Thursday, March 10, 2016

on Leave a Comment

IMAMAH ADALAH DASAR KEYAKINAN SYIAH YANG MENJADI PEMBEDA DENGAN MAZHAB LAINNYA BUKAN PERKARA SEKUNDER


Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=880160862097372&id=207119789401486

Zoey ke Sinar Agama
3 Februari
Pandangan Dr. Mothahhari Tentang Otoritas Politik Imam-2 Ahlul Bayt as.
seringkali pengangkatan Ali bin Abi Thalib as. sebagai imam oleh nabi saww. di al-ghadir khum dijadikan sandaran atas pengangkatan beliau sebagai khalifah (pemimpin politik).
Itu berarti taklif (tugas) kaum muslimin untuk mematuhi perintah nabi saww. juga menjadi tugas bagi Ali bin Abi Thalib as. untuk mematuhinya.
Namun faktanya Ali bin Abi Thalib bukanlah khalifah setelah nabi saww. bahkan beliau selama 25 tahun tetap setia menanti kesepakatan umat (legitimasi dari umat) untuk mengangkat beliau menjadi khalifah.
Apakah itu berarti kesepakatan umat (legitimasi umat) harus lebih didahulukan daripada "pengangkatan" dari nabi saww.?
Menurut Dr. Muthahhari karena kepemnan politik adalah perkara sekunder dan bukan hal yang utama. maka yang harus diutamakan adalah urusan agama. :
"Islam mementingkan masalah politik, pemerintahan dan hak asasi dalam rangka melestarikan warisan-warisan spiritual Islam (maknawi) yakni tauhid, ma’arif Ilahi, prinsip-prinsip akhlaq, sosial dan agama. Keputusan hukum didalam urusan peradilan maupun urusan politik yang dilaksanakan oleh rasulullah saww. dan amirul mu’minin as. bukanlah didasarkan pada wahyu, namun berdasarkan pada data-data, dokumen, kesaksian dan bukti-bukti."
(Ustadz Syahid Murtadha Mutahhari, Imamat va Rahbariy, halaman 47-51.)
Salam, afwan ganggu antum. Status diatas adalah copas dari salah satu akun pertemanan. Saya agak terusik dengan status tsb. Mohon kiranya tanggapan antum dengan status. Lalu mohon tanggapan lanjutannya ustadz di pertanyaan saya tanggal 30 Januari 2016. Syukran wa afwan.
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Pertanyaan yang sudah lamanya insyaaAllah akan dilihat, barangkali terlepas dari pandangan. Ternyata pertanyaanmu sendiri yang tertutup. Tapi saya sudah copas ke komentar dan jawaban saya.

2- Untuk menjelaskan tulisan ayt Muthahhari as itu, perlu pada beberapa hal sebagai berikut:

a- Imamah itu hak mutlak Allah yang disalurkan lewat Nabi saww. Jadi, dia merupakan dasar dari akidah Syi'ah yang justru membedakan dari keyakinan madzhab lainnya. Tapi walaupun dia akidah, yang tidak mengimaninya dari kaum muslimin, baik sengaja atau tidak, tetap dikatagorikan sebagai muslim yang wajib dihormati segala haknya dan boleh kawin dengan mereka. Lelaki Syi'ah boleh kawin dengan wanita Sunni yang sekalipun sengaja tidak mengimani imamah (sengaja yakni telah datang padanya penjelasan tentang Syi'ah dengan benar dan dipahami dengan benar hingga dia tahu bahwa yang benar hanya madzhab Syi'ah akan tetapi tetap tidak mengikutinya). Tapi kalau wanita Syi'ah, sekalipun boleh kawin dengan lelaki Sunni, akan tetapi makruh hukumnya. Intinya yang tidak percaya imamah yang sengaja sekalipun, tetap muslim.

Mengakapa pelanggar akidah dikatakan muslim? Jawabannya karena yang memiliki agama itu Tuhan yang diajarkan lewat Nabi saww. Nah, kita tidak punya hak apapun membuat penilain muslim dan kafir selain yang telah diajarkan olehNya. Karena itu, sekalipun imamah itu masuk bagian akidah, akan tetapi pelaggarnya tetap dikatakan sebagai muslim,

b- Imamah itu adalah khilafah. Tidak ada bedanya sama sekali. Imam disebut imam karena memimpin di amam/depan, dan disebut khalifah karena mewakili Tuhan dan Nabi saww.

c- Pemakaian bahasa Arab dari khilafah, lama-lama dibuat dan dipakai sebagai pemimpin politik. Makanya para khalifah selain Ahlulbait mengaku diri sebagai "Khalifah Muslimin". Karena itu dalam kamus pemakaian telah bergeser pada arti pemerintahan setelah wafatnya Nabi saww.

Bergeser dari apa? Bergeser dari kamus yang diajarkan Tuhan dan Nabi saww dalam pemakaian kata "Khalifah" yang berarti mewakili Tuhan dan Nabi saww atau sebagai penerus tugas kenabian yang dipilih Tuhan.

Sinar Agama .

d- Dengan penjelasan di atas maka imamah dan khilafah itu sama sekali tidak berbeda dalam kamus Qur an dan Hadits. Dan makna ini yang dipakai dalam ajaran Syi'ah Ahlulbait. Dan hal ini adalah harga mati yang tidak ada satu ulamapun berbeda di dalamnya. Itulah mengapa hal ini perlu saya ulang agar kita dapat memahami tulisan ayt Muthahhari ra dengan baik dan benar.

Bahkan pemenjadian imam atau imamam nabi Ibrahim as dalam Qur an, memiliki makna pemenjadian khalifah di dalam kamus setelah Nabi saww di atas. Yakni penegakan pemerintahan (saya sudah pernah membahasnya dengan menukil Tafsir Amtsal Ayt Makaarim Syirazi hf). Karena tidak semua nabi dan rasul yang diangkat menjadi imam. Nah, ketika diangkat menjadi imam maka maksudnya diangkat untuk menegakkan pemerintahan.

Nabi Ibrahim as dan bahkan kanjeng nabi kita Muhammad saww di awal-awal kenabian dan kerasulannya, tidak diankat atau tidak diperintah menjadi imam. Baru di akhir-akhir kenabian nabi Ibrahim as dan kira-kira di pertengahan periode Madinah bagi Nabi saww, diwajibkan menegakkan pemerintahan.

Nah, dilihat dari dimensi ini maka imamah dalam kamus Qur an itu, sama dengan khilafah dalam kaum muslimin setelah Nabi saww wafat.

Dengan demikian, kamus Qur an dan Hadits, tentang pemakain kata khilafah dan imamah ini, berbeda dengan kamus yang dibuat kaum muslimin terkhusus orang-orang yang menjadikan dirinya khilafah/khalifah tanpa ditunjuk Allah dan Nabi saww,

d- Syi'ah dalam menerangkan ajarannya, tetap memakai peristilahan Qur an dan Hadits. Karena itu, kita mesti mengikuti istilah yang sudah ditentukan Tuhan dan Nabi saww tersebut.

e- Dalam penjelasan banyak hal, ulama sering memakai dua istilah yang berbeda itu untuk memahamkan kepada pendengar atau pembaca, terutama yang memiliki kamus berbeda tersebut yang sudah menjadi bahasa kaum muslimin lebih dari seribu tahun. Yakni khilafah yang bermakna pemerintahan.

Bagaimana kita bisa tahu apa yang dikehendaki dari pemakaian kata khilafah apakah bermakna imamah atau pemerintahan? Jawabannya tergantung qarinahnya alias konteks bahasan dan lingkungannya.

Inilah perlunya saya mengurai dulu hal-hal di atas agar dapat memahami apa yang ditulis ulama.

Sinar Agama .

f- Satu lagi sebelum menerangkan tulisan ayt Muthahhari ra tersebut yang perlu disampaikan di sini yaitu:

Seluruh nabi as dan rasul as, begitu pula para penerus dan wakil mereka as memiliki dua dimensi:

f-1- Dimensi hakikat dimana hal ini berhubungan dengan maqam mereka as.

f-2- Dimensi sosial-politik dimana hal ini berhubungan dengan maqam dalam masyarakat.

g- Maksud dari dua maqam di atas itu adalah:

g-1- Maksud Maqam Hakikat adalah maqam yang sesuai dengan hakikat mereka as sendiri, seperti bahwa mereka as makshum, bahwa mereka diangkat menjadi nabi dan rasul atau imam karena kemakshumannya itu, bahwa mereka wajib ditaati bagi umat, bahwa mereka itu adalah wakil/khlaifah Tuhan, bahwa yang tidak mereka as adalah sesat dan kalau sengaja akan diadzab, bahwa mereka adalah harga mati bagi Allah, bahwa apapun perintah dan larangan mereka as mesti ditaati, bahwa mereka mesti dijadikan khalifah dalam kamus baru yaitu pemimpin pemerintahan (tentu kalau sudah diangkat menjadi imam sebagai penjelasan di atas).

g-2- Maksud Maqam Sosial-politik adalah maqam dalam penerapan agama Tuhan di tengah-tengah umat manusia. Yaitu bahwa mereka as tidak boleh memaksakan agama, tetap wajib memberikan kebebasan pada manusia untuk menerima atau tidak, untuk taat atau tidak. Begitu pula bahwa pemerintahan mereka as itu seperti dalam menghukum seseorang, mesti berdasarkan saksi-saksi nyata dan zhahir, yakni menghukum seseorang dengan ilmu ladunni atau wahyu.

Itulah mengapa kalau Nabi saww mau menghukum orang yang berzina dengan cambukan maka harus lengkap keempat saksinya dan semua saksi mesti melihat masuk atau keluarnya kemaluan dari kemaluan. Artinya, sekalipun Nabi saww tahu dengan ilmu ghaib beliau saww bahwa dua orang itu berzina, akan tetapi tidak menghukum dengan cambukan sebelum mereka mengakuinya sendiri atau disaksikan empat saksi yang seperti di atas itu.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

3- Jawaban Soal:
Dengan semua penjelasan di atas itu maka makna tulisan ayt Muthahhari itu sangat jelas seperti benderangnya matahari. Hanya orang yang memiliki kepentingan saja yang akan terpeleset atau membuat pelesetan sendiri demi mengikuti hawa nafsunya dan menjaga harga dirinya yang dikhayalkan sangat besar dan tinggi harganya. Sebab:

a- Tujuan agama adalah menjadikan manusia sebagai insan kamil. Yaitu yang mencapai maqam tinggi dan berderajat manusiawi secara hakiki.

b- Mencapai insan kamil itu memiliki berbagai prasarana seperti:

b-1- Ajaran akidah.

b-2- Ajaran fiqih.

b-3- Ajaran akhlaq.

b-3- Ajaran ekonomi, budaya, sosial dan politik.

c- Di antara ajaran-ajaran di atas, ada yang pokok/primer dan ada yang tidak pokok dan sekunder. Ajaran seperti tauhid dan fiqih, jelas ajaran pokok. Ajaran akhlaq adalah penunjang. Ajaran politik, jelas penunjang dan sekunder.

d- Makna sekundernya politik adalah bahwa Tuhan tidak menginginkan dari adanya pemerintahan Islam itu sebagai tujuan bagi ajaran agamaNya dan bagi penciptaan manusia. Sebab pemerintahan itu bagian dari dunia fana ini, tidak sama dengan akidah dan fiqih yang dipraktekkan dalam hidup agar menjadi substansi bagi jiwan dan ruh manusia hingga dibawa mati ke kuburan dan di kebangkitan akhirat kelak.

Pemerintahan, benar-benar hanya suatu sistem yang ada di dunia dan tidak akan dibawa mati. Karena itu, kalau Islam mengajarkan sistem pemerintahan, tujuannya bukan untuk pemerintahan itu sendiri, melainkan untuk melancarkan proses berinsankamilnya manusia. Karena itu, politik ini bagian sekunder demi lancarnya proses kemenjadian insan kamil bagi manusia.

Karena itulah maka para nabi as, para imam as dan para ulama secara tegas mengatakan bahwa urusan pemerintahan ini lebih penting dari urusan pribadi. Kalau tidak ada pemerintahan Islam, maka Islam itu sendiri yang akan hilang. Jadi, urusan pemerintahan ini lebih penting dari shalat dan puasa. Hal itu karena kalau pemerintahannya zhalim, maka pemerintahan tersebut akan melarang orang shalat dan puasa serta memakai hijab.

Jadi, peninggian politik dari ibadah pribadi itu, bukan dari esensinya, melainkan dari efek yang bisa ditimbulkan. Dulu di Rusia orang Islam dilarang shalat dan puasa. Mesjid-mesjid dijadikan kandang sapi dan gudang barang. Dulu di Indonesiapun dilarang pakai hijab bagi pelajar muslimat. Di Saudi dilarang ziarah dan bertawassul di kubur Nabi saww dan para wali yang lain.

Nah, pelebihan politik dari ibadah pribadi itu, jelas karena fungsi politik tersebut sebagai penunjang bagi tujuan agama, akan tetapi dia sendiri bukan tujuan dari agama itu sendiri.

Sinar Agama .

e- Jadi, penyekunderan politik, bukan dari sisi bahwa dia tidak penting dan boleh diabaikan atau apalagi diganti dengan sistem politik yang lain, misalnya dari imamah dan khilafah ala Qur an dan Hadits, ke sistem khilafah ala kamus yang dipakai orang-orang yang mengaku diri sebagai khalifah setelah wafatnya Nabi saww tanpa ditunjuk Tuhan dalam Qur an, atau ala khilafahnya Hizbuttahrir.

Kalau boleh saya ibaratkan atau analogikan, persis seperti wudhu bagi shalat. Wudhu adalah mukaddimah shalat. Wudhu, mandi besar dan thaharah dari najis, bukan tujuan asli dari ibadah shalat. Yang asli adalah shalatnya itu sendiri. Jadi, yang asli shalatnya dan yang selainnya adalah tidak asli dan sekunder. Akan tetapi, syahkah shalat tanpa mandi besar, tanpa wudhu' dan tanpa kesucian dari najis? Memang benar bahwa wudhu' itu bukan asli perintahanya, dan yang asli adalah shalat, hingga karena itu wudhu dikatakan mukaddimah untuk shalat, akan tetapi, bukan berarti wudhu itu bisa diabaikan.

Nah, sistem politik juga seperti itu. Dia bukan tujuan agama dan penciptaan manusia, akan tetapi sistem yang ditentukan Tuhan tidak boleh diabaikan.

Politik memang sekunder dibanding akidah dan fiqih misalnya, akan tetapi dia sama sekali tidak boleh diabaikan. Karena itulah banyak ancaman bagi yang tidak taat pada perintah nabi, rasul dan imam makshum.

f- Orang yang tidak terbiasa dengan peristilahan ilmu akal dan tidak biasa membahas sebab akibat, apalagi kalau hanyut dalam kekerasan kepalanya dalam menentang ajaran Imamah dan Khilafah ala Qur an dan Hadits, maka ketika mendapatkan kata sekunder, jiwanya berloncat-loncat riang. Dikiranya sekunder itu tidak penting dan boleh diabaikan dan tidak memiliki resiko neraka dan bahkan bisa dijadikan alat untuk merendahkan para Imam Makshum as dengan khayal pemuliaan.

g- Karena itu dikatakan oleh ayt Muthahhri ra yang dinukil di atas itu:

"Islam MEMENTINGKAN masalah politik, pemerintahan dan hak asasi dalam rangka melestarikan warisan-warisan spiritual Islam (maknawi) yakni tauhid, ma’arif Ilahi, prinsip-prinsip akhlaq, sosial dan agama. ...."

Artinya, dengan pemerintahan ala Islam (Qur an dan Hadits), maka umat manusia menjadi mudah untuk melakukan proses insan kamilnya, yaitu untuk mengimani dan menjalankan tugas agamanya yang primer, yaitu akidah, fiqih dan semacamnya.

Nah, ketika dikatakan MEMENTINGKAN, itu tandanya tidak boleh diabaikan danyang mengabaikan akan dikenai siksa Tuhan seperti orang yang mengabaikan syarat-syarat syahnya shalat seperti wudhu atau syarat-syarat syahnya puasa seperti berniat karena Allah atau mandi besar sebelum adzan shubuh.

Sinar Agama .

h- Dan dengan penjelasan-penjelasan di atas itu, maka potongan berikutnya ini, akan jauh lebih mudah dipahami, yaitu yang mengatakan:

".... Keputusan hukum didalam urusan peradilan maupun urusan politik yang dilaksanakan oleh rasulullah saww. dan amirul mu’minin as. bukanlah didasarkan pada wahyu, namun berdasarkan pada data-data, dokumen, kesaksian dan bukti-bukti."

Maknanya adalah:

h-1- Yang menjadi khalifah itu wajib dari yang ditunjuk Allah, seperti Nabi saww dan para imam makshum as. Karena dikatakan tidak memerintah sesuai dengan wahyu. Artinya mereka as memiliki kemampuan menerima wahyu. Kalau Nabi saww bisa berupa wahyu ilmu dan agama, tapi kalau imam hanya wahyu ilmu (sesuai istilah Qur an) yang dalam istilah Sunni diistilahkan dengan ilham atau ilmu laddunni.

h-2- Arti dari point a di atas adalah bahwa yang tidak memiliki kemampuan menerima wahyu dari Tuhan, baik wahyu agama atau ilmu (penjelasan agama dan obyek-obyek agamanya seperti hakikat suatu peristiwa), tidak layak menjadi khalifah Tuhan dan Nabi saww.

h-3- Secara umum, bahwa semua penerapan hukum terutama hukum politik atau sosial, harus berdasarkan lahiriahnya, bukan hakikatnya. Hal itu karena hukum yang diperintahkan Tuhan untuk ditegakkan itu, terjadi di alam materi dan manusia. Jadi, keadilan yang diinginkan Tuhan, adalah berupa keadilan batin dan hakikat seperti kita tidak boleh mencuri sekalipun tidak ada yang melihat, dimana hal ini merupakan keinginan primer. Akan tetapi ada juga keinginan sekunder, yaitu penegakan keadilan yang ada di antara hubungan manusia satu dan yang lainnya. Nah, di dalam keadilan ini, maka Tuhan tidak menginginkan dari penegakan hukumnya itu, berdasarkah hakikatnya, melainkan berdasarkan data-data lahiriahnya.

Karena itu, para nabi dan rasul serta imam (tentu selain nabi Khidhr as yang diperintah melakukan pemerintahan hakikat pada tiga obyek yang dicontohkan dalam Qur an itu, seperti membunuh anak kecil tanpa dosa, merusak perahu tanpa salah dan membangun rumah tanpa diminta dan tanpa upah) diperintahkan untuk menegakkan keadilan ala lahiriah, bukan ala hakikat. Nah, ala lahiriah ini bisa dikatakan sekunder. Yaitu untuk mengantar manusia kepada keadilan ala hakikatnya.

LALU, apakah keadilan sekunder di atas bisa diabaikan dalam arti pelanggarnya tidak akan mendapat adzab? Misalnya, penzina itu tidak akan dapat adzab kalau tidak mengakui dan tidak disaksikan oleh empat orang yang melihatnya? Yakni dengan opini karena Tuhan MELARANG Nabi saww dan Imam Ali as (baca: Imam Makshum as) menghukum mereka tanpa pengakuan atau tanpa empat saksi? Jelas tidak begitu bukan?

Pendek kata, keadilan sosial dan politik yang diinginkan Tuhan di dunia ini tergantung keadaannya. Yakni lahiriahnya. Karena itu, mesti berdasarkan pada bukti-bukti lairiah, bukan wahyu ilmu, ilham dan ilmu laddunni. Akan tetapi keadilan ini, hanya bersifat sementara, yaitu di dunia ini. Karena bagi yang tidak adil secara hakiki, yang bersembunyi di balik keadilan lahiriah ini, seperti zina yang tidak mengaku dan tidak ada saksinya, selain diperintahkan Tuhan untuk menaati keadilah hakiki juga diancam Tuhan dengan adzab baik di dunia ini apalagi di akhirat kelak.

Sinar Agama .

i- Dengan semua penjelasan di atas dapat dipahami bahwa:

i-1- Imamah itu sebagaimana kenabian dan kerasulan, bukan penunjukan atas perhitungan politik dan data, melainkan wahyu Tuhan dan perintah Nabi saww. Hal ini merupakan akidah paten di Syi'ah sesuai Qur an-hadits dan akal argumentatif. Hal ini merupakan ajaran yang teramat gamblang hingga Syi'ah dicintai dan dibenci karenanya. Artinya, semua pengikut Syi'ah dan pembenci Syi'ah tahu akan hal ini tanpa keraguan sedikitpun karena mereka mengikuti atau membenci-i disebabkan ajaran imamah/khilafahnya ini.

i-2- Islam memiliki dua bagian ajaran, inti/primer dan tidak inti (sekunder). Yang inti untuk membimbing manusia ke insan kamil sedang yang sekunder untuk membimbing manusia ke suatu kondisi dan keadaan yang dapat melancarkan pencapaiannya terhadap insan kamilnya itu.

i-3- Islam dengan kedua ajarannya itu, primer dan sekunder, wajib ditaati manusia dan yang tidak taat dengan sengaja akan mendapat dosa dan siksa neraka kelak di akhirat.

i-4- Apapun ajaran Islam, baik primer atau sekundernya, tidak boleh dipaksakan kepada umat manusia. Tuhan melarang para nabi dan imam penerus kenabian, untuk memaksakan agamaNya pada manusia.

i-5- Larangan pemaksaan ini, bukan berarti agama Islam baik ajaran primernya atau sekundernya, bisa diabaikan dan dilanggar dengan sengaja. Hal ini hanya supaya manusia menfungsikan ikhtiarnya apakah mau mengikhtiari taat pada agamaNya (primer dan sekundernya) atau memilih melanggarnya. Begitu pula kalau ada pemaksaan, maka surga dan neraka serta adanya akal, sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sebab yang baik karena dipaksa tidak layak masuk surga sebagaimana yang buruk karena dipaksa tidak layak dimasukkan dalam neraka. Bahkan yang baik dan buruk karena dipaksa itu, sama sekali bukan kebaikan dan keburukan, yakni tidak layak disebut baik dan disebut buruk.

i-6- Pengasasan atau pendasaran perbutan manusia pada ikhtiar mereka dan bukan pada paksaan, disebabkan akal yang diberikan Tuhan pada manusia. Karena itu, kalau ada pemaksaan agama seperti yang dilakukan Wahabi, maka sama halnya menganggap manusia ini sebagai binatang yang tanpa akal. Adanya taklif yang ada pada manusia ini justru karena akalnya itu. Dan salah satu makna taklif adalah ikhtiar untuk memilih taat atau tidak.

i-7- Pendasaran perbuatan pada ikhtiarnya sendiri itu, bukan berarti bebas sepenuhnya hingga bisa memilih maksiat seperti mencuri, zina atau memilih pemimpin pemerintahan yang tidak ditunjuk Tuhan, melainkan hanya di dunia ini. Karena itu, yang melanggar dengan sengaja, yang berarti melanggar dengan kesadaran akalnya setelah mengeri kebenaran, akan mendapat siksa kelak di akhirat.

Sinar Agama .

i-8- Dengan point i-7 di atas dapat dipahamii bahwa penerapan pemerintahan Islam dan bahkan penerapan arti kenabian itu sendiri. tidak serta merta mendapat tempat di masyarakat. Karena para nabi dan imam penerus kenabian, jangankan dalam pemerintahannya, dalam maqam pribadi mareka saja yang sebagai khalifatullah atau wakil Tuhan untuk membimbing dan memerintah di tengah-tengah umat manusia, tergantung pada penerimaan umat.

Kasarnya, kalau para wakil Tuhan itu diterima umat manusia, maka berjalanlah proses yang diinginkanNya dan kalau tidak, maka sebaliknya.

Jadi, kalau manusia tidak menerima kenabian/kerasulan seorang nabi/rasul dan tidak menerima keimamahan seorang imam, maka pemerintahannya dan ajarannya yang sekalipun bersifat pribadi sekalipun, tidak akan bisa berjalan.

Jadi, bukan hanya dimensti politiknya saja yang tergantung pada umat manusia, posisi dan maqam pribadi mereka (para wakil Tuhan) itu sendiri juga tergantung pada manusia. Karena itu, jangan memojokkan pemerintahan dan politik makshumin as dengan mengHANYAkannya yang tergantung pada umat manusia, hingga ada sekeliberan pikiran bahwa hal ini bisa dirembukkan (dimusyawarahkan) dalam tubuh umat dan/atau bisa dilanggar dan dirubah karena ketergantungannya pada umat itu, sementara kalau maqam kenabian dan keimamahannya itu sendiri tidak tergantung hingga merupakan harga paten dari Tuhan. SAMA SEKALI tidak begitu. Sebab kedua-duanya juga tergantung pada penerimaan umat.

i-9- Ketika tergantung pada penerimaan umat, apakah ini berarti tidak ada sanksinya? Sama sekali tidak begitu. Karena itu, bagi yang tidak taat secara sengajar pada Tuhan dalam urusan maqam kenabian dan keimamahan secara pribadi dan secara politik dan pemerintahan mereka, maka akan mendapat siksa dariNya.

i-10- Satu hal lagi yaitu, kalau kedua dimensinya itu, pribadi dan sosial-politiknya sama-sama kewajiban agama, maka bukan hanya masalah maqam pribadinya (kenabian dan keimamahannya) yang tidak bisa dirembukkan, masalah maqam sosial politiknya juga demikian.

i-11- Dalam penerapan hukum pada obyeknya masing-masing, suda merupakan ajaran Islam untuk tidak menggunakan hakikat dan apa yang terjadi sebenarnya, melainkan sesuai dengan lahiriah. Hal itu karena demi kemaslahannya tersendiri. Karena itu, apa yang kita terima dari tangan muslimin, adalah halal dan boleh digunakan atau dimakan. Tidak perlu diselidiki apakah hasil curian atau bukan, najis atau suci.

Begitu pula dalam pemerintahan, maka yang zina bisa dicambuk di dunia kalau mengakui dan/atau disaksikan oleh empat orang.

Penerapan hukum seperti itu, bukan hanya diwajibkan atas orang yang tidak punya wahyu seperti kita-kita, melainkan pada para nabi dan rasul sekalipun selain nabi Khidr as yang itupun hanya pada tiga obyeknya tersebut.

i-12- Perepan hukum yang berdasarkan lahiriah ini, bukan berarti di dunia kita boleh tidak menaati yang hakikat kalau tidak ada saksi yang lahiriah. Sebab penerapan hukum lahiriah ini hanya demi kemaslahatannya tersendiri seperti tidak bisanya umat manusia secara umum untuk mengikuti bukti hakikat karena kebanyakan orang tidak tahu hakikat melalui wahyu/ilham.

Jadi, dimensi lahiriahnya ini (baca: pelarangan terahdap penerapan selain bukti laihriahnya), tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak menaati hakikatnya. Itulah mengapa kelak ada peradilan hakikat yang bernama hisab di akhirat. Hal itu disebabkan, mengikuti hakikat itu wajib hukumnya dan perintah penerapan lahiriahnya itu serta pelarangan penerapan hakikatnya itu, hanya untuk menegakkan hukum sosial politiknya demi keseimbangan masyarat yang secara umum hanya tahu dan berdasarkan pada yang lahir-lahir dan nyata saja hinggga kalau diperintahkan mengikuti hukum dan menerapkan hukum yang bersadarkan hakikat kejadiannya sebagaimana hakikatnya, maka tidak satu manusiapun yang bisa melakukannya kecuali yang bisa menerima wahyu dan ilham.

Sinar Agama .

TERAKHIR TENTANG BUKU IMAMAH VA RAHBARI ITU

1- Buku itu justru ditulis atau diajarkan ayt Muthahhri ra demi menangkal syubhat-syubhat berkenaan dengan pemahaman imamah yang bisa muncul dari contoh-contoh perbuatan para imam as seperti "Perjanjian Damai Imam Hasan as dan Mu'awiyyah", "Menjadi Putra Mahkotanya Imam Ridha as bagi Makmun" dan semacamnya.

Karena itu beliau ra memberikan mukaddimah mirip seperti yang saya buat di atas itu demi mendasari penulisan atau ceramahnya (sebab biasanya buku beliau ra diambil dari ceramah-ceramah beliau ra).

2- Saya tidak tahu yang dinukil di atas itu dari buku aslinya atau terjemahannya. Kalau dari buku aslinya, maka teramat parah bagi pembaca yang menukil tulisan di atas, lalu digunakan untuk hawa nafsunya. Hisab mereka kelak pasti akan dilakukan di hadapan Tuhan, Nabi saww, makshumin as dan ayat Muthahhari ra sendiri serta umat Indonesia secara umum.

3- Di kitab Parsinya, ayt Muthahhari memberi mukaddimah-mukaddimah seperti:

- Alif (A).

الف : مقدمه كتاب خلافت و ولايت
- با حذف مطالب متناسب با آن كتاب - [ طرح بحث امامت ممكن است انتقاداتي را در ذهن خوانندگان پديد آورد . در اينجا ما ضمن طرح اين انتقادات نظر خود را درباره آنها بيان مي كنيم . انتقاد اساسي در اين باب دو چيز است : ] 1 - هر ملتي همواره سعي مي كند زيبائيهاي تاريخ خويش را بيرون بكشد و ارائه دهد و حتي الامكان روي زشتيهاي تاريخ خود را مي پوشاند .......

Dalam mukaddimah pertama ini beliau ra menjelaskan bahwa terjadinya sejarah hitam pada umat Islam pada masa lalu. Dan banyak yang menjadikan indahnya sejarah dijadikan penutup bagi buruknya sejarah yang terjadi. Walhasil menceritakan bahwa sejarah hitam telah terjadi hingga seorang Yahudi pun menyindir bahwa kubur nabi kalian belum kering kalian sudah berbeda. Dan Imam Ali as pun menjawab dengan cantik (nukilan maksud):

"Yang beda diantara kami itu bukan pada nabinya melainkan pada perintahnya. Tapi kalian kaum Yahudi belum kering kaki kalian dari air laut (waktu menyebrang lautan dengan nabi Musa as), tapi kalian sudah meminta pada nabi kalian untuk membuat patung/berhala."

Sinar Agama .

Dan begitu pula cantiknya apa yang dijelaskan oleh ayt Muthahhari ra dalam rangka menjelaskan hadits Imam Ali as di atas, dengan penjelasannya:

يعني اختلاف ما با قبول توحيد و نبوت بود . اختلاف ما اين شكل را داشت كه آيا آنكه به حكم اسلام و قرآن بايد جانشين پيامبر شود شخص معين و پيش بيني شده ا ست و يا شخصي كه خود مردم او را به عنوان جانشيني انتخاب و تعيين مي كنند ؟ اما شما يهوديان در حال حيات پيامبرتان مطلبي را پيش كشيديد كه از ريشه ضد با دين شما و تعليمات پيامبر شما بود .

"Maksud Imam Ali adalah: Ikhtilaf yang ada pada kami setelah menerima tauhid dan kenabian. Ikhtilaf kami adalah pada apakah sesuai dengan hukum Islam dan Qur an, tentang pengganti Nabi saww itu seorang yang ditentukan -Tuhan- dan sudah diketahui dari awal atau seorang yang dipilih oleh umat? Tapi kalian orang-orang Yahudi masih dalam keadaan hidup nabi kalian, sudah meminta sesuatu yang menentang ajaran nabi kalian tersebut."

Walhasil di mukaddaimah alif ini, sudah ketahuan bahwa imamah itu adalah wajib ditentukan Tuhan sesuai dengan hukum Islam dan Qur an, DAN juga, posisinya adalah PENGGANTI NABI saww. Joo nesyiin atau MENDUDUKI KEDUDUKANNYA. Jadi, kalau dikatakan beliau ra "joo nesyiin peyonbar" artinya "menduduki kedudukan Nabi saww". Maksudnya pengganti keudukan yang pernah diduduki Nabi saww. Tentu selain kenabian sebagaimana maklum.

Nah, apa yang diduduki Nabi saww, tidak lain (seleian menerima wahyu) adalah menearngkan wahyu, menjaga wahyu dari penyimpangan penukilan dan pemaknaan, mencontohkan praktek wahyu, memimpin umat pada pemerintahan wahyu sebagaiman Nabi saww melakukannya. Jadi, pengganti Nabi saww ini, sudah jelas dalam arti politik pemerintahan.

Kalau diteruskan membaca jawabarannya tentang sejarah hitam dan kritikan beliau ra pada orang-orang yang berusaha menutup-nutupi sejarah hitam dengan sejarah indah itu, pas di baris setelah baris di atas yang menjelaskan hadits Imam Ali as yang dalam rangka menjawab Yahudi itu, beliau ra menulis:

گذشته از اينها فرضا در موارد عادي چشم پوشي از زشتيهاي تاريخ روا باشد در مواردي كه با متن اسلام و اساسي ترين مسأله اسلام يعني مسئله رهبري مربوط است و سرنوشت جامعه اسلامي و ابسته به آن است چگونه رواست ؟

"Selain semua itu, anggap saja dalam hal-hal sejarah hitam yang biasa bisa diabaikan, akan tetapi dalam urusan yang berurusan dengan ajaran inti Islam dan paling dasarnya ajaran Islam, yaitu masalah kepemimpinan dimana perputaran nasib umat Islam sangat bergantung padanya, bagaimana bisa diabaikan?"

Di sini jelas sekali bagi orang Syi'ah yang bukan karbitan, di mana sebenarnya tidak perlu dijelaskan, bahwa imamah itu mesti ditentukan Tuhan dan dia merupakan paling inti dan dasarnya ajaran Islam. Sebab perputaran umat Islam, akan sangat tergantung dan ditentukan olehnya. Inilah yang disebut dengan sekunder itu. Yakni pendukung dan penunjang yang wajib diperhatikan dan ditaati, demi tercapainya insan kamil sebagai tujuan diturunkannya agama.

Lah, kalau hanya menukil tulisan di atas (yang ditanyakan antum itu), lalu ngaco sana sini hingga mengatakan bahwa khilafah itu tidak wajib dilakukan dan karenya para imam sabar menunggu dipilih umat, maka hal ini sudah teramat keterlaluan. Sebab kesabaran mereka para makshum as itu, karena memang kedudukan mereka sebagai pemimpin spiritual dan politik tidak boleh dipaksakan kepada umat. JADI SABAR MENUNGGU BUKAN BERARTI MENGESYAHKAN, MELAINKAN TIDAK MEMAKSAKAN AGAMA. ITU SAJA.

Dalam mukaddimah alif (A) ini masih banyak bahasan tapi saya hindarkan karena sudah terlalu panjang.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

- Baa' (B).

Dalam poin B ini beliau menghubungkan bahasan imamah ini dengan beberapa hal:

- Pertama dengan konsep Dialektika (Imamat wa Manteqe Diyaalektiik):

ب : برگزيده اي ازيادداشتها
امامت و منطق ديالكتيك
يكي از نتايج منطق ديالكتيك اينست كه نياز جامعه را به هدايت و رهبري نفي مي كند . حداكثر نياز جامعه به روشنفكر و رهبر طبق اين منطق اينست كه توده را واقف به ناهنجاريها و تضادها و نابرابريها بكند و تضاد موجود در جامعه را وارد شعور توده نمايد تا حركت ديالكتيكي ايجاد شود و چون حركت ، جبري است و عبور از تز و آنتي تز به سنتز لا يتخلف است جامعه خود به خود راه خود را طي مي كند و به تكامل منتهي مي گردد . رجوع شود به ورقه " رهبري - امامت - ديالكتيك " و به آنچه ما در حاشيه " از كجا آغاز كنيم ؟ " صفحه 39 نوشته ايم . [ در ورقه " رهبري - امامت - ديالكتيك " آمده است : ] يكي از مسائل مهم در باب رهبري و امامت مخصوصا به مفهوم اسلامي امامت اينست كه وظيفه به اصطلاح روشنفكر چيست ؟ آيا وظيفه روشنفكر و مسئوليت روشنفكر فقط منعكس كردن ناهمواريها و ناهنجاريها و بيدار كردن شعور طبقات استثمار شده و وارد كرد تضاد واقعي طبقاتي در وجدان طبقات محروم و توده است و ديگر جامعه خود بخود و ديالكتيكي وار حركت مي كند ؟ يا نه ، جامعه بيش از هر چيز نياز به رهبري و هدايت و امامت دارد . لازمه جبري تضادها تكامل نيست . تكامل بدون هدايت و پيشوايي و رهنمايي و رهبري غير ميسر است

Dalam Mukaddimah B ini beliau menghubungkan Imamah atau kepemimpinan dengan teori Dialiektika, yaitu prosesnya plus minus menuju kesempurnaan. Beliau mengatakan apakah seorang pemimpin hanya menunjukkan mana positip dan mana negatip lalu umat berproses sendiri menuju kesempurnaan? Maksudnya hanya menjelaskan ini zhalim dan ini adil lalu umat berproses dengan pertikaian zhalim dan adil itu demi menuju keesmpurnaan?

Beliau ra menulis:

جامعه بيش از هر چيز نياز به رهبري و هدايت و امامت دارد . لازمه جبري تضادها تكامل نيست . تكامل بدون هدايت و پيشوايي و رهنمايي و رهبري غير ميسر است

"Sebuah umat/masyarakat, sebelum memerlukan apapun, ia terlebih dahulu memerlukan pada pemimpin dan imam/imamat. Konsekuensi pertentangan (yang dimiliki konsep dialektika) bukan mesti proses kesempurnaan (sebagaimana didakwakan konsep dialektika). Proses kesempurnaan, tanpa hidayah (hidayah Tuhan), imam, pemberi petunjuk dan pemimpin tidak mungkin bisa dicapai."

Dalam mukaddimah B ini, jelas diuraikan dalam rangka menjawab konsep Dialektikanya Marxis dan Komunis, bahwa imam itu adalah khalifah dalam kamus pemakaian kata setelah Nabi saww wafat. Artinya, imam itu adalah seorang yang mesti memimpin umat hingga kalau hal itu tidak terjadi, maka proses menuju kesempurnaan itu tidak akan terjadi. Jadi, imam itu selain vertikal juga sangat-sangat horizontal.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

- Ke Dua dengan Penjagaan Agama (Imamat -Hifzhe Diin):

امامت - حفظ دين
راجع به اينكه [ امام ] حافظ و مبقي دين است متكلمين زياد گفته اند . غالبا اين حفظ به اين صورت فرض مي شود كه مثلا يك ساختمان ابتدا ساخته مي شود و بعد بايد از گزند باد و باران و ساير چيزها محافظت شود

Di sini beliau ra mengurai bahwa penjagaan agama itu tidak seperti penjagaan masjid dan semacamnya yang tidak perlu keberterusan adanya pengawasan setiap saat dari insinyurnya. Karena agama itu bisa dirusak dari dalam. Oleh sebab itu, harus ada imam dalam setiap masa untuk menjaga agama dari penyimpangan lahir dan batin

- Ke Tiga dengan Kepemimpinan (Imamat - Rahbari).

امامت - رهبري
در ورقه هاي " يادداشت رهبري و مديريت " بحث خوبي شده در فرق ميان نبوت و امامت كه اولي رهنمايي است و دومي رهبري و همچنانكه رهنمايي ديني نوعي رهنمايي است كه از افق غيب بايد رسيده باشد ، يعني راهنما بايد غيبي باشد رهبري نيز چنين است ، و اينكه پيغمبر اكرم و برخي پيامبران ديگر هم راهنما بوده اند و هم رهبر ، و ختم نبوت ختم راهنمايي الهي است نه ختم رهبري الهي . [ در آن ورقه ها آمده است : ] امامت و نبوت دو منصب و دو شأنند و احيانا قابل تفكيك . بسياري از پيامبران نبي بوده و رساننده وحي بوده اند ولي امام نبوده اند همچنانكه ائمه امامند و نبي نيستند ولي ابراهيم و محمد صلي الله عليه و آله هم نبي هستند و هم امام : « اني جاعلك للناس اماما غ . اكنون مي گوئيم كه نبوت رهنمايي است و امامت ، رهبري وظيفه نبي تبليغ است : « و ما علي الرسول الا البلاغ »، ولي وظيفه امام اينست كه ولايت و سرپرستي و رهبري كند كساني را كه رهبري او را پذيرفته اند .
28

Dalam mukaddimah ini beliau ra menjelasakan tujuh hal penting:

a- Tentang beda makna dan tugas kenabian dan kepemimpinan, yakni nubuwwat (nubuwwat juga berarti rasul dalam tulisan-tulisan Syi'ah) dan rahbari/imamat. Kalau nubuwwat hanya bersifat dan bertugas sebagai penyampai:

"Tidaklah bagi seorang rasul itu kecuali hanya menyampaikan." (QS: 5:99)

Tapi kalau imamat dan rahbari adalah kepemimpinan dan memimpin umat seperti firmanNya:

"Sesungguhnya Aku sekarang mengangkatmu sebagai imam untuk manusia." (QS: 2:124).
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

b- Sebagian nabi/rasul itu juga imam seperti nabi Ibrahim as dan nabi Muhammad saww dan sebagiannya juga ada yang tidak diangkat menjadi imam.

Jadi, maka imamah ini sebagaiman saya sudah sering menjelaskan, adalah maqam penerapan penegakan hukum Islam dalam masyarakat, yakni sebagai pemerintahan. Bukan hanya penerapan shalat, akan tetapi juga rajam, perang, hukum pidana dan perdata, politik dan semacamnya.

Tapi kalau maqam kenabian dan kerasulan, maka hanya penyampaian saja, dan bukan penegakan hukum-hukumnya, kecuali dalam beberapa hal yang diindingkan umatnya dan diijinkan Tuhan. Misalnya memberikan hukum penyelesaian pada dua orang yang bertikai. Di sini, sekalipun seorang nabi dan rasul itu tidak memiliki kedudukan imamah, akan tetapi kalau diminta seperti itu dan diijinkan Tuhan, maka bisa saja memberikan hukum penerapan sebagai penyelesaian. Tapi perintah sebagai pendirian pemerintahan Tuhan, tidak bisa dilakukan tanpa pengangkatan terlebih dahulu dari Tuhan sebagai imam seperti nabi Ibrahim as yang diangkat di masa tua setelah mengalami berbagai ujian sampai diuji dengan diperintah membunuh anaknya sendiri nabi Ismail as.

c- Bahwa Khaatimu al-Nabiyyiin yang dijulukkan kepada Nabi saww, adalah sebagai akhir kenabian, BUKAN AKHIR KEPEMIMPINAN DAN IMAMAH.

d- Bahwa hubungan kenabian dan imamah itu umum dan khusus dari satu sisi, yakni bisa saling bertemu dan bisa saling berpisah. Karena itu ada yang nabi saja tanpa pankat imam, ada juga yang nabi dan memiliki pangkat imam, begitu pula ada yang hanya imam tanpa pangkat kenabian. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa "Sebagian nabi/rasul itu iman dan sebagian imam itu bukan nabi/rasul."

e- Sebagaimana nabi/rasul itu dipilih Tuhan maka imam juga demikian.

f- Imam, baik juga nabi/rasul atau tidak, tuganya adalah memimpin umat kalau mereka menerimanya.

ولي وظيفه امام اينست كه ولايت و سرپرستي و رهبري كند كساني را كه رهبري او را پذيرفته اند .

"Akan tetapi tanggung jawab imamah/kepemimpinan adalah mewilayahi/menguasai, membimbing dan memimpin umat yang menerimanya."

Ini artinya bahwa agama itu tidak dipaksakan sekalipun tidak boleh dilanggar bagi yang sudah mengetahuinya. Dan pelanggar yang tahu masalah ini, adalah pelanggar dengan sengaja dan akan mendapatkan siksa kelak di akhirat. Jadi, diam dan sabarnya para imam as ketika tidak diterima umat, bukan pembenaran pada apa yang dilakukan umat dan apalagi pembenaran pada pemerintahan yang menggantikan pemerintahan mereka as. Bukan begitu, Melainkan hanya menjalankan tugas mereka as bahwa Islam tidak bisa dipaksakan dan pelanggarnya diserahkan pada Tuhan, apakah yang sengaja atau yang tidak sengaja.

Sinar Agama .

g- Tentang arti Syi'ah.
Perhatikan tulisan beliau as selanjutnya:

شيعه همچنانكه نبوت يعني راهنمايي ديني را من جانب الله مي داند ، رهبري ديني را نيز من جانب الله مي داند ، در اين جهت ميان راهنمايي و رهبري تفكيك نمي كند . پيامبران بزرگ هم راهنما بوده اند و هم رهبر . ختم نبوت ختم رهنمايي الهي و ارائه برنامه و راه است اما ختم رهبري الهي نيست

"Syi'ah, sebagaimana meyakini bahwa pembimbing agama (kenabian dan kerasulan) itu mesti dari Allah, pemimpin/rahbari agama juga mesti dari Allah. Dari sisi ini, kenabian dan kepemimpinan sama sekali tidak bisa dibedakan. Para nabi/rasul besar (seperti nabi Ibrahim as) disamping pembimbing juga pemimpin. Khaatimu al-Nabi berarti berakhirnya pembimbing Ilahi (rasul/nabi) dan penunjuk pada program (hidup) dan jalan (lurus), akan tetapi bukan berarti berakhirnya kepemimpinan."

JADI KALAU INGIN MENJADI SYI'AH MAKA WAJIB MEYAKINI BAHWA KEIMAMAHAN DAN KEPEMIMPINAN UMAT YANG DALAM ARTI MEMIMPIN UMAT SECARA AKTIF DALAM BIDANG SOSIAL POLITIK ITU ATAU PEMERINTAHAN ITU (horizontal) MESTI DITENTUKAN ALLAH swt, BUKAN DENGAN RAPAT DAN MUSYAWARAH UMAT.

- Ke Empat tentang kepemimpinan Ahlulbait as.

امامت ائمه اطهار عليهم السلام - حديث ثقلين
اين حديث متواتر است بين فريقين : « اني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي » رجوع شود به رساله آقا شيخ قوام و شنوه اي ضميمه رساله الاسلام و به بحار الانوار جلد حالات حضرت رسول ( ص ) ، وصاياي حضرت . اين حديث چون طبق معمول هميشه مقدمه گريز به مصيبت بوده كه اين بود توصيه پيغمبر و هنوز آب غسل پيغمبر نخشكيده . . . نتيجتا چنين تعبير مي كنيم كه عترت پامال و بي اثر شد . ولي اينطور نيست . در عين اينكه استفاده اي كه بايد از عترت نشد وجود آنها فوق العاده در حفظ ميراث اسلام مؤثر بود . البته خلافت و حكومت و سياست اسلامي از مسير اصلي منحرف شد . از آن نظر عترت پيغمبر نتوانستند خدمتي بكنند . اما معنويت اسلام و مواريث معنوي رسول اكرم را آنها حفظ كردند و زنده نگه داشتند به طوري كه تدريجا خلافت اسلامي متلاشي و مضمحل شد ولي مواريث معنوي اسلام محفوظ ماند.
30
اسلام آئيني است جامعه و شامل همه شئون زندگي بشر ، ظاهري و معنوي مانند مكتب فلان معلم اخلاق و فيلسوف نيست كه فقط چند عدد كتاب و چند نفر شاگرد تحويل جامعه داده باشد . اسلام نظامي نوين و طرز تفكري جديد و تشكيلاتي تازه عملا به وجود آورد . در عين اينكه مكتبي است اخلاقي و تهذيبي ، سيستمي است اجتماعي و سياسي . اسلام معني را در ماده ، باطن را در ظاهر ، آخرت را در دنيا و بالاخره مغز را در پوست و هسته را در پوسته نگهداري مي كند . انحراف خلافت و حكومت از مسير اصلي خود ، دستگاه خلافت را به منزله پوسته بي مغز و قشر بدون لب در آورد . عناوين " يا امير المؤمنين " و يا " يا خليفه رسول الله " و " جهاد في سبيل الله " و بالاخره حكومت به نام خدا و پيغمبر محفوظ بود اما معني يعني تقوا و راستي و عدالت و احسان و محبت و مساوات و حمايت از علوم و معارف در آن وجود نداشت خصوصا در دوره اموي كه با علوم و معارف مبارزه مي شد و تنها چيزي كه ترويج مي شد شعر و عادات و آداب جاهلي و مفاخرت به آباء و انساب بود . اينجا بود كه سياست از ديانت عملا جدا شد يعني كساني كه حامل و حفظ مواريث معنوي اسلام بودند از سياست دور ماندند و در كارها دخالت نمي توانستند بكنند و كساني كه زعامت و سياست اسلامي در اختيار آنها بود از روح معنويت اسلام بيگانه بودند و تنها تشريفات ظاهري را از جمعه و جماعت و القاب و اجازه به حكام اجرا مي كردند . آخر الامر كار يكسره شد و اين تشريفات ظاهري هم از ميان رفت و رسما سلطنتها به شكل قبل از اسلام پديد آمد و روحانيت و ديانت به كلي از سياست جدا شد . از اينجاست كه مي توان فهميد بزرگترين ضربتي كه بر پيكر اسلام وارد شد از
31

Waduh, kalau diteruskan bisa jadi berabe nih. Sebab di point sebelumnya saja sudah dikatakan bahwa Syi'ah itu adalah yang mengimani bahwa kepemimpinan umat atau khalifah itu, wajib ditentukan Tuhan. Itu artinya adalah kalau tidak meyakini yang seperti ini, maka tidak bisa dikatakan Syi'ah.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

Nah, dalam tulisan berikutnya yang menjelaskan kepemimpinan Ahlulbait as, maka lebih gamblang dan lebih tegas lagi. Ingat, ketegasan ini hanya sebagai uraian dari keSyi'ahan, bukan berarti bahwa Sunni sudah dimurka Tuhan. Jadi, kalau nanti ada kata-kata ayt Muthahhari ra yang mengatakan bawah pemerintahan selain imam makshum itu menyimpang, bukan berarti Sunni yang mengikutinya telah dimurka Tuhan. Sebab kalau belum mendapatkan penjelasan, maka Tuhan pasti akan memaafkannya.

Ada beberapa point tentang tulisan selanjutnya dari beliau ra di atas itu, seperti:

a- Penukilan hadits Tsaqalain:

"Kutinggalkan dua perkara berat untuk kalian. Yang pertama al-Qur an dan yang ke dua Ahlulbaitku."

Ini artinya bahwa imamah itu ditentukan Tuhan melalui hadits Nabi saww juga selain Qur an. Hadits ini teramat banyak di Sunni seperti Shahih Muslim (hadits ke: 4425).

b- Lalu beliau ra menjelaskan bahwa umat telah menyimpang setelah wafatnya Nabi saww. Dan imam tidak bisa berbuat apa-apa selain menjaga Islam secara maknawinya saja, yakni selain politiknya.

البته خلافت و حكومت و سياست اسلامي از مسير اصلي منحرف شد . از آن نظر عترت پيغمبر نتوانستند خدمتي بكنند . اما معنويت اسلام و مواريث معنوي رسول اكرم را آنها حفظ كردند و زنده نگه داشتند به طوري كه تدريجا خلافت اسلامي متلاشي و مضمحل شد ولي مواريث معنوي اسلام محفوظ ماند.

"Memang khilfah dan pemerintahan serta politik Islam telah menyimpang dari jalan aslinya. Dari sisi ini Ahlulbait tidak bisa melakukan apa-apa (yakni karena umat tidak menerima mereka). Akan tetapi Islam secara makna dan warisan maknawi kanjeng Nabi saww dijaga oleh mereka as. Dan penjagaan ini terus dilakukan secara abadi sampai hancurnya kekhilafaan Islam yang tidak benar itu hilang dari permukaan bumi."

Nah, kalau sudah dikatakan menyimpang, itu tandanya bahwa imamah itu wajib aktif dan dipilih umat. Kalau umat tidak memilihnya, maka ia menyimpang.

c- Islam itu adalah agama yang lengkap yang bukan hanya mengajarkan hal-hal spiritual dan akhlak, melainkan juga mengajarkan sistem sosial politik. Maksudnya adalah bahwa kepemimpinan itu bagian dari ajaran Islam dalam kepemimpinan ruhani dan sosial-politik sekaligus, yakni vertikal dan horizontal sekaligus, bukan hanya vertikal dan spritual. Kalimat itu ada di sini:

اسلام آئيني است جامعه و شامل همه شئون زندگي بشر ، ظاهري و معنوي مانند مكتب فلان معلم اخلاق و فيلسوف نيست كه فقط چند عدد كتاب و چند نفر شاگرد تحويل جامعه داده باشد . اسلام نظامي نوين و طرز تفكري جديد و تشكيلاتي تازه عملا به وجود آورد . در عين اينكه مكتبي است اخلاقي و تهذيبي ، سيستمي است اجتماعي و سياسي

d- Dalam kalimat berikut ini beliau ra mengatakan, menyimpangnya urusan kekhilafaan dari garis aslinya yang diajarkan Islam, membuat semua perangkat kekhilafaan menjadi kosong. Perangkat-perangkat seperti "Khalifaturrasul", "Amirulmukmin", "Jihad fi sabililaah", "Pemerintahan Ilahi" menjadi kosong. Artinya tidak terisi dengan apa yang diajarkan Islam. Jadi, maknanya sudah berbeda.

INI YANG SAYA KATAKAN BAHWA KAMUS ISTILAH KHALIFAH ATAU KHILAFAH YANG ADA DI QUR AN DAN HADITS SUDAH TIDAK SAMA DENGAN ISTILAH KHILAFAH YANG DIPAKAI SETELAH WAFATNYA KANJENG NABI saww.

Untuk tulisan ayt Muthahhari ra di point ini, bisa dilihat di bawah ini:

انحراف خلافت و حكومت از مسير اصلي خود ، دستگاه خلافت را به منزله پوسته بي مغز و قشر بدون لب در آورد . عناوين " يا امير المؤمنين " و يا " يا خليفه رسول الله " و " جهاد في سبيل الله " و بالاخره حكومت به نام خدا و پيغمبر محفوظ بود اما معني يعني تقوا و راستي و عدالت و احسان و محبت و مساوات و حمايت از علوم و معارف در آن وجود نداشت خصوصا در دوره اموي كه با علوم و معارف مبارزه مي شد و تنها چيزي كه ترويج مي شد شعر و عادات و آداب جاهلي و مفاخرت به آباء و انساب بود .

KARENA SUDAH TERAMAT LELAH MENULIS SEMUA INI, MAKA SAYA AKHIRI SAMPAI DI SINI SAJA. INTINYA BAHWA PENULISAN BUKU AYT MUTHAHHARI ra ITU JUSTRU INGIN MENEPIS ISYKALAN/PERAGUAN TERHADAP KEYAKINAN KEPADA KEIMAMAHAN YANG MEMILIKI MAKNA KEMESTIAN MEMIMPIN UMAT DARI SISI SOSIAL POLITIK (horizontal) SECARA AKTIF, MESTI DIPILIH TUHAN SENDIRI, WAJIB DIYAKINI DAN DIIMANI UMAT, YANG MEYAKININYA DIKATAKAN SYI'AH, DAN SETERUSNYA, YANG MANA MEREKA MERAGUKAN DENGAN BERBAGAI ALASAN SEPERTI PERJANJIAN DAMAINYA IMAM HASAN as DENGAN MU'AWIYYAH, KEPUTRAMAHKOTAAN IMAM RIDHA as TERHADAP MAKMUN, DAN SEMACAMNYA SEPERTI YANG (kalau boleh saya katakan) DITULIS OLEH PENULIS YANG ANTUM NUKILKAN DI PERTANYAAN ANTUM DI STATUS ITU, YAITU MENJADIKANNYA DALIL SEBAGAI KEABSYAHAN PARA KHALIFAH YANG TIDAK DITUNJUK TUHAN DAN NABI saww.

KEMANA SAJA DAN DENGAN CARA APA SAJA MEREKA BERUSAHA MEMADAMKAN CAHAYA ILAHIAH SEPERTI IMAMAH VERTIKAL DAN HORIZONTAL INI, MAKA TIDAK AKAN ADA HASILNYA SELAIN KETERJATUHAN MEREKA SENDIRI DALAM MURKA TUHAN DAN NABI saww SERTA AHLULBAIT as SENDIRI, TERUTAMA HDH FAATHIMAH as DAN IMAM HUSAIN as YANG RELA TERCABIK-CABIK UNTUK MEMBERIKAN PENJELASAN KEPADA UMAT YANG MENOLAKNYA BAHWA IMAMAH ITU HARUS SELALU ATIF SECARA HORIZONTAL DI SAMPING VERTIKAL.

Smg tidak ada kesalahan tulis yang fatal karena biasanya saya sudah tidak cek lagi, amin. Wassalam.

Sinar Agama Shadra Hasan , tolong tanya jawab yang ini dimasukkan dalam bukum pdf kumpulan kritikan terhadap buku sms. Tolng jawab kalau sudah memabaca pesan ini.

Shadra Hasan ok ust, siap

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..
SukaBalasBaru saja

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.