Thursday, March 10, 2016

on Leave a Comment

Di jempol tangan ada luka dgn sedikit darah mengering, awalnya saya nggak tau ada darah kering lalu mencuci jempol tsb di bawah kran air kur.. apakah tetesan air di sekitar krannya jadi najis?


Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/951666474883259

Salam wa rahmah Ustadz..
1). Di jempol tangan ada luka dgn sedikit darah mengering, awalnya saya nggak tau ada darah kering lalu mencuci jempol tsb di bawah kran air kur.. apakah tetesan air di sekitar krannya jadi najis?
2). Kalau kita bersihkan najis di tangan dengan air qalil, selain air percikan, sisa basahan yg di tangan kan juga najis.. maka kita harus keringkan tangan tadi dgn tisue lalu buang tisunya (krn mutanajjis).
Nah, misal karena nggak ada tisue, kita banyakin aja cuciannya sampe 4-5 kali (contoh).. apakah basahan di tangan itu juga masih mutanajjis?
3). Kita tidak bisa mengatakan air itu kur kecuali kita yakin atau tahu dengan pasti. Kalau di hotel, masjid, mall atau di toilet umum, kata kerabat saya (syi'i) sudah pasti airnya kur. Karena tempat2 umum (menurutnya) pastilah menggunakam toren besar utk kebutuhan yg juga besar.
Bisakah kita pakai logika tsb?
4). Ada buku ibu hamil terjemahan Iran yg amalan di dalam bukunya merujuk ke hadits2 ahlulbayt, dikatakan bahwa salah satu larangan untuk ibu hamil adalah berziarah kubur. Benarkah?
Menurut ustadz larangannya makruh atau sekedar saran? Karena di sana tidak ditulis dalilnya.
Trims ust Sinar Agama
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kalau tetesannya dari tangannya setelah terputus dari aliran air kurnya, dan darahnya masih ada, maka jelas najis terutama yang menetes dari jari yang ada darahnya itu dan begitu pula yang bisa dikenainya.

2- Kalau najisnya sudah hilang secara bendawiahnya, dan setelahitu sudah disiram dengan air beberapa kali, misalnya dua kali, maka sekalipun air tetesannya najis, akan tetapi setelah itu basahan yang di tangan itu sudah tidak najis lagi. Karena itu tidak perlu dikeringkan. Intinya, begitu siraman ke dua dilakukan setelah hilangnya benda najisnya itu, maka tangannya sudah suci sekalipun masih banyak basahannya. Hanya air yang jatuh ketika menyiram pertama dan ke duanya itulah yang najis.

3- Tidak bisa. Sebab torennya kadang kecil. Kadang juga torennya besar, akan tetapi otomatisnya disetel di bawah kur. Misalnya ketika air di torennya itu tersisa seperempat, barulah sanyonya menyala. Karena itu, mesti diperiksa dulu.

Mesti tahu apakah torennya besar atau tidak, otomatisnya diletakkan di posisi berapa liter dan semacamnya. Tapi kalau airnya deras menekan melebihi aliran toren, maka biasanya pakai toren atau tidak, sudah dibuat otomatis berhubungan dengan sanyonya yang menyala, jadi dalam hal ini bisa diyakini kemenyambungannya dengan air kur.

Memang, tempat-tempat yang besar sekali, seperti hotel berbintang dan semacamnya, masjid agung yang teramat besar seperti Istiqlal, mungkin bisa diyakini ke kurannya. Walhasil kalau secara uruf memang pasti menyambung dengan sanyo atau pam, maka bisa diyakini kur. Kalau umumnya dengan toren, maka ditanyakan dulu saja.

4- Saya tidak bisa pastikan sekarang sebab haditsnya harus diperiksa dari berbagai sisi, seperti shahih tidaknya. Lalu juga mesti dilihat pemahaman matannya, baik dari sisi haditsnya itu sendiri, atau dari sisi dihubungkannya hadits tersebut dengan ayat dan riwayat shahih lainnya.

Raihana Ambar Arifin Salam ustd. Menyambung pertanyaan no 2. Jadi misal di tubuh kita ada najis. Kan kaalau kita mandi kita sirram brkali kali pakai gayung, setiap penyiramannya tidak perlu nunggu badan kerring/ airnya sudah tidak menetes lagi ya?

Sinar Agama Raihana Ambar Arifin, benar seperti itu, tidak perlu menunggu kering.

Khommar Rudin
اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ
وعَجِّلْے فَرَجَهُمْے
Lihat Terjemahan

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.