Friday, October 23, 2015

on Leave a Comment

SANAD DAN MAKNA "SETIAP HARI ADALAH ASYURO SETIAP TANAH ADALAH KARBALA".


Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/903292093054031

Salam.
Apakah penyataan 'setiap hari adalah Asyura. setiap tanah adalah Karbala' bersanad ke maksumin as dan apakah tepat pernyataan ini?
Trims ust Sinar Agama
Suka   Komentari   
Komentar
Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kalimat "Setiap hari adalah 'Asyura dan setiap bumi adalah Karbala", bukan dari kalimat makshumin as. 


2- Walaupun kalimat itu bukan dari ucapan makshumin as, akan tetapi sangat sesuai dengan semua ucapan dan ajaran makshumin as. Hal itu karena:

a- Filsafat kebangkitan Imam Husain as adalah menentang kebatilan. 

b- Nabi saww dan para Imam Makshum as itu, bukan hanya untuk dilihat-lihat, akan tetapi untuk dicontohi. 

c- Semua ajaran yang ada di Islam dan yang dicontohkan Nabi saww dan Ahlulbait as, adalah mengajak kepada kebenaran dan menentang kebatilan. 

d- Kemenangan yang diinginkan Imam Husain as, jelas bukan kemenangan pemerintahan. Sebab seperti yang sudah saya jelaskan sebelum-sebelum ini, bahwa kalaupun Imam Husain as menang, maka tetap akan hancur seperti pemerintahan hak sebelumnya, seperti pemerintahan Imam Ali as dan Imam Hasan as. Hal itu karena ajaran Islam yang nemanaya Imamah sudah tersingkirkan dari budaya kaum muslimin. 

Ketika orang-orang tidak membela Imam Ali as, kebanyakannya karena takut dibakar hidup-hidup Khalid bin Walid seperti ketika membakar shahabat suku Bani Tamiim. Hati para shahabat sedih karena takut membantu Imam Ali as. Tentu saja ada sebagian kecil yang tetap berani membela dan berpihak kepada Imam Ali as dengan keyakinan imam makshum dan dipilih Allah dan Rasul saww seperti Ammar, Abu Dzar, Miqdaad, Salman dan lain-lainnya.

Budaya takut dan sedih itu, makin pudar di jaman Umar dan Utsman. Artinya, sudah lebih jauh dari rasa sedih karena tidak membatu Imam Ali as sebagai Imam Makshum yang dipilih Allah dan Nabi saww. 

Karena itu, pada waktu Imam Ali as sendiri menjadi khalifah, maka keyakinan seperti yang pernah mereka miliki di Ghadir Khum di jaman Nabi saww itu, yakni berwilayah dan berkepemimpinan Imam Makshum Ali as itu, sudah pudar dari budaya kaum muslimin. Karena itu, sekalipun berbaiat kepada Imam Ali as, bisa saja karena dianggap lebih layak saja. 

Di lain pihak, orang-orang yang jauh dari Madinah, memiliki keadaan lebih buruk. Karena mereka bukan hanya tidak menyesal tidak membela Imam Ali as, akan tetapi justru mewajibkan pelaknatan di dalam mimbar-mimbar shalat Jum'at sampai 40 tahun lamanya. 

Pada masa Imam Hasan as juga demikian. Umat Islam sudah semacam tidak kenal lagi apa yang dinamakan imamah dan khilafah yang dipilih Allah dan Rasul saww itu. Yang ada adalah khilafah yang dipilih sebagian orang dan dilanjutkan dengan memaksa atau mewajibkan yang lain untuk taat. Begitu yang mereka alami sejak pemerintahan Abu Bakar, Umar, Utsman dan sampai ke Bani Umayyah (dimana hal ini diteruskan sampai ke Bani Abbas dan seterusnya).

Pendek cerita, Imam Husain as harus menang. Tapi menang dalam artian lain, bukan dalam artian pemerintahan Islam yang akan dipenuhi oleh orang-orang yang kosong dari keyakinan imamah makshum. Karena itu, misinya adalah mengembalikan umat pada keimamahan dan kekhilafaan makshum ini.

Dengan cara apa? Tentu dengan cara yang tidak seperti sebelum-sebelumnya yang ditempuh Imam Ali as dan Imam Hasan as. Karena tahapan-tahapan itu sudah dilakukan (oleh Imam Ali as dan Imam Hasan as) akan tetapi umat tetap tidak kembali kepada imamah kecuali sedikit menambahi yang memang bertahan dari awal dengan iman kepada imamah tersebut. 

Itulah yang saya istilahkan sebagai HENTAKAN DAKHSYAT. Yakni umat ini mesti dihentak supaya kembali kepada imamah WALAU hanya dalam ilmu dan keyakinan sebagai proses awal pengembalian. Itulah mengapa Imam Husain as membawa serta semua keluarga dan bahkan anak bayinya. Hal itu supaya umat Islam menyadari bahwa khilafah yang ada selama ini adalah khilafah sebagian kecil umat, boro-boro khilafah Allah dan Nabi saww. Sebab yang mengangkat mereka hanya sebagian orang saja dan apalagi diwariskan seperti Yazid yang mendapat warisan dari Mu'awiyyah.

Imam Husain as mesti berjuang dan berjihad di jalan itu, yaitu di jalan pengembalian umat secara kaaffah/utuh kepada Islam dimana di Islam Kaffah itu ada imamah makshumnya. 

Nah, mengembalikan hal tersebut, bukan dengan kemenangan perang lahiriah, akan tetapi dengan menang batiniah dan ilmu serta keimanan. 

Dengan terbunuhnya beliau as di medan laga terbuka, jelas tidak akan bisa diingkarti. Dengan terbunuhnya bayi dan anak-anak di bawah umur, jelas tidak bisa diingkari kebatilan pembunuhnya yang menamakan diri khilafah itu. Dengan tersandranya wanita-wanita dari cucu-cucu dan keluarga Nabi saww, jelas tidak bisa diingkari bahwa hal itu memiliki makna bahwa pemerintahan khilafah itu, bukan hanya tidak Islami, melainkan memerangi Nabinya dan pengajar Islamnya sendiri. Dengan terbunuhnya Imam Husain as sendiri yang dengan sangat tragis dan mengenaskan dimana kepala dipotong dengan seluruh anggota keluarga dan shahabat beliau as, jelas memberikan peringatan kepada para penakut yang diam dalam kebatilan dan tidak berani menyuarakan kebenaran. Yakni para penakut yang ada sejak di jaman awal wafatnya kanjeng Nabi saww seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Dengan terbunuhnya Imam Husain as, maka sedikit keraguan pada kebenarannya tidak mungkin ada. Sebab beliau as adalah sebab turun/nuzul dari ayat pensucian yang diistilah dalam Qur an sebagai Ahlulbait (QS: 33:33). 

Dengan semua itu, maka justru kesyahidan yang tragis dan yang dilengkapi dengan semue elemen itulah, maka Imam Husain as baru bisa dikatakan menang. Sebab tujuannya bukan memerintah dengan keyakinan umat yang rapuh pada imamah makshum, melainkan mengingatkan kembali umat Islam pada keimamahan makshum tersebut. Itulah mengapa Syi'ah ini, bisa bertahan sampai detik hari ini.


Sinar Agama .

e- Kalau kemenangan yang diinginkan Imam Husain as adalah mengingatkan dan mengembalikan umat Islam pada keyakinan pada imamah yang makshum, maka jelas keKarbalaan Karbala dan ke'Asyura-an 'Asyura, tidak akan lengkap kalau dibatasi dengan daerah dan
 waktu. Bahkan bukan hanya tidak lengkap, melainkan dapat memusnahkan misi Imam Husain as itu sendiri. 

Jadi, benarlah perkataan "Semua hari itu adalah 'Asyura dan semua bumi itu adalah Karbala."

f- Semua itu hanya dari sisi imamah saja. Kalau ditambah dengan misi global Imam Husain as yang sering dikatakannya bahwa beliau as bangkit itu untuk beramar makruf dan nahi mungkar, maka jelas bahwa adanya batasan tempat dan waktu itu, bukan hanya tidak seiring dengan tujuan perjuangan beliau as, melainkan bisa memusnahkannya. Karena dimana saja dan kapan saja di dunia ini ada kebatilan, maka mesti diperbaiki dimana kalau perlu dan sudah sampai pada tingkatannya, mesti dengan nyawa selain harta sebagaimana yang sudah dilakukan para makshumi sampai ke Imam Husain as itu. 

Karena itu, benarlah perkataan "SEMUA HARI ITU ADALAH 'ASYURA DAN SEMUA BUMI ITU ADALAH KARBALA."

g- Peringatan:
Tentu saja, Syi'ah-syi'ah ortodoks yang anti perjuangan dan revolusi yang merupakan aliran terpencil di Syi'ah, suka menentang kalimat di atas. Mereka menentang dengan alasan bahwa tidak ada bumi yang menyamai Karbala dan waktu seperti 'Asyura. 

Mereka-mereka ini kadang keras kepala sekalipun sudah sering dijelaskan bahwa maksud kalimat slogan di atas itu bukan mau menyamakan fadhilah tanah Karbala dan hari 'Asyura dengan yang lainnya, melainkan memaksudkan seperti yang sudah dijelaskan di atas itu. 

Sebenarnya, kekerasankepala mereka itu bukan karena tidak memahami maksud penjelasan para ulama, melainkan karena memang penakut untuk meniru Imam Husain as di medan kehidupan dan sangat anti kepada revolusi. Mereka-mereka itu, biasanya juga merupakan anak-anak kelahiran Inggris dan Liberal barat, baik dengan sengaja atau tidak.

Mereka sok Syi'ah hanya dengan mengelukan tanah Karbala dan menangisi Imam Husain as bahkan membacok-bacok diri sampai berdarah-darah, akan tetapi apa yang diinginkan Imam Husain as ditinggalkan jauh di belakang, yaitu membenahi umat dalam segala sisinya dan dalam segala waktu dan tempatnya. Mereka-mereka itu hanya bisa menulis fatwa amar makruf dan nahi mungkar dalam segala tingkatannnya sampai ke tingkat perang sekalipun (kalau terpaksa dan diserang), tapi tidak mengamalkannya dalam kehidupan hanya dengan alasan bahwa bangkit dengan senjata itu hanya hak Imam Mahdi as. 

Mereka lupa atau sengaja melupakan diri bahwa justru tanda-tanda kedatangan Imam Mahdi as itu adalah adanya kebangkitan di berbagai tempat seperti Iran danYaman dan penyerahan bendera dari para pembangkit Islam itu kepada Imam Mahdi as. Sungguh mereka-mereka itu kelucu-lucuan, persis seperti menunggu tamu besar di rumahnya, akan tetapi sengajat tidak menyiapkan apapun untuk dijadikan sambutan. Atau seperti orang menunggu penghulu kawin, tapi tidak ada persiapan adanya calon suami-istri, jejamuan dan semacamnya. Jadi, bagi mereka, kalau kelak Imam Mahdi as datang, barulah mengadakan penyuluhan ke seluruh dunia tentang Islam yang benar, tentang pelatihan perang dan semacamnya. Iman dan taqwa juga nanti baru dibuat. Sebab mengimani hak dan kewajiban membelanya, mengimani batil dan kewajiban menentangnya, adalah bagian dari ajaran Islam. Lah, kalau mereka tidak berbuat apa-apa sekarang ini, maka nanti baru mau belajar dan merintisnya ketika Imam datang. Lah, perlu berapa abad Imam Mahdi as untuk memenangkan Islam di seluruh dunia ini? Wallahi ra'syih.


Sinar Agama Tambahan:
Kalau saya katakan bahwa tujuan Imam Husain as adalah kemenangan kembalinya ajaran Islam yang kaaffah pada umat Islam dan bukan kemenangan pemerintahan, maksudnya adalah bukan menafikan seratus persen. Karena sebelum ini saya sudah pernah men
ulisnya.

Jadi, walaupun kemenangan hakiki yang kembalinya ajaran Islam yang utuh pada umat Islam dan mereplace imej sebelumnya yang sudah membudaya yang dimulai sejak pada masa tiga khalifah pertama dan dilanjutkan dengan kekhalifaan Mu'awiyyah dan Yazid, namun demikian, kalau umat memilih Imam Husain as sebagai khalifah makshum maka pasti beliau as akan menerimanya. 

Sudah tentu, kalau kemenangan yang merupakan kemungkinan teramat kecilitu terjadi, maka dari awal Imam Husain as sudah memberikan dasar-dasarnya. Seperti mengingatkan para pemberingas di Karbala bahwa beliau as adalah Ahlulbait Nabi saww, yakni keluarga Nabi saww yang makshum. 

Nah, kalau pasukan Yazid membalik arah seperti al-Hur, maka kembalinya mereka karena kemakshuman Imam Husain as, bukan karena kelebihlayakan beliau as dari Yazid dan yang lainnya. 

Saya sudah sering menulis bahwa orang-orang Kufah yang mengundang Imam Husain as untuk datang ke Kufah dan memerintah di sana, bukan semuanya orang Syi'ah, bahkan bisa dikatakan bahwa kebanyakannya bukan Syi'ah. Sebab Syi'ah meyakini kemakshuman imamnya yang dipilih oleh Allah dan Nabi saww, bukan seperti -bisa dikatakan- kebanyakan pengundang yang hanya meyakini bahwa Imam Husain as lebih layak dari yang lainnya, sebagaimana Abu Bakar, Umar dan Utsman yang juga dianggap lebih layak dari yang lainnya sebelum urutannya sampai pada Imam Ali as dan Imam Hasan as. Karena itulah maka ketika ada ancaman atau ada janji kedudukan dan harta dari Yazid, maka mereka berubah dengan mudah. Beda dengan orang-orang Syi'ah yang mengimani imamah merupakan kelanjutan nubuwwah/kenabian. 

Nah, ketika orang-orang Kufah yang mengundang Imam Husain balik arah memerangi Imam Husain as, setelah diancam Yazid kalau membangkang dan dijanjikan harta serta kedudukan kalau menaatinya, maka kalau mereka balik arah lagi membela Imam Husain as setelah ajakan-ajakan dan nasihat Imam Husain as pada keahlulbaitan dan keimamahan serta agama Islam yang kaaffah, maka sudah pasti mereka akan menjadi dasar dari pemerintahan Islam yang kaaffah yang diinginkan Alllah dan Nabi saww, yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh Imam Makshum dan diyakini oleh umatnya juga seperti itu, persis seperti ketika umat mengimani pemerintahan Nabi saww yang diyakini memang harus seperti itu, yakni sesuai dengan perintah Allah swt untuk menaati pemerintahan seorang nabi yang makshum. 

Alhasil, semua sudah dipersiapkan oleh Imam Husain as. Kalau kalah secara lahiriah, maka semua perangkat dan elemen yang diperlukan sudah disiapkan, seperti anak bayi dan para wanita dari keluarga dan kerabat Nabi saww, pasukan yang sedikit tapi lebih kuat dari baja demi Islam kaaffah (lengkap termasuk kemestian ada dan ditaatinya imam makshum) dan seterusnya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dan kalau menang, maka pemerintahan yang diinginkan Islam juga sudah dipersiapkan oleh beliau as. Yaitu pemerintahan yang mesti diyakini sebagai kewajiban dari Tuhan dimana puncak pemimpinnya adalah Imam yang makshum yang dipilih olehNya dan NabiNya saww. 

Salam padamu wahai baginda Imam Husain, salam padamu di dunia, di barzakh dan di hari kebangkitan kelak. Maafkan kami semua dalam segala kekurangan membelamu, dan terimalah pengabdian yang tidak seberapa ini, hingga kami semua bisa mengharap ampunan dan ridha Tuhan di dunia dan akhirat kelak.

Salam padamu, salam padamu wahai cucunda kesayangan Nabi saww ......


Arthom Thom Allahu Akbar 3x... Allahumma sholli Ala Muhammad wa Aali Muhammad

Andika Karbala Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.