Bismillaah: Hari Ulang Tahun Kelahiran Hdh Faathimah Bintu Nabi saww (20 - Jumaadi al-Tsaani, 8 tahun sebelum hijrah).
Ikut mengucapkan hari suka dan bahagia serta ucapan selamat atas lahirnya mutiara Ilahiah Hdh Faathimah as yang sekaligus dijadikan "Hari Ibu" muslimah sedunia, pada kanjeng Nabi saww, Ahlulbait as terutama beliau as sendiri dan Imam Ali as serta Imam Mahdi as, kepada seluruh ulama dan maraaji' terutama Rahbar tercinta imam Ali Khamenei hf, kepada seluruh kaum mukminin dan muslimat di seluruh dunia terkhusus teman-teman Facebook. Semoga hari bahagian ini menjata petanda pertama sebelum kebahagiaan di akhirat dalam selimut syafaat mereka as, amin.
Ulangan dan Ringkasan Tentang Sedikit Bayang Hdh Faathimah as
1- Allah swt dalam QS: 33:33, berfirman:
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
"Sesungguhnya Allah hanya ingin menepis segala kotor/dosa dari kalian Ahlulbait as dan mensucikan kalian sebersih bersihnya."
Dalam QS: 56: 77-80 juga berfirman:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (79) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (80)
"Sesungguhnya dia adalah Qur an yang mulia. Ada dalam kitab terjaga. Tidak dapat disentuh kecuali yang suci. Diturunkan dari Tuhan semesta alam."
Catatan Dua Ayat di Atas:
a- Saya sudah sering menjelaskan bahwa dalam riwayat Sunni sekalipun diterangkan bahwa QS: 33:33 tentang kemakshuman Ahlulbait di atas diturunkan untuk Nabi saww, Hdh Faathimah as, Imam Hasan as dan Imam Husain as. Hal ini juga disaksikan oleh dua istri Nabi saww sendiri, yaitu:
a-1- 'Aisyah, di: Shahih Muslim, 2/368 (15/194 yang disyarahi Nawawi); Syawaahidu al-Tanziil, 2/33 (hadits ke: 676, 677 s/d 681 dan di hadits ke: 682-684 dimana di tiga hadits terakhir ini 'Aisyah sendiri selain menyaksikan tentang Ahlulbait as di atas dia juga menyaksikan bahwa dirinya tidak masuk di dalamnya); Mustadrak Hakik, 3/147 (dia/Hakim menshahihkan); Tafsir al-Durru al-Mantsuur, Suyuthi, 5/198-199; Dzakhaairu al-'Uqbaa, Thabari, 24; dan lain-lain yang banyak lagi.
a-2- Ummu Salama, di: Shahir Turmudzi, 5/31, hadits ke: 3258, 5/328, hadits ke: 3875, 5/361, hadits ke: 3963; Syawaahidu al-Tanziil, 2/24, hadits ke: 659, 706 - 710, 713 - 714, 717, 720, 722, 724 - 726, 729 dan seterusnya sampai semuanya mencapai 31 hadits); Tafsir Ibu Katsiir, 3/484-485; Dzakhaairu al-'Uqbaa, Thabarii, 21-22; Usdu al-Ghaabah, Ibnu Atsiir, 2/12, 3/413, 4/29; Tafsir Thabari, 22/7-8; Al-Durru al-Mantsuur, Suyuthi, 5/198; dan lain-lain yang banyak sekali.
b- Dengan penjelasan di atas (a-1 dan a-2) dapat dipastikan bahwa keluarga Nabi saww yang makshhum adalah Ahlulbait as yang diikuti orang-orang yang dikenal Syi'ah, yaitu Imam Ali as, Hdh Faathimah as, Imam Hasan as dan Imam Husain as.
c- Ahlulbait as yang disebutkan di atas adalah sebagai Ahlulbait yang berfungsi sebagai sebab nuzul ayat, bukan sebagai pembatas Ahlulbait as. Sebab masih ada Ahlulbait as yang lain yang belum lahir kala itu, yaitu 9 Imam Makshum lainnya. Sebab di Shahih Bukhari (hadits ke: 7222 dan 7223) dan Shahih Muslim (hadits ke: 3393, 3394 dan 3398), disebutkan bahwa Imam atau Pemimpin itu hanya 12 orang. Sementara di hadits-hadits lain menerangkan bahwa Imam Mahdi as itu, yakni Imam yang akan datang di menjelang kiamat tiba dan menguasakan keadilan Islam yang penuh rahmat dan santun ke atas seluruh dunia, adalah dari Ahlulbait as sebagaimana sabda Nabi saww:
المهدي منا أهل البيت يصلحه الله في ليلة
"Mahdi itu dari kami Ahlulbait, Allah akan memenangkannya dalam satu hari (baca: sangat singkat)."
Hadits-hadits seperti terlalu banyak di Sunni, seperti: Tafsir al-Durru al-Mantsuur, Suyuuthi, tafsir surat: 47:16-19; Shawaa'iqu al-Muhriqah, 2/473; Mustadrak Haakim, hadits ke: 8820; Al-Musnad al-Jaami', 13/225; Jaami'u al-Ahaadiits, hadits ke: 24663; Jaami'u al-Jaami', hadits ke: 281; Sunan Ibnu Maajah, hadits ke: 4075, 4223; Musnad Ahmad Bin Hanbal, hadits ke: 610, 644; dan lain-lain yang banyak sekali.
d- Dengan semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ahlulbait yang makshum itu ada 14 orang, yaitu Nabi saww, Hdh Faathimah as dan 12 Imam Makshum as sampai ke Imam Mahdi as yang akan keluar di kemudian hari (semoga sudah dekat kedatangan beliau as, amin.).
e- Tentang Qur an sendiri, disamping dikatakan seperti di atas itu, juga diterangkan dalam QS: 16:89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
"Dan Kami menurunkan kepadamu (Muhammad) al-Kitab (Qur an) sebagai penjelas SEGALA sesuatu dan petunjuk dan rahmat dan pembawa kabar gembira bagi semua kaum muslimin."
Jadi, Qur an itu memiliki lahir dan batin. Lahirnya yang ada di tangan kita semua. Batinnya adalah maknanya dengan segala cakupannya. Sebab maknanya menerangkan segala apa saja tanpa kecuali, baik tentang agama, keberadaan, pelanet, dan perkembangan manusia dengan segala hukumnya sampai hari kiamat (termasuk kemajuan manusia di bidang teknologi).
Qur an yang memiliki hakikat seperti itu, yakni menerangkan semuanya hal itu, berada di Lauhu al-Mahfuuzh yang tidak bisa disentuh atau digapai kecuali oleh orang yang disucikan atau makshum.
Jadi, hakikat Qur an yang menjelaskan segala hal itu, hanya diketahui secara lengkap dan benar seratus persen, oleh para makshumin as, yaitu Nabi saww dan Hdh Faathimah as serta 12 Imam Makshum as.
f- Dengan semua penjelasan di atas maka dengan pasti bahwa Hdh Faathimah bintu Nabi saww, mengetahui semua isi Qur an. Karena itu, beliau as mengetahui semua hal dan keberadaan. Karena Qur an menjelaskan semua keberadaan dan apa saja hukum yang menyangkut keberadaan itu.
2- Dalam hadits Qudsi Allah swt berfirman kepada Nabi saww:
لولاك لما خلقت الافلاك ولولا علي لما خلقتك ولولا فاطمه لما خلقتكما
"Kalau bukan karena kamu (Muhammad) maka Aku tidak mencipta alam, dan kalau bukan karena Ali, Aku tidak menciptamu dan kalau bukan karena Faathimah maka Aku tidak mencipta kalian berdua."
Catatan Hadits:
a- Dalam kitab-kitab Sunni hadits Qudsi itu juga diriwayatkan walau hanya potongan pertamanya, yaitu:
لولاك لما خلقت الافلاك
"Kalau bukan karena kamu (Muhammad) maka Aku tidak mencipta alam semesta."
b- Hadits di atas tergolong hadits yang masyhur/terkenal. Di Sunni sering dikatakan maudhu'/palsu oleh sebagian ahli hadits, akan tetapi mereka tetap mengakui kebenaran matan/isi-nya, misalnya:
قال محمد بن عبد الحي اللكنوي في كتابه (الآثار المرفوعة في الاخبار الموضوعة ج1 ص44): (قال علي القاري في تذكرة الموضوعات حديث: (لولاك لما خلقت الافلاك) قال العسقلاني موضوع كذا في الخلاصة، لكن معناه صحيح
Berkata Muhammad bin 'Abdu al-Hay al-Kunawi dalam kitabnya Aatsaar al-Marfuu'ah Fii al-Akhbaari al-Maudhuu'ah, 1/44: Berkata Ali al-Qaarii dalam kitabnya Tadzkiratu al-Maudhuu'aat: "Hadits 'Kalau bukan karena kamu Aku tidak mencipta alam', berkata al-'Asqalaanii bahwa hadits tersebut adalah maudhuu', dan begitu pula dalam kitabnya al-Khulaashah. Akan tetapi dari sisi maknanya adalah benar."
c- Sedang yang menganggapnya hadits shahih di kitab-kitab Sunni bisa dilihat di: Tafsir Mazhhari, 10/304; Tafsir Aluusii, di tafsiran QS: 78:37; Tafsir al-Nisaabuuri, tafsiran QS: 2: 252 - 254; Tafsir Haqqii, tafsiran QS: 2:164; Tafsir Ruuhu al-Bayaan, 1/25-26; dan lain-lainnya.
Rasyid Ridha dalam majalahnya al-Manaar, 14/821, berkatan:
10 - القول بأن النبي صلى الله عليه وسلم علة لخلق الكون .
المشهور المعروف عن متكلمي الأشاعرة الذين يتبعهم أكثر المسلمين
المشهور المعروف عن متكلمي الأشاعرة الذين يتبعهم أكثر المسلمين
"10- Perkataan bahwa Nabi saww adalah sebab/illat penciptaan alam, dikenal secara masyhur dan terkenal di ulama ahli Kalam Asy'ari yang diikuti oleh kebanyakan kaum muslimin."
d- Sedang di kitab-kitab Syi'ah dapat dilihat di: Majma'u al-Nuurain, 187; Mustadrak Safiinatu al-Bihaar, 3/169, 8/243; dan lain-lain.
3- Ulama-ulama Sunni terutama ahlulhadits atau yang kemudia berkembang menjadi Wahabi (lahir secara tunas dari Ahmad bin Hanbal dan diteruskan oleh Ibnu Taimiyyah hingga menjadi semacam pohon, lalu diteruskan oleh Wahabi yang menjadi pohon yang jumawa dan kokoh sampai sekarang), selalu berdalil dengan ayat di QS: 51:56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan tidak Kucipta jin dan manusia kecuali untuk taat."
4- Mungkin ada ulama lain yang mengira bahwa hadits itu mengandung keghuluan (terlalu dalam pelebihan), sebab menerangkan bahwa Hdh Faathimah as lebih afdhal dan lebih tinggi dari Rasulullaah saww (na'udzubillah).
5- Semua problem itu dapat diselesaikan dengan menambah ayat di QS: 21:107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tidak Aku tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk semua alam."
5- Cara Penyelesaiannya:
Menyelesaikan problem di atas dan sekaligus memahami kandungan hadits Qudsii ("...kalau bukan karena Faathimah maka tidak Kuciptakan kalian berdua -nabi Muhammad saww dan Imam Ali as"), yaitu dengan cara:
Menyelesaikan problem di atas dan sekaligus memahami kandungan hadits Qudsii ("...kalau bukan karena Faathimah maka tidak Kuciptakan kalian berdua -nabi Muhammad saww dan Imam Ali as"), yaitu dengan cara:
a- Pedoman Pasti Pertama.
Pedoman pasti pertama secara ayat dan riwayat serta akal sehat adalah bahwa penciptaan alam ini (termasuk manusia) sudah pasti demi kebaikannya. Dan Tuhan adalah Maha Baik/Indah. Karena itu maka sudah pasti tujuan/illat penciptaan adalah Diri Allah swt sendiri, bukan yang lainNya.
Pedoman pasti pertama secara ayat dan riwayat serta akal sehat adalah bahwa penciptaan alam ini (termasuk manusia) sudah pasti demi kebaikannya. Dan Tuhan adalah Maha Baik/Indah. Karena itu maka sudah pasti tujuan/illat penciptaan adalah Diri Allah swt sendiri, bukan yang lainNya.
Saya sudah sering menerangkan bahwa illat/sebab penciptaan itu ada dua, Tafsiran Kalam-Filsafat dan Tafsiran Irfan. Kalau Kalam-Filsafat menerangkan penciptaan ini karena demi pencapaian kebaikan makhluk pada kebaikan. Dan kebaikan yang hakiki adalah Allah swt. Karena itu, penciptaan makhluk ini untuk dengan dengan Maha Baik. Dan dekat dengan Maha Baik itu tidak bisa selain dengan menjadi hamba dan budakNya yang, diistilahkan dengan 'ubudiyyah atau penghambaan dan ketaatan padaNya.
Jadi, ayat yang mengatakan "Tidak Kucipta jin dan manusia kecuali untuk menaati." adalah ayat yang dapat dipahami dengan uraian akal di atas. Artinya, Tuhan tidak memerlukan ketaatan dan penyembahan kita dengan firmanNya ini, sebab Dia adalah Kesempurnaan Tidak Terbatas dan tidak kurang suatu apapun apalagi dari makhlukNya sendiri. Jadi, pengambdian padaNya itu tidak lain demi kebaikan mahluk itu sendiri agar mendapatkan kesempurnaan lebih dari kesempurnaan pertamanya sewaktu awal kali diciptakanNya.
Karena itu dapat disimpulkan secara pasti bahwa tidak mungkin ada tujuan atau hikmah penciptaan selain Allah swt sendiri.
Secara tafisran Irfanpun juga demikian. Karena Tuhan tidak mencipta selain karena DiriNya sendiri sebagaimana sudah dibuktikan di catatan-catatan sebelumnya. Yaitu karena kalau Tuhan dalam mencipta disebabkan penyampaian kebaikan untuk makhluk maka perbuatan ini juga perlu tujuan. Artinya, sekalipun Tuhan tidak memerlukan apa-apa untuk DiriNya dan sekalipun harus bertujuan karena kalau tidak bertujuan dalam perbuatanNya maka akan sia-sia dimana sangat tidak mungkin dilakukanNya, hingga diambil keputusan bahwa Dia bertujuan dalam mencipta akan tetapi untuk makhlukNya, maka sekarangpun juga masih bisa dipertanyakan, yaitu kalau Tuhan dalam mencipta untuk menyampaikan kebaikan untuk makhlukNya, maka penyampaian ini sendiri punya tujuan atau tidak? Kalau punya, maka berarti Tuhan memerlukan pada yang lain, dan kalau untuk menyampaikan kebaikan pada makhlukNya maka penyampaian ke dua ini juga masih bisa dipertanyakan. Begitu seterusnya hingga tidak ada henti dan hingganya.
Karena itu Irfan mengatakan bahwa penciptaan ini karena Diri Allah swt sendiri. Yakni Allah swt memiliki sebab dalam menciptakan, yaitu DiriNya sendiri. Artinya, karena Tuhan Tidak Terbatas, maka Dia Tidak Kurang Suatu Apapun dan Maha Sempurna. Karena itu Dia tahu kalau DiriNya bisa mencipta, merahmati dan semacamnya hingga karena itulah Dia mencipta. Lebih jelasnya karena Tuhan menyukai DiriNya sendiri maka menyintai seluruh sifat dan kesempurnaanNya yang diantaranya adalah mencipta, merahmati, mengapuni, memberi rezki, memberi petunjuk dan seterusnya. Jadi, sebab penciptaan itu adalah DiriNya sendiri.
Tapi karena keMaha-anNya itulah maka semua perbuatannya pasti juga Maha. Karena itu akan memiliki hikmah pada setiap individu makhlukNya. Sala satu hikmahnya adalah menyempurnakannya makhluk itu sendiri sebagaimana dapat dijangkau oleh ilmu Kalam dan Filsafat. Tapi Kalam dan Filsafat mengiranya sebagai tujuan penciptaan sementara Irfan menyakininya sebagai hikmah.
Apapun itu, sebab/illat atau hikmah, penfokusan dari makhluk itu tidak mungkin selain DiriNya sendiri.
b- Pedoman Pasti Ke Dua.
Pedoman pasti ke dua secara ayat, riwayat dan akal sehat adalah bahwa Nabi saww itu adalah rahmat bagi segenap alam, baik yang telah lalu, sekarang dan akan datang, dan baik di dunia ini atau di akhirat, serta baik ciptaan materi atau non materi seperti para malaikat. Kandungan makna ini terdapat dengan jelas di QS: 21:107 di atas.
Pedoman pasti ke dua secara ayat, riwayat dan akal sehat adalah bahwa Nabi saww itu adalah rahmat bagi segenap alam, baik yang telah lalu, sekarang dan akan datang, dan baik di dunia ini atau di akhirat, serta baik ciptaan materi atau non materi seperti para malaikat. Kandungan makna ini terdapat dengan jelas di QS: 21:107 di atas.
Kalau secara akalnya maka Nabi saww adalah nabi dan rasul terakhir. Karena itu, sudah pasti ajaran beliau saww lebih lengkapnya ajaran. Sementara yang mengemban tugas seperti ini, sudah pasti sesuai dengan tingginya kandungan ajarannya. Karena itu, sudah pasti kesiapan beliau saww melebihi para nabi dan para rasul yang lain.
c- Pedoman Pasti Ke Tiga.
Pedoman pasti ke tiga secara ayat, riwayat dan akal sehat adalah bahwa Nabi saww paling afdhalnya manusia, baik yang telah lalu atau yang akan datang, baik orang biasa atau para nabi dan rasul.
Pedoman pasti ke tiga secara ayat, riwayat dan akal sehat adalah bahwa Nabi saww paling afdhalnya manusia, baik yang telah lalu atau yang akan datang, baik orang biasa atau para nabi dan rasul.
Dalilnya adalah ayat di atas yang menerangkan bahwa Nabi saww adalah rahmat bagi segenap alam semesta. Kalau untuk yang mendatang adalah bahwa beliau saww adalah utusan Tuhan untuk umat ini sampai hari kiamat. Sementara setiap utusan dan rasul, sudah pasti lebih baik dari umatnya karena kalau tidak maka tidak berasalan Tuhan Yang Maha Bijak memilih yang lebih rendah dari yang lebih tinggi dan umatnya juga akan melecehkan para nabi yang di bawah tingkat akhlaknya dari umatnya. Begitu pula filsafat kenabian yang untuk mengajari dan dicontohi, tidak akan tercapai sama sekali. Karena yang diajari lebih pintar dan yang mau dicontohi juga lebih baik dari rasul yang bersangkutan. Semua ini dalil ketidakmungkinan bahwa nabi/rasul utusan itu lebih rendah dari umatnya.
Dalil di atas untuk kelebihan Nabi saww dari semua manusia, baik muslim atau kafir. Sedang dalil khusus untuk muslimin maka cukuplah apa-apa yang diajarkan beliau saww. Karena dalam Islam diyakini bahwa pahala dari pengajaran ilmu yang bermanfaat dan terus menerus diajarkan itu, akan terus mengalir kepada pengajarnya sampai hari kiamat walau pengajarnya sudah meninggal. Karena itu, apapun kebaikan yang dilakukan kaum muslimin maka Nabi saww mendapatkan pahalanya.
d- Pedoman Pasti Ke Empat.
Pedoman pasti ke empat secara ayat, riwayat dan akal adalah bahwa Nabi saww pasti lebih tinggi dari Ahlulbait as. Hal ini karena Nabi saww adalah guru mereka as dan rahmat bagi mereka as. Jadi, apapun yang dicapai oleh Ahlulbait as adalah karena pengajaran Nabi saww hingga karena itulah beliau saww juga mendapatkan pahalanya. Jadi, setinggi apapun derajat yang dicapai oleh para Ahlulbait as, akan tertuang kepada Nabi saww juga, sementara tidak sebaliknya. Jadi, Nabi saww selalu lebih unggul dari mereka semua as.
Pedoman pasti ke empat secara ayat, riwayat dan akal adalah bahwa Nabi saww pasti lebih tinggi dari Ahlulbait as. Hal ini karena Nabi saww adalah guru mereka as dan rahmat bagi mereka as. Jadi, apapun yang dicapai oleh Ahlulbait as adalah karena pengajaran Nabi saww hingga karena itulah beliau saww juga mendapatkan pahalanya. Jadi, setinggi apapun derajat yang dicapai oleh para Ahlulbait as, akan tertuang kepada Nabi saww juga, sementara tidak sebaliknya. Jadi, Nabi saww selalu lebih unggul dari mereka semua as.
Dalil lainnya adalah apapun yang dicapai Ahlulbait as, merupakan rahmat dari Allah swt melalui Nabi saww sesuai ayat di atas. Jadi, bagaimana mungkin yang dirahmati dan diajari secara ilmu dan amal (bukan hanya ilmu seperti guru-guru lainnya) lebih tinggi dari yang merahamati dan mengajari secara lengkap dan makshum dalam ilmu dan amal.
e- Setelah kita memperhatikan nilai-nilai dasar yang tidak bisa diganggu gugat di atas, maka kita dapat lebih mudah memahami bahwa:
e-1- Nabi saww adalah sebab/illat dari penciptaan semesta di hadits Qudsi di atas.
Karena dengan tertumpunya tujuan/hikmah penciptaan HANYA pada Allah swt sebagaimana sudah diterangkan di atas, maka kesebaban di hadits Qudsi ini, bukan kesebaban sebagai tujuan yang dalam istilah filsafat diistilahkan dengan Illat Ghaaiyyah atau Sebab Tujuan, seperti kita sekolah disebabkan ingin pandai.
Orang yang tidak jeli dalam hal ini, telah jatuh pada penghukuman hadits Qudsi di atas sebagai hadits palsu/maudhuu'. Hal itu karena mereka mengira bahwa kesebaban penciptaan di hadits Qudsi itu sebagai Sebab-Tujuan. Karena itulah mereka mencak-mencak dengan mengatakan sudah dibantah oleh Tuhan dalam QS: 51:56 di atas yaitu yang menerangkan bahwa penciptaan jin dan manusia itu untuk menaatiNya.
Kalimat: "Kalau bukan karena kamu Aku tidak mencipta alam semesta...", tidak selalu bermakna kekarenaan dan kesebaban dalam tujuan.
Kalau boleh saya dekatkan dengan kalimat keseharian kita seperti: "Kalau bukan karena ingin mengajar masyarakat desaku, maka aku tidak meneruskan sekolah."
Dalam kalimat di atas, walau tercium bau tujuan penyempurnaan yang selaran dengan penggapaian, akan tetapi maksud pastinya adalah tujuan pemberian yang selaras dengan penyempurnaan obyek yang dijadikan obyek perbuatannya.
Kalimat di atas juga mirip sekali dengan kalimat: "Kalau bukan karena kamu yang telah alim dan taqwa maka aku tidak membuat pesantren."
Jadi, pembelajaran diri di atas dan pembuatan pesantren di atas, tidak lain untuk tujuan pemberian, bukan pengambilan kesempurnaan. Memang dari sisi lain penyempurnaan, yaitu pahala dan derajat di sisi Allah, akan tetapi hal itu tidak berhubungan dengan bahasan kita dalam illat yang diucapkan dan menjadi tujuan perbuatan atau setidaknya sebagian tujuannya.
Dengan semua penjelasan di atas itu, maka dapat dipahami bahwa penciptaan Nabi saww adalah tujuan/hikmah pemberian, bukan penyempurnaan. Karena selain Allah swt, tidak mungkin dan tidak boleh jadi tujuan penciptaan sekalipun hal itu adalah kanjeng Nabi saww sendiri. Memang Nabi saww paling hebat dari semua, akan tetapi tujuan dan hikmah tetap Allah swt sendiri.
Selain itu kita juga dapat memahami bahwa sebab/illat di hadits Qudsi itu adalah illat pemberian. Jadi, kalau bukan karena Nabi saww yang akan menjadi wasilah/perantaraan bagi perahmatan Tuhan untuk semua makhluk, maka Tuhan tidak akan mencipta alam semesta ini.
Lebih gamblangnya, karena Tuhan tahu dalam ilmuNya Yang Tidak Terbatas itu, maka Dia tahu bahwa akan ada manusia yang menggapai derajat paling afdhalnya makhluk yaitu kanjeng Nabi saww. Dan karena itulah maka Tuhan mencipta alam semesta sebagai obyek dari penyaluran rahmatNya yang dilewatkan dari paling afdhalnya khalifahNya.
Saya juga sudah sering menjelaskan bahwa Maqam Khalifah itu maqam yang diingini semua malaikat hingga karena itu semua malaikat berkata kepada Tuhan setelah mempermasalahkan penciptaan khalifah (dari jenis manusia) bahwa diri mereka selalu bertasbih dan mensucikan Tuhan (artinya mereka mengajukan diri mereka mengganti manusia yang dinilai tidak bisa menjadi khalifah Tuhan). Karena itu, maqam ini jauh lebih tinggi dari semua maqam yang dimiliki semua malaikat. Karena itu pemilik maqam khilafah ini selalu dituruni seluruh malaikat dengan membawa SEGALA urusan untuk dilaporkan pada setiap malam Lailatu al-Qadr.
Kalau ingin ditulis dalam bentuk kasaran, maka bisa dikatakan: "Kalau tidak ada makhluk yang bisa mencapai derajat paling tingginya khalifah seperti nabi Muhammad, maka penciptaan alam ini tidak sempurna dimana tidak akan sesuai dengan sifat Maha SempurnaNya.
Saya juga sudah sering menjalaskan bahwa ketika seseorang sampai pada derajat fanaa' dalam fanaa' dan insan kamil, maka berarti sudah melewati semua derajat malakuut (para malaikat) dan jabaruut (Akal-akhir/Lauhulmahfuuzh sampai Akal-pertama).
Hingga karena itu, maka Nabi saww yang sampai pada derajat paling tingginya Insan Kamil, maka sudah pasti melewati semua derajat-derajat itu bahkan semua derajat Insan Kamil yang lain. Karena itu, maka beliau saww adalah wasilah/perantara bagi semua makhlukNya, baik materi, malakuut, jabaruut dan semua Insan Kamil.
Perlu diingat, bahwa Insan Kamil itu adalah manusia yang juga materi dan non materi. Karena itu, kalau sampai derajat Fanaa' dalam Fanaa' di Akal-satu, maka ruh non materinya memanjang dari materi sampai ke Akal-satu, tapi bukan memanjangnya materi sebagaimana maklum. Karena itu bisa menjadi khalifah Tuhan untuk segenap makhluk dan malaikat tidak bisa. Yakni bisa bersentuhan dengan semua makhluk tanpa perantara.
Dan satu lagi yang jangan pernah dilupakan bahwa dahulu mendahului dalam non materi itu tidak terikat ruang dan waktu seperti materi. Karena itu, dahulu mendahului di non materi adalah dahulu mendahului secara hakikat dan sama sekali tidak bersentuhan dengan waktu. Jadi, siapa yang paling tinggi maka dialah yang paling awal dan dahulu dalam keberadaan. Karena itu tidak heran kalau Nabi saww menjawab Jabir yang bertanya apa yang pertama kali dicipta Allah dengan jawaban beliau saww: "Nur Nabimu ini wahai Jabir."
Jadi, siapa yang dalam perjalanan balik (wa ilaihi raaji'unn) mencapat derajat tertinggi maka dia akan menjadi lebih awal secara hakikat dari yang didahului sekalipun dalam keberadaan sewaktu penciptaan (innaa lillaah) yang didahului ini lebih dulu ada dalam waktu atau bahkan dalam derajat pewujudan non materi sekalipun.
e-2- Imam Ali as Sebab/illat Bagi Penciptaan Nabi saww.
Kalau Nabi saww adalah sebab/illat pemberian, maka potongan hadits Qudsi setelahnya lebih mudah dipahami, yaitu bahwa:
"... dan kalau bukan karena Ali maka Aku tidak menciptakanmu"
Hal itu karena pemberian rahmat dan berkah melalui Nabi saww, yang mana paling besarnya adalah Qur an dengan hakikat lahir batinnya itu, dan sampai pada hari kiamat itu, akan segera putus dengan wafatnya Nabi saww. Karena itu maka pemberian itu akan menjadi tidak sempurna, sebab terputus jauh-jauh sebelum kiamat tiba sementara Tuhan Maha Sempurna (maka tidak cocok dan tidak klop).
Karena itu, kalau bukan karena Imam Ali as, maka keberadaan dan pewujudan kanjeng Nabi saww tidak sempurna dalam pemberian rahmat dan juga hidayat kepada semua alam.
e-3- Hdh Faathimah as Sebab/illat Bagi Pewujudan Nabi saww dan Imam Ali as.
Kalau Nabi saww dan Imam Ali as sebab dalam pemberian bukan tujuan, maka memahami potongan terakhirnya juga akan lebih mudah, yaitu yang mengatakan:
"....dan kalau bukan karena Faathimah maka Aku tidak akan menciptakan kalian berdua."
Hal itu karena pemberian rahmat dan juga hidayah melalui Nabi saww dan Imam Ali as itu, akan segera putus kalau keduanya telah wafat. Hal ini jelas tidak sempurna sementara Tuhan Maha Sempurna.
Karena itu mesti ada penerus dari pemberian keberkahan dan hidayah itu sampai hari kiamat. Dan para penerus itu mesti lelaki supaya sempurna. Karena kalau wanita, tidak bisa menyalurkan rahmat dan hidayah secara maksimal sebagaimana maklum.
Sementara dalam Ilmu Allah swt, wanita yang paling agung sesuai ikhtiarnya sendiri dan sampai ke tingkat makshum, adalah Hdh Faathimah as dimana hanya beliau as yang bisa menjadi pendamping Imam Ali as. Karena hanya beliau as yang bisa mendidik anak-anak dengan ilmu dan perbuatan lengkap dan benar seratus persen (makshum).
Memang didikan makshum belum tentu melahirkan makshum, TAPI PENDIDIKAN TIDAK MAKSHUM SUDAH PASTI TIDAK AKAN MELAHIRKAN MAKSHUM (karena itu sangat heran bagi yang percaya Imam Mahdi as tapi tidak meyakini sudah lahir dan bahkan akan lahir nanti, tentu saja di samping dalil-dalil lainnya seperti riwayat kelahiran beliau as dan semacamnya). Tapi Allah swt yang Maha Tahu sebelum penciptaan sekalipun, sudah tahu bahwa ada dari keturunan mereka as yang mencapai derajat makshum sesuai dengan ikhtiar mereka sendiri, seperti Imam Hasan as, Imam Husain as, dan para imam makshum setelahnya.
Dengan semua Ilmu Tuhan itulah Dia mengatakan bahwa sebab pemberian itu tidak akan bisa terus sampai hari kiamat tiba, kalau tidak ada Hdh Faathimah as. Karena tidak ada yang akan melahirkan para orang taqwa yang sampai ke derajat makshum sesuai dengan ikhtiarnya sendiri.
e-4- Pelengkap:
Sebagaimana sudah sering dijelaskan bahwa semua pencapaian makshumin (Nabi saww dan Ahlulbait as) adalah dengan ikhtiar. Hal itu karena yang terpuji ketika mencapai derajat tinggi itu adalah yang melakukan dengan ikhtiar, bukan diberi seperti robot dan komputer.
Begitu pula kalau semua diberi Tuhan sebagaimana diyakini dalam keyakinan orang-orang yang meyakini bahwa semuanya sudah ditentukan Tuhan, maka akal, agam dan surga-neraka tidak akan berguna lagi sebagaimana sudah sering dijelaskan. Silahkan rujuk banyak catatan alfakir yang menerangkan hal ini. Wassalam.
0 comments:
Post a Comment