sinar Agama:

Salam dan trims pertanyaannya:
Tidak mungkin seorang ulama sunni dan apa saja, kalau  sudah  mengerti kebenaran Ahlulbait as (syi'ah), untuk tetap bertahan di madzhab sebelumnya. Jadi, kalau ada yang tidak mengikuti syi'ah, mungkin masih ada yang mengganjalnya yang dia tidak berani atau malu mengutarakannya Atau sedikit berita yang diketahui tentang kebenaran syi'ah-nya itu sebenarnya masih belum sempurna, jadi baru ketingkat sama-sama benar.

Atau berita tentang kebenaran syi'ahnya itu  sudah  cukup banyak, tetapi belum melihat secara mendasar kesalahan madzhabnya yang sebelumnya. terlebih hal ini bisa menjadi lebih terabaikan, manakala kalau syethan telah menakut-nekutinya dengan kehilangan maqam-maqam sosial sebelumnya, seperti pesarntrennya, umatnya, pangkatnya ... dst.

Bisa juga berbagai sebab lainnya. Bisa harga diri, uang, perempuan, maqam sosial dan semacamnya.

Yang  penting, kita dan siapapun, tidak ada yang berhak untuk menghukumi seseorang itu ahli neraka. Karena, kebelum terimaannya pada kebenaran itu, bisa saja dikarenakan ganjalan-ganjalan yang cukup logis yang mana hal itu biasanya tidak kita ketahui karena kita tidak tahu batin dan akal seseorang. Karena itu,  janganlah menjadi wahabi yang menebar bid'ah, syirik, kafir dan neraka sesukanya, dan hanya membagi surga pada golongannya sendiri. Intinya,  jangan  berusaha menjadi Tuhan dan Nabi saww.

Tidak usah sakit hati melihat seseorang yang menolak kebenaran dan bergelimang  dalam  nikmat. Karena hal itu, bukanlah keutamaan bagi pencari Tuhan.  begitu  pula, jangan meremehkan seseorang yang menolak kebenaran dan bergelimang  dalam  nikmat atau bahkan derita, karena kita tidak tahu sebab sebenarnya ia menolak  tersebut . Karena bisa saja disebabkan udzur dimana Tuhan yang tahu hal  tersebut .

Jadi, hiduplah dengan nyaman dan penuh keindahan ilmu dan takwa serta keindahan cinta terhadap sesama dan bahkan pada makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya, seperti binatang-binatang dan rumput-rumput sekalipun. Isilah dengan ilmu, amal dan penghormatan yang wajar kepada siapapun.  jangan  sesakkan dada karena lingkungan kurang santun, kecuali kalau kita melakukan dosa. Jangan palingkan wajah kita, fokus kita, pikiran kita dan cinta kita kepada selain kebenaran dan sumbernya, yaitu Tuhan.

Ingat, yang berhak berdiri di akhirat kelak manakala  sudah  diseru "Berdirilah sesiapa yang merasa punya tuntutan pada Tuhan!" hanyalah orang-orang  yang biasa memaafkan hamba-hambaNya di dunia. Tentu memaafkan secara profesional sesuai akal dan ajaranNya, yaitu tanpa melenyapkan nilai kebenaran dan ketaatan padaNya dan tanpa menyodorkan kepala kita untuk dikepru-i (dianiaya).

Sibukkkanlah diri antum dengan banyaknya hal yang belum diketahui, dan mengamalkan yang  sudah  diketahui yang , semuanya hanya dan hanya karenaNya. Boleh berfikir tentang lingkungan dan semacamnya, seperti yang antum tanyakan ini, akan tetapi,  jangan  sampai meruwetkan diri ke dalamnya terlalu dalam hingga melupakan tanggung jawab diri sendiri. Memang, memikirkan lingkungan adalah tanggung jawab kita, akan tetapi, jangan jadikan ia satu-satunya tanggung jawab hingga memeras dan menguras semua potensi kecerdasan dan ketaatan yang ada pada kita.

wassalam.


Aroel D' Aroel :

salam ustad, boleh tau ga sedikit cerita tentang berpindahnya antum dari satu mazhab ke mazhab lain hingga sampai ke mazhab ahlul bait... afwan.


Sinar Agama :

Aroel: Itu kenangan yang tidak pernah terlupakan. Karena ketika bergaul dengan orang-orang  syi'ah dan para ulamanya di sekolah internasional yang suci dari paksaan dan lecehan walau, sebegitu bebas melepas pandanganpandangannya, dimana juga tempat berkumpulnya mahasiswa berbagai madzhab, diri yang hina ini yang waktu merasa pewaris surga ini (karena saya wahabi/muhammadiah sesudah saya sunni), merasa terkagum-kagum karena mereka tidak pernah mengajak sekalipun kepada keyakinan mereka, apalagi mengusik  kita-kita  yang beda dengan mereka.

Kalau mereka bediskusi seperti para nabi yang sulit dipatahkan, kalau mereka berperang berani seperti singa tetapi penyantun seperti ibu pada Sandra-sandranya, kalau berdoa bagai anak kecil kehilangan mainannya menangis meraung-raung, kalau mengutarakan pendapatnya lancar bagai bernafas di pagi hari, kalau di debat reliks dan dingin seperti danau, kalau diejek tersenyum manis penuh maaf, kalau belajar bahkan sambil berjalan di pasar, kalau beribadah bagai mau mati stelahnya, tidak pernah sombong dengan kebenaran yang dibawanya bahkan sebaliknya merasa harus benar mengamalkan sebaik-baiknya karena kebenaran bukan untuk dibangga-banggakan saja tetapi justru untuk diaplikasikan, dan seterusnya,  dari fadhilah-fadhilah akhlak yang dulu ketika aku di sunni dan wahabi, hanya berupa cerita-cerita suci  dalam  buku-buku akhlak.

Walau mereka tidak pernah mengajak, aku tahu kewajibanku atas diriku sendiri. Karena Allah berfirman bahwa satu atom kebaikan dan keburukan harus dipertanggung jawabkan. Karena akupun mulai mengganggu mereka dengan pertanyaan, debatan dan ini itu. tetapi semuanya tidak pernah ada yang bisa menoreh sedikit saja keyakinan-keyakinan mereka dan semuanya kembali kepada diriku sendiri. Semua seranganku kembali pada diriku sendiri dan semua penguatku pergi menjauhiku dan menguatkan mereka. Karena kalah terus selama berbulan-bulan, maka tidak lagi ada yang tersisa dari sangkaan kebenaranku dan tidak tersisa pula kiraan sesatku yang kunisbahkan kepada mereka. Sebegitu terangnya kesalahanku dan sebegitu teragnya kebenaran mereka.

Bukan hanya terpana, tetapi juga tersedot (majdzuub) sebegitu ringannya dan sebegitu lepasnya. Karena itulah ana sering mengatakan bahwa buang jauh-jauh diri dan ego serta kebanggaan diri, karena hanya dengan itu kita akan tersedot kepada kebenaran gamblang. Memang, kebenaran gamblang itu selamanya akan gamblang, tetapi sikap manusia akan berbeda-beda. Siapa saja yang melihat dirinya penting dan, apalagi besar, maka ia akan semakin melihat kegamblangan itu kecil dan tak penting dan, kapan saja seseorang tidak melihat dirinya penting dan, apalagi berharga, maka ia akan melihat kegamblangan itu semakin penting dan berharga dan, akhirnya ketersedotan itu yang akan berlaku pada dirinya.

Kemuliaan hamba itu bukan semakin banyaknya memiliki sesuatu dimana setiap sesuatu itu hanya milik Allah, tetapi semakin hilangnya kepemilikannya dan semakin mutlaknya kepemilikanNya.

Akhirnya, ketika kulihat pijakanku hanya kebenaran khayali, dan surgaku hanyalah dakwaanku, Qur an-haditsku benar-benar Qur an dan haditsku dan bukan yang dimaksud Allah dan Nabi saww, sementara kulihat kebenaran mereka lebih terang dari matahari maka, tanpa berani menunda seditikpun kuangkat bendera kebenaran Ahlulbait as dan, kutancapkan dalam lubuk hatiku dengan ijin dan hidayahNya.  semoga  kita semua diterimaNya,
amin.
wassalam



0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.