Sunday, March 13, 2016

on Leave a Comment

Bagaimankah Defenisi korupsi ?


Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=882994071814051&id=207119789401486

Salam ustadz.
Selalu sehat dalam kasih sayangNYA.
Tanya:
Bagaimankah Defenisi korupsi ?
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Secara definisinya secara kata, KORUPSI memiliki arti: Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

2- KORUP memiliki arti rusak, busuk, busuk. Atau juga berarti Suka memakai uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok, menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.

3- Kedua definisi kata di atas saya nukilkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4- Definisi kata di atas, mungkin lebih tepat dikatakan sebagai Penjelasan Kata, bukan Definisi. Sebab definisi biasanya menjelaskan esensi sesuatu dan hakikatnya.

5- Secara definisi dan esensi hakikatnya, mungkin bisa diambil pengertian lebih umum, yaitu yang bermakna Penyelewengan Amanat, Penyimpangan Kepercayaan, Penyalahgunaan Kewenangan, Menerima Sogokan dan semacamnya.

6- Kalau poin 5 di atas itu bisa dibernarkan, maka secara global Korupsi ini bisa dibagi dua bagian:

a- Korupsi dalam keuangan dan kekuasaan.

b- Korupsi dalam apa saja terutama keagamaan.

7- Korupsi dalam keuangan dan kekuasaan artinya menyalahgunakan uang dan kekuasaan pada tempat yang keluar dari peraturan hukumnya, baik untuk kepentingan dirinya sendiri atau siapa saja seperti keluarganya, temannya, partainya, ormasnya, yayasannya dan apa saja.

8- Korupsi dalam keagamaan adalah menyalahgunakan ajaran agama demi kepentingan yang tidak digariskan Tuhan, baik demi kepentingan dirinya, keluarganya, golongannya, temannya, ormasnya, yayasannya dan apa saja.

9- Beda Korupsi Keuangan/kekuasaan dan Keagamaan mungkin bisa dilihat dari berbagai segi. Terpentingnya adalah bahwa korupsi dalam harta dan kekuasaan, tidak meliputi penambahan. Bahkan penambahan di sini, dianggap baik dan memang baik. Misalnya, menambahkan uang dari uang pribadinya ke dalam uang amanat atau negara demi kepentingan masyarakat yang tanpa ada tujuannya. Kalau memiliki tujuan maka akan masuk dalam Korupsi sebab salah satu makna korupsi adalah disogok dan menyogok.

Akan tetapi kalau Korupsi dalam agama, tidak boleh adanya penambahan ajaran. Karena itulah maka bid'ah didefinisikan sebagai "Penambahan dan pengurangan hukum/ajaran Tuhan".

10- Ada beda yang lain yang perlu ditambahkan di sini yaitu:

- Kalau Korupsi keuangan dan kekuasaan, mungkin tidak terlalu memasukkan sogokan harga diri dan penghormatan.

- Kalau Korupsi agama, justru lebih banyak untuk memetik keuntungan yang berupa penghormatan dan harga diri. Memang demi keduniaan materi selain penghormatan juga ada dan banyak seperti kedudukan di partai/yayasan/ormas hingga lebih banyak pemasukan, akan tetapi penghormatan umat jauh lebih melezatkan para pengajar agama. Mungkin tidak ada yang lebih lezat di dunia materi ini dari kepuasan batin manakala dihormati umat, dicium tangannya, dipuji ceramah dan tulisannya dan seterusnya.

11- Jawaban Soal:

Dengan semua penjelasan di atas, maka:

a- Korupsi keuangan dan jabatan bisa diartikan dengan menggunakan uang, kepercayaan, jabatan, sogok menyogok, dan semacamnya yang diluar aturan yang telah ditentukan demi kepentingan pribadi, keluarga, orang lain, golongan, partai, ormas, yayasan dan semacamnya.

b- Korupsi keagamaan bisa diartikan dengan menggunakan ajaran agama, kepercayaan umat, jabatan agama, keustadzan, persekongkolan, dan semacamnya dengan menambah dan mengurangi ajaran agama dan hak umat untuk mengetahui dan dibela, dan semacamnya, demi keuntungan pribadi, keluarga, orang lain, golongan, partai, ormas, yayasan dan semacamnya.

12- Cara Taubat:

a- Cara taubat dari korupsi keuangan dan jabatan adalah dengan mengembalikan hak yang dikorupsinya. Kalau uang negara maka wajib dikembalikan ke kas negara. Dan kalau hak umat, maka wajib dikembalikan kepada mereka. Taubat hanya dengan istighfar sama sekali tidak cukup sekalipun dzikir itu mendatangkan pahala, akan tetapi tidak bisa menghapus dosa korupsinya itu.

Di dalam korupsi keuangan dan jabatan ini, tidak mesti dibarengi dengan pengumuman terhadap kesahalan dirinya kecuali dalam hal-hal tertentu sesuai dengan permasalahannya misalnya kalau dibarengi dengan pengumpatan dan semacamnya yang harus meminta maaf kepada yang diumpat. Yang paling penting dalam taubat ini adalah mengembalikan hak yang dianiaya, baik kas negara atau masyarakat itu sendiri.

b- Cara taubat dari korupsi agama ini adalah dengan mengumkan kesalahannya agar semua pihak berhenti mengamalkan dan mengajarkan apa yang telah diambil darinya dari ajaran agama yang telah dikorupsi dengan pengurangan atau penambahannya itu.

Jadi, beda dengan taubat masalah keuangan. Itulah mengapa sebagian ustadz lebih memilih dijauhi umat dari pada harus mengurangi atau menambahi ajaran agama Tuhan, Nabi saww dan Ahlulbait as.

Menambahi itu seperti sok ekstrim menjadi Syi'ah hingga menjadi takfiri, sementara ajaran Tuhan, Nabi saww dan Ahlulbait as jelas tidak seperti itu karena semuanya mengajarkan persatuan, tidak memaksakan dan saling menolong antar manusia, apalagi antar umat beragama terlebih antar umat Islam itu sendiri.

Tapi bukan hanya itu saja. Sebab apa saja yang terhitung menambahi dan mengurangi ajaranNya, adalah korupsi dan taubatnya adalah dengan mengumumkan kesalahannya kepada umat. Karena itu istighfar saja sangat tidak cukup sekalipun dzikir tersebut mendatangkan pahala.

Dan perlu diketahui, bahwa kalau tidak taubat, maka semua kesalahan umat akan ditanggungnya kelak di akhirat. Sedang umatnya, dilihat dulu. Kalau dia memiliki alasan yang benar mengikuti si koruptor itu, maka akan dimaafkan. Kalau tidak, misalnya demi kepentingan pribadi, golongan, ormas, partai, yayasan dan semacamnya, ia mengikutinya dengan kata lain sebenarnya ia mengikuti si koruptor itu bukan karena dalil ilmiah akan tetapi karena kepentingan-kepentingan tadi, maka dia juga berdosa. Dan keberdosaannya ini, tidak akan mengurangi penambahan dosa yang dilakukannya kepada si koruptornya sendiri. Jadi, si koruptor akan menanggung dosa di pengikutnya walau si pengikut tersebut juga jatuh dalam dosa karena mengikutinya tanpa dalil ilmiah seperti adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan pembutian lainnya dari tiori ajaran agama yang diajarkan si koruptor. Wassalam.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.