Sunday, March 6, 2016

on Leave a Comment

Bagaimana hakikat kehidupan dan kematian?


Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/947608711955702

Salam.
Bagaimana hakikat kehidupan dan kematian?
Trims ust Sinar Agama
Komentar

Asad Haidar Hadir nyimak

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Saya sebenarnya tidak mengerti maksud sebenarnya dari yang ditanyakan. Hakikat hidup itu apakah hakikat filsafatnya atau taklif dan kewajiban-kewajibannya.

2- Saya sih, mengira bahwa yang ditanyakan itu adalah hakikat filsafatnya. Karena itu, saya akan mencoba menjawab secara ringkas dari sisi ini, dan kalau salah, atau jawabannya kurang cukup, maka bisa ditanyakan lagi.

3- Bahasan tentang filsafat kehidupan dan kematian ini, sebenarnya sudah sering dibahas walau tidak dalam judul seperti ini. Karena itu, yang akan saya tulis berikut ini, sebenarnya bisa dikatakan sebagai pengulangan dan ringkasan dari tulisan yang lalu-lalu. Untuk itu, tolong perhatikan setiap poin dari yang akan disampaikan berikut ini:

a- Manusia memiliki dua dimensti, yaitu dimensi badani materiali dan dimensi ruhani non materiali.

b- Pada kedua dimensi itu, terdapat kehidupan dan kematiannya sendiri-sendiri.

b-1- Hidupnya badani adalah dengan bernafas, beraktifitas dan semacamnya. Dan kematiannya, adalah berhentinya semua itu.

b-2- Hidupnya ruhani adalah dengan belajar agama dan kebaikan yang diinginkan atau setidaknya diijinkan agama lalu mengamalkannya. Sedang matinya ruh adalah dengan tidak belajar agama dan kebaikan yang diijinkan agama, atau belajar akan tetapi tidak mengamalkannya.

Catatan:

- Yang dimaksud belajar agama adalah setidaknya seukuran kewajibannya, tidak mesti belajar yang sebegitu luas hingga menjadi ulama. Jadi, manusia kalau ingin dikatakan hidup, mesti belajar agama (akidah dan fiqih) setidaknya seukuran yang diperlukan dalam kehidupannya sehari-hari.

- Yang dimaksud belajar kebaikan yang diijinkan agama adalah ilmu-ilmu selain agama akan tetapi bermanfaat untuk kehidupan halal manusia, seperti teknologi, matematik, kimia, kedokteran dan semacamnya.

- Seberapapun seseorang belajar kebaikan yang selain agama sekalipun diijinkan agama, maka kalau tidak belajar agama, dia sulit dikatakan sebagai manusia yang hidup dalam kacamata hakikat dan filsafat.

Sinar Agama .

c- Hidup dan mati dalam pendangan badani materiali, tidak terlalu penting bagi kita manusia. Dan kalaulah penting, maka tidak melebihi ukuran umur kita sebagai manusia. Karena itu, maka sejungkirbalik seperti apapun, maka jangankan ketika mencapi mati, ketika sudah menua saja, semua hirup pikuk dunia yang tadinya dipandang sebagai keindahan, sudah menjadi sirna dengan sendirinya. Karena itulah alam ini dikatakan alam fana. Yakni alam yang hancur dan sirna. Hancurnya bukan hanya di hari kiamat kelak, akan tetapi di setiap matinya manusia, bagi si manusia yang mati itu. Itulah mengapa kanjeng Nabi saww bersabda:

"Kalau manusia sudah mati, maka telah datang hari kiamatnya."

d- Hidup dan mati yang sangat perlu mendapatkan perhatian adalah hidup mati secara ruhani non materiali-nya. Sebab hal itulah yang akan berkeabadian dan berkelanggengan. Penjelasan dan dalil filsafatnya sebagai berikut:

c-1- Hakikat manusia adalah esensinya. Sedang esensinya adalah "Binatang rasional." yang kalau dipanjangkan "Benda berkembang bergerak dengan kehendak dan rasional."

"Benda berkembang dan bergerak dengan kehendak" itu, adalah definisi atau kepanjangan dari "Binatang."

c-2- Dalam esensi dan definisi di atas, kita dapat melihat dengan jelas dua dimensi yang sudah disebut di atas, yaitu dimensi badani materiali dan dimensi ruhi non materiali.

c-3- "Benda berkembang" adalah dimensi badani materialinya.

c-4- Sekalipun "bergerak dengan kehendak" sudah mulai menyentuh non materi, sebab kehendak itu sifat ruh/jiwa yang non materi, akan tetapi karena ia hanya sebatas "Binatang", maka jelas tidak bisa dikatakan sebagai kesempurnaan manusia. Sebab bergerak dengan kehendak yang dimiliki manusia juga dimiliki binatang. Di posisi ini, yakni posisi "Binatang" atau "bergerak dengan kehendak", merupakan posisi yang sama-sama dimiliki manusia dan binatang. Jadi, kalaupun sudah mulai masuk non materi, maka masih dalam posisi yang rendah.

c-5- Ketika posisi "bergerak dengan kehendak" itu memiliki "kehendak", berarti memiliki rasa dan perasaan. Karena itulah maka ia juga suka dan tidak suka, cinta dan benci dan semacamnya. Dimana semua itulah yang kelak akan menyebabkan dia beriktiar untuk bergerak menuju sesuatu atau memilih diam tidak menujunya. Ini yang dikatakan "bergerak dengan kehendak". Artinya, kalau suka atau menghendaki, maka akan bergerak kepadanya dan kalau tidak, maka sebaliknya.

c-6- Kalau antum semua masih ingat seringnya saya menjelaskan tentang Daya-ruh, maka agar kembali menyegarkan ingatan antum semua, perlu diketahui bahwa tingkatan "Binatang" atau "Hewan" atau "bergerak dengan kehendak" ini, merupakan tingkatan ruh pada daya-hewani dimana merupakan tempat rasa dan perasaan serta kehendak.

Ruh kan memiliki empat daya bukan? Yaitu daya-tambang (mengatur perputaran atom meterinya dan perputaran ini dan itu seperti perputaran darah, detak jantung dan semacamnya), lalu daya-nabati (yang mengatur pertumbuhan dan peranakpinakan), lalu daya-hewan (yang mengatur rasa dan perasaan serta kehendak), lalu daya-akal (yang mengatur pemahaman dan pengertian).

Nah, "bergerak dengan kehendak" yang merupakan kepanjangan dari "Binatang/hewan", adalah suatu posisi yang sama dengan ruh daya-hewani. Karena itu, maka "binatang" memiliki apa saja yang dimiliki manusia dari sisi rasa dan perasaan serta kehendaknya. Takut, benci, marah, rindu, cinta, dendam dan semacamnya, kasih sayang, dan semacamnya, sama-sama dimiliki oleh manusia dan binatang.

Kesimpulan dari penjelasan ini adalah bahwa hewani atau ruh daya-hewani, sekalipun dia non materi, akan tetapi tidak penting bagi hakikat kehidupan manusia. Karena manusia lebih tinggi dari derajat hewani itu. Karena manusia masih memiliki satu daya lagi yang tidak dimiliki binatang, yaitu ruh daya-akal.

Sinar Agama .

c-7- Dengan penjelasan ulang di atas itu, maka dapatlah dipahami penjelasan para filosof yang mengatakan bahwa esensi dan hakikat sesuatu itu, berada di pembeda/deffrentia dekatnya, bukan di genusnya (jenisnya).

Kalau antum masih ingat pembahasan logika, maka yang tidak semua penjelasan dari hakikat sesuatu itu bisa dikatakan esensi sesuatu itu atau hakikat sesuatu itu, melainkan hanya kalau dijelaskan dengan genus dekat dan pembeda dekatnya. Agar penjelasan berikutnya dapat dipahami dengan baik, saya akan menerangkan sedikit tentang genus, pembeda/deffrentia dan golongan.

c-7-a- Keberadaan nyata seperti kita-kita atau lingkungan kita, dikatakan sebagai ekstensi/extensi, bukan pahaman.

c-7-b- Keberadaan dalam akal, seperti pahaman/data kita tentang diri-diri kita dan lingkungan kita, dikatakan sebagai "pahaman" atau "keberadaan dalam akal" atau "data dalam akal".

c-7-c- Keberadaan dalam akal atau data itulah yang dibagi pada golongan, genus, pembeda, sifat umum dan sifat khusus.

c-7-c-1- Golongan atau spesies adalah suatu pahaman universal (memiliki lebih dari satu ekstensi yang merupakan lawan partikulir yang hanya memiliki satu ekstensi) yang di dalamnya terdapat banyak dan jumlah atau lebih dari satu, akan tetapi sama esensi dan hakikat. Seperti pahaman atau data yang ada dalam akal kita tentang "manusia", "pohon jambu", "pohon kelapa", "harimau", "singa", "mobil" dan semacamnya.

Dalam "manusia" ada Eko, Junaidi, dan semacamnya. Jumlahnya ada dan lebih dari satu, akan tetapi esensinya sama, yaitu binatang rasional. Begitu pula pada "pohon jambu", "pohon kelapa", "harimau", "singa" dan "mobil".

c-7-c-2- Genus atau Jenis adalah suatu pahaman universal yang memiliki jumlah dimana satu dan lainnya, berbeda secara esensi dan hakikat. Seperti pahaman tentang "hewan", "pohon", "binatang buas", "kendaraan" dan semacamnya.

Dalam "hewan/binatang" terdapat jumlah alias lebih dari satu, di mana satu dan lainnya berbeda esensisi. Sebab dalam binatang, ada semua makhluk hidup, seperti manusia, singa, harimau, ulat, kijang dan semacamnya.

Begitu pula di dalam "pohon" dimana ada banyak sekali pohon yang beda esensi seperti "pohon kelapa", "pohon jambu", pohon durian" dan seterusnya. Begitu pula halnya dengan "binatang buar" yang terdapa harimau di dalamnya, singa, macan, ular, buaya dan semacamnya.

c-7-c-3- Deffrentia atau pembeda, adalah yang dzat atau unsur dzat (dzat yakni suatu unsur yang tidak bisa tidak mesti dimiliki suatu esensi) yang membedakan satu golongan dengan golongan lainnya. Misalnya rasional yang membedakan esensi/golongan manusia dari yang lainnya.

c-7-c-4- Sifat adalah suatu unsur yang bukan unsur dzat (yakni yang tidak mesti dimiliki oleh sebuah esensi). Misalnya, tertawa, sarjana, berjalan dan seterusnya.

Sinar Agama .

c-7-d- Masing-masing bagian di atas, dibagi pada bagian-bagian tertentu yang saya tidak akan menjelaskannya di sini karena akan teramat panjang. Tapi saya akan menyinggungnya agar antuk sama sekali tidak blank. Tentu kalau belum pernah belajar logika.

c-7-d-1- Golongan dibagi pada hakiki dan tidak hakiki (nisbi). Yang hakiki adalah yang sesuai dengan defiisi di atas. Yang tidak hakiki adalah genus yang ada di atasnya, kalau dilihat dari atasnya. Misalnya hewan yang merupakan genus manusia, kalau dilihat dari atasnya yaitu dari pahaman yang lebih luas di atasnya seperti "benda berkembang" yang mencakupi hewan dan pepohonan, maka hewan ini bisa disebut dengan golongan walaupun pada hakikatnya ia adalah genus.

c-7-d-2- Genus juga dibagi dua, dekat dan jauh. Sebab yang lebih luas dari genus, juga dikatakan genus. Sebab terdapat banyak hakikat dan esensi di dalamnya. Misalnya, "benda berkembang" yang merupakan pahaman lebih luas dari "binatang/hewan", maka sekalipun "hewan" ini yang merupakan genus dari "manusia", "harimau" dan semacamnya, akan tetapi "benda berkembang" juga genusnya. Tapi dikatakan sebagai genus jauh. Jadi, hewan adalah genus dekat bagi manusia, harimau dan semacamnya, sedang "benda berkembang" adalah genus jauh bagi manusia, singa dan semacamnya.

c-7-d-3- Pembeda atau deffrentia, juga dibagi dua: Jauh dan dekat. Deffrentia dekat adalah yang membedakan esensi yang sedang didefiniskan/diurai. Sedang deffrentia jauh adalah yang mendeffretia-i genusnya, baik genus jauh atau dekat. Jadi, kalau rasional merupakan deffrenti dekat bagi manusia, maka "bergerak dengan kehendak" merupakan deffrentia jauhnya.

c-7-d-4- Sifat juga seperti itu, ada sifat umum yaitu yang dimiliki oleh genus kalau dilihat dari golongannya, dan ada sifat khusus yaitu yang dimiliki oleh golongannya. Tertawa adalah sifat khusus manusia sedang berjalan merupakan sifat umum bagi manusia karena juga dimiliki oleh binatang/hewan yang lainnya.

c-7-e- Kalau di dalam akal dan pahaman kita ada si Joko dimana ia dalam hal ini merupakan pahaman partikulir (lawan universal), maka pahaman di atasnya adalah manusia. Nah, pahaman ini sudah mulai universal. Lalu di atas pahaman manusia ini, ada lagi pahaman yang lebih luas, yaitu binatang atau hewan. Karena hewan mencakupi manusia dan binatang lainnya. Di atas pahaman hewan ini, ada pahaman yang lebih luas lainnya, yaitu benda berkembang. Di atas benda berkembang ini juga ada pahaman yang lebih luas lainnya yaitu benda itu sendiri.

Jadi, di dalam pahaman Joko tidak bisa mencakupi Junaidi, tapi dalam pahaman "manusia", maka keduanya dan semua orang bisa dicakupi. Dalam pahaman "manusia" tidak mencakupi harimau atau hewan atau benda hidup lainnya, tapi dalam pahaman "binatang/hewan" mencakupi yang lainnya. Dalam pahaman "hewan" tidak mencakupi yang tidak bergerak dengan kehendak tapi dalam pahaman "benda berkembang" mencakupi yang lainnya seperti pepohonan yang juga berkembang akan tetapi tidak bergerak dengan kehendak. Dalam pahaman "berkembang" tidak mencakupi yang tidak berkembang tapi dalam pahaman "benda" maka mencakupinya. Sebab mencakupi yang berkambang seperti pepohonan dan hewan (benda hidup atau biantang hidup) dan mencakupi yang tidak berkembang seperti batu, tanah, air dan semacamnya.

c-7-f- Penyimpulang.
Ketika manusia memiliki hakikat "binatang rasional" dan ketika dimensi "binatang"nya mencakupi wujud selain manusia seperti harimau, pepohonan dan bahkan bebatuan dan tanah serta air, maka jelas bahwa kesempurnaan manusia itu, bukan di hal-hal yang sama dan saling mencakupi dengan wujud-wujud lainnya itu. Melainkan hanya pada yang menyangkut pada dirinya sendiri. Nah, yang spesifik mencakup dirinya sendiri dan tidak yang lainnya, tidak lain dan tidak bukan, adalah deffrentianya saja, yaitu pembeda dekatnya saja, yaitu "rasional."

Dengan demikian maka kita menjadi paham bahwa hakikat kesempurnaan sesuatu itu terletak pada deffrentia dekatnya. Sebab tidak ada wujud lain yang menyekutuinya atau segolongan dengannya.

d- Ketika kita sudah tahu bahwa kesempurnaan setiap esensi itu adalah pembeda dekatnya, maka kesempurnaan manusia terletak pada rasional dan akalnya, bukan pada kehewaniaannya.

e- Kalau kesempurnaan manusia itu terletak pada akalnya dan bukan pada hewaniahnya, maka kesempurnaan manusia itu bukan di rasa dan perasaannya, melainkan di akalnya.

f- Kalau akal itu penentu manusianya manusia, maka hidup matinya manusia, tergantung pada akalnya.

g- Kalau hidupnya akal adalah dengan pemahaman terhadap suatu obyek ilmu dan pemahaman terhadap wajibnya dalam pengaplikasiannya atau pengamalannya, maka hidupnya manusia HANYA dengan ilmu agama dan apa yang diijinkan agama dan dengan pengamalannya.

h- Pengamalan itu juga akal. Sebab akal bukan hanya memahami racun itu tidak baik karena dapat membunuh kita, akan tetapi juga memahami bahwa racun itu mesti dijauhi.

i- Dalam istilah filsafat, memahami suatu obyek ilmu dikatakan sebagai Akal-nazhari (akal-teori) sedang memahami bahwa mesti dilakukan sebagai Akal-'amali (akal-praktek atau akal-konsekuensif).

j- Dan karena akal memahami bahwa dunia ini kehidupan fana dan akan segera sirna setidaknya kalau kita sudah mati, dan kita memahami bahwa ada Khaaliq yang akan kita datangi setelah kehidupan ini, begitu pula akal kita dapat memahami bahwa cinta di dunia ini terhadap apapun obyek di dunia ini, adalah fana dan segera akan sirna, sementara kita tahu ada Khaaliq yang secara niscaya wajib dicintai secara hakiki dan ikhtiari serta suka rela karena Dia Cahaya dan KeIndahan Yang Tidak Terbatas, aka sudah sepantasnya kita mengikuti kehendakNya dalam membimbing kita sesuai dengan kemaslahatan kita, bukan sesuai keperluanNya karena Dia Maha Suci Dari Segala Keperluan dan Kebutuhan.

k- Dan karena Dia menyantuni kita dengan hidayahnya yang berupa agama, sesuai Maha KasihNya, maka akal kita memahami bahwa sudah semestinyalah kita mempelajari agamaNya dan mengamalkannya.

l- Kesimpulannya:

Kalau kita ingin dikatakan hidup secara hakiki, maka wajib belajar agama setidaknya seukuran diperlukan dalam hidup kita sehari-hari seperti tentang akidah dan fiqih. Tapi tidak wajib mesti terlalu mendalam seperti berilmunya para ulama yang mengerti kedua ilmu itu dengan sebegitu mendalam dan luasnya. Hal ini karena manusia tergantung akalnya.

Dan setelah memahami semua obyek yang diperlukan dalam hidup, maka mesti diamalkan. Sebab akal juga menyuruh kita untuk melakukannya. Karena itu, akan dikatakan gila (tidak berakal) kalau ada orang berceramah tentang bahayanya racun, lalu habis ceramah meminumnya.

Sedang ilmu-ilmu yang lain, sekalipun diijinkan agama (yakni ilmu-ilmu yang halal) hanya penunjang hidup materi saja dan karenanya tidak bisa menjadi asal dan dasar bagi hidup matinya manusia.

Memang, ilmu-ilmu halal itu bisa dijadikan instrument untuk melicinkan peresapan dan pengamalan pada ilmu-ilmu agama kita. Kalau seperti ini, maka ia juga bisa menjadi bagian dari ilmu agama atau setidaknya menyangkutnya. Karena itu, orang yang ahli tentang mata atau dokter mata misalnya, akan lebih meringkuk di hadapan Penciptanya dengan mengetahui jutaan sel yang ada di dalam mata dan mengetahui hubungan yang satu dengan yang lainnya. Tapi orang awam tentang mata, maka tidak memiliki kesempatan untuk hal tersebut.

JADI, HIDUP DAN KEHIDUPAN HAKIKI ADALAH BELAJAR AGAMA SERAYA MENGAMALKANNYA. SEMENTARA MATI DAN KEMATIAN SECARA HAKIKI ADALAH TIDAK MENGERTI AGAMA DAN/ATAU MENGERTI AKAN TETAPI TIDAK MENGAMALKANNYA.

Sinar Agama .

Tambahan:

m- Ketika kita sudah mengerti hakikat hidup dan mati dengan penejlasan filsafat di atas, maka kita akan menjadi mengerti apa yang disabdakan kanjeng Nabi saww yang bersabda:

"Sesungguhnya manusia itu tidur dan ketika mati baru dia terbangun."

Orang yang tidak mengerti filsafat, menghadapi hadits seperti di atas itu, akan selalu memaknai secara simbolik. Artinya Nabi saww sedang menyampaikan pesan secara simbolik hingga mesti dipahami dengan simbolik pula. Karena itu, hadits di atas akan dipahami sebagai:

"Manusia itu pada lengah dan nanti kalau sudah mati, baru mereka sadar."

Padahal, dalam kaidah memahami ayat dan hadits, selama lahiriah kalimatnya bisa dipahami dengan baik, maka tidak boleh ditakwil dengan yang bertentangan dengan lahiriahnya itu. Orang yang tidak mengerti filsafat atau ilmu yang membahas hakikat wujud, maka mereka mengira bahwa lahiriah hadits di atas, tidak bisa dipahami. Oleh karena itu, maka mesti ditakwil ke makna yang tidak lahiriah. Akhirnya mereka memaknai seperti di atas. Atau setidaknya bisa memaknainya seperti di atas itu.

Akan tetapi bagi yang mengerti ilmu hakikat wujud dimana semua ilmu yang halal bisa dijadikan perangkat dan alat memahami ayat dan riwayat seperti ilmu Nahu, Sharf, Matematik, Perbintangan, Kimia dan semacamnya, maka dalam memaknai hadits di atas, tidak perlu menggunakan takwil karena lahiriahnya dapat dipahami dengan baik dan mudah. Sementara takwil itu diperlukan, manakala lahiriah kalimatnya, tidak bisa dipahami secara lahiriah.

n- Dengan semua penjelasan di atas, maka makna hadits:

"Manusia itu tidur dan ketika mati mereka akan bangun/sadar."

adalah:

"Kebanyakan manusia itu mati karena akal-pahaman (akal-nazhari) dan akal-amalan (akal-'amali) mereka tidak hidup yaitu tidak diisi dengan ilmu agama yang diperlukan dan kalaupun diisi juga tidak diamalkannya dan kalau diamalkan juga tidak diamalkan dengan benar dan ikhlash. Kalau mereka mati, maka mereka akan terbangun dari tidurnya. Yakni akalnya menjadi tidak terkotori oleh badan materinya hingga ia dapat melihat kenyataan yang sebenarnya."

Atau bermakna:

"Kebanyakan manusia itu hidup akan tetapi sedang tidur. Yakni akal non materinya tidak diisi dengan ilmu agama yang diperlukan dan kalau diisi juga tidak diamalkan dengan benar, baik dan ikhlash. Karena itu, mereka hidup hanya badaniah dan materinya saja. Persis seperti orang tidur yang tidak memfungsikan akalnya dan hanya bernafas saja. Orang seperti ini, kalau sudah mati dimana berarti meninggalkan badannya, baru tahu kalau ketika itulah kehidupan yang sebenarnya itu. Karena hidup bagi manusia adalah ruh non materinya. Sementara non materi dia kala itu, tidak terisikan dengan ilmu agama dan praktek agama. Karena itu, orang seperti itu akan hidup di alam baqa' bukan sebagai manusia. Karena kesempurnaan manusia itu terletak di akal-nazhari dan akal-'amalinya."

Sinar Agama .

o- Dengan semua penjelasan di atas itu, kita juga dapat mengerti apa yang ditangisi oleh kanjeng Nabi saww ketika pulang dari Israa' dan Mi'raaj. Ketika menjawab pertanyaan Imam Ali as dan Hdh Faathimah as kala mereka as bertanya mengapa beliau saww menangis, beliau saww menjawab (saya nukilkan sebagiannya saja dari jawaban panjang beliau saww):

"..... ورأيت امرأة رأسها رأس الخنزير وبدنها بدن الحمار و عليه ألف ألف لون من العذاب ، ورأيت امرأة على صورة الكلب والنار تدخل في دبرها وتخرج من فيها والملائكة يضربون رأسها ...."

"..... Aku melihat wanita yang berkepala babi dan badannya badan keledai yang di atasnya terdapat sejuta macam siksa. Aku melihat wanita yang berwajah anjing dan api masuk dari dalam duburnya dan keluar dari mulutnya dan malaikat memukuli kepalanya ... "

Artinya, ketika akal-pahaman dan akal-praktek nya tidak difungsikan di waktu hidup, sementara kemanusiaan manusia itu tergantung pada kedua jenis akal tersebut, maka sudah pasti yang akan menggantikan kemanusiaannya adalah kehewanannya atau kebinatangannya. Yaitu yang hanya memfungsikan rasa dan perasaannya. Siapa lagi wujud seperti ini kalau bukan binatang itu sendiri.

Nah, sementara binatangnya ini dilihat seperti apa. Kalau rakus dan pencinta dunia, maka dialah babi. Kalau galak, dialah anjing. Kalau periak, dialah monyet. Kalau penipu, dialah ular. Dan begitu seterusnya.

Semoga Tuhan melindungi diri kita dari keburukan kita sendiri, hingga Dia sudi mewujudkan ruh kita sekarang ini sebagai manusia, mati sebagai manusia dan bangkit sebagai manusia, amin.

Kata Ayatullah Jawadi Omuli hf:

"Kalaulah kita tidak mendapatkan maqam yang tinggi-tinggi seperi maqam para aulia' maka biarkanlah. Tapi setidaknya kita wajib berusaha agar kelak dibangkitkan dengan wajah manusia, wajah yang baik dan bersahaja."

p- Konsekuensi dari hadits tidur di atas itu, adalah bahwa apapun yang kita lihat dan rasakan sekarang ini adalah mimpi. Justru kalau sudah mati kelak, akan merasakan hakikatnya.

Kalau takbir mimpi biasa kita katakan atau berikan pada orang yang bermimpi dalam tidurnya, maka kehidupan setelah mati, sebenarnya adalah takwilan atau takbir dari apa yang kita rasakan dalam hidup di dunia ini.

Tidur di dunia, lalu bermimpi, lalu ditakbirkan pada kehidupan di dunia ini. Ini yang umum diketahui orang-orang. Akan tetapi sebenarnya, sekarang ketika kita terjaga dan beraktifitas inilah yang dikatakan mimpi karena terjadi dalam hidup kita yang mana sebenarnya adalah tidur. Nah, mimpi yang sekarang kita lihat dalam hidup kita inilah yang memiliki takbir, yaitu apa-apa yang akan terjadi kelak di kubur dan akhirat, alias setelah kematian kita di dunia ini dan masuk ke liang lahat dan/atau dibangkitkan di akhirat.

Ayat-ayat dan hadits-hadits sudah banyak yang meberikan takbir mimpi yang kita lihat dalam kehidupan kita ini. Misalnya, yang menggunjing itu sama dengan makan daging bangkai manusia (QS: 49:12). Yang riya' dan pelanggar ketentuan Tuhan itu sama dengan monyet (QS: 2:65 dan 7:166). Yang pemakan haram seperti harta anak yatim itu sama dengan makan api neraka (QS: 4:10). Yang menjual ayat dengan harga yang sedikit, yaitu yang mengorbankan ayat-ayat dan ketentuan Tuhan demi prinsip lain dan kehidupan dunia, juga sama dengan memakan api neraka (QS: 2:174). Sementara kalau dalam hadits-hadits maka cukuplah hadits Israa' dan Mi'raaj di atas itu.

Semua dan semua, telah memberikan takbir mimpi kita dari yang kita lihat dan lakukan di alam kehidupan dunia ini yang mana berarti memberikan pengertian pada kita bahwa sebenarnya kehidupan kita ini, adalah mimpi karena masih terselimuti oleh badan materi, dan kelak kalau sudah mati dan meninggalkan badan materi, maka kita akan tahu hakikat takbirnya di sana.

q- Kesimpulan:

1- Kebanyakan manusia itu mati atau setengah mati seperti tidur. Hal itu, karena kebanyakannya tidak hidup.

2- Menghidupkan jiwa/ruh, yaitu dengan menghidupkan kemanusiaannya.

3- Kemanusiaan manusia itu, bukan di dimensi kebadaniahannya, bukan di dimensi kenabatiaannya, bukan di dimensi kehewanan dan kebinatangannya. Sebab makhluk lain memilikinya.

4- Kemanusiaan manusia itu, terletak pada akal-pahaman dan akal-prkateknya.

5- Menghidupkan manusia berarti harus dengan menghidupkan akal-pahaman dan akal-prakteknya.

6- Menghidupkan akal-pahaman dengan mengisi ilmu-ilmu agama setidaknya yang diperlukan dalam seluruh dimensi kehidupannya (keimanan dan fiqih yang mana fiqihnya meliputi fiqih pribadi, keluarga, sosial, budaya, ekonomi, politik dan seterusnya). Sementara mengisi akal-praktek adalah dengan mengamalkan apa-apa yang sudah diketahuinya di akal-pahamannya.

7- Kalau kita menghidupkan kemanusian kita di dunia ini, maka takbir hakikatnya di alam nyata dan malakutinya di mana secara umum akan bisa dilihar kelak di alam kubur dan akhirat oleh kebanyakan manusia (selain para nabi as, imam as dan aulia'), adalah hakikat manusia. Yaitu yang berbadan manusia dan berwajah manusia.

8- Tapi kalau kita tidak menghidupkan kemanusiaan kita di dunia ini, maka takbirnya di alam hakikatnya adalah hakikat binatang. Apakah berbadan dan berwajah dengan satu jenis binatang, atau berwajah dengan wajah binatang tertentu dan berbadan dengan badan binatang yang lainnya (na'udzu billaah).

KARENA ITU MARI KITA SAMA-SAMA BERUSAHA MENGHIDUPKAN KEMANUSIAAN KITA (bukan kehewaniahannya dan nabatiahnya) DENGAN MENGISI AKAL-PAHAMAN (akal-nazhiri) DENGAN ILMU-ILMU AGAMA, BAIK YANG ASAL ATAU YANG PENUNJANGNYA DAN DENGAN MENGISI AKAL-PRAKTEK KITA (akal-'amali) DENGAN MENGAMALKAN ILMU-ILMU AGAMA ITU. KARENA HANYA DENGAN DEMIKIAN MAKA KITA BISA DIKATAKAN HIDUP SEBAGAI MANUSIA DAN MATI SEBAGAI MANUSIA SERTA DIBANGKITKAN SEBAGAI MANUSIA PULA. Wassalam.

Khommar Rudin
اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ
وعَجِّلْے فَرَجَهُمْے
Lihat Terjemahan

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.