Salam warahmah Ustad,
Afwan pertanyaan anak SD nih.. Ketika kita tau klo Tuhan itu Esa, tidak terbatas & tidak terangkap, trus bagaimana mendeskripsikan ketika Tuhan mencipta?
Bukankah ciptaanNya itu menjadi rangkapan bagi DiriNya? Lalu ketika tidak ada lagi ruang selain DiriNya karna DiriNya tidak terbatas, mau ditempatkan dimanakah ciptaanNya tersebut? Klo pun mau disebut bahwa ciptaanNya itu tidak ada/hanya manifest & yg ada cuma Tuhan, ini sama aja Tuhan gak mencipta donk..
Afwan ya Ustad, hehe..
Suka
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimkasih pertanyaannya: Bisa dikatakan saya sudah berulang-ulang menjelaskan masalah ini di facebook. Tapi karena sepertinya antum tamu baru yang sudah banyak baca atau diskusi sana sini mencari hakikat kebenaran atau bahkan mengajar kebenaran dengan sesungguh hati, akan tetapi terlihat belum tertata dengan baik lantaran mungkin kurangnya pembimbing, maka saya akan berusaha mengulangi penjelasan masalah yang antum tanyakan itu di sini.

Kalau benar rabaan saya tentang antum ini, maka tolong sekali, untuk menyimaknya dengan baik dan jangan cepat mengatakan telah memahami dengan hanya satu atau dua kali baca. Sebab saya juga akan mengulangi penjelasannya dalam bentuk ringkas saja akan tetapi padat, insyaaAllah. Di samping usaha, mintalah pertolongan kepada Allah swt untuk membimbing antum dan saya (yang nomor satu dalam kehinaan ini), serta semua teman, kepada yang Dia ampuni dan kalau bisa kepada yang Dia ridhai dan cintai, amin.

Mungkin, pertama kali, saya perlu membantu antum dalam pemetakan cara berfikir dan penettekkan atau pengkokohan peristilahannya dulu, seperti:

1- Menifest itu konsep yang bertentangan dengan penciptaan.

2- Kalau mau bicara manifest, jangan berbicara penciptaan.

3- Logika manifest itu tidak ada yang ada itu selain Tuhan dan selainnya adalah manifest saja. Karena itu tidak cocok kalau ditarik ke masalah penciptaan lagi.

4- Logika penciptaan itu pewujudan dan pengadaan bagi makhluk oleh Khaliq. Jadi, dalam logika ini yang ada bukan hanya Tuhan, melainkan semua makhluk juga ada. Bedanya hanyalah bahwa Tuhan berwujud tidak terbatas hingga tidak perlu penyebab adaNya, sedang yang lainNya merupakan wujud terbatas hingga perlu kepada sebab untuk menjadi ada.

5- Kalau membicarakan awal penciptaan, maka tidak benar dikatakan "ketika Tuhan mencipta", sebab ketika juga belum ada dan belum dicipta, sebab ketika itu juga keberadaan terbatas yang perlu kepada sebab bagi keberadaannya.

6- Apa hubungannya antara penciptaanNya dengan ketidakterbatasanNya? Bukankah makhluk Tuhan yang langsung itu hanya satu saja yaitu Akal-satu yang mungkin dikenal dalam hadits (yang sering kita dengar) sebagai Nur Muhammad?

7- Ruang itu juga makhluk yang perlu diadakan, karena itu tidak bisa dikatakan "tidak ada ruang selain DiriNya", sebab ruangnya juga belum ada dan belum dicipta dalam hal ini. Karena antum sedang membicarakan kisa awal penciptaan. Nah, ruang belum ada kok sudah dikatakan tidak ada ruang selain DiriNya?

8- Ruang itu volume atau isi dari suatu yang memiliki volume dan isi tersebut. Yakni volume bagi materi. Karena itu, Tuhan yang bukan non materi, maka jelas tidak be-ruang atau bervolume atau berisi. Karena itu tidak bisa dikatakan bahwa "tidak ada ruang selain DiriNya". Tuhan kok diruang-ruang he he.., afwan.

9- Ruang itu volume atau batasan. Karena itu, bagi Tuhan yang tidak terbatas, maka jelas tidak mungkin divolumei alias tidak mungkin diruangkan. Jangankan Tuhan yang tidak terbatas, non materi yang terbatas sekalipun, tidak bisa divolumei atau diruangkan sebagaimana maklum di poin (8).

Sinar Agama .

10- Setelah semuanya jelas, baik dari sisi tatanan cara berfikir tentang Tuhan dan penciptaanNya, serta telah mentettekkan pondasi peristilahannya, maka permasalahannya, sebagaimana sudah sering pula dijelaskan di facebook ini adalah sebagai berikut:

a- Logika Ilmu Kalam dan Filsafat selain Hikmah Mulla Shadra ra yang paling puncaknya (sebab ada banyak sekali yang bukan puncak sekalipun milik beliau ra juga) dimana logika ini diistilahkan di atas sebagai Logika Penciptaan atau bisa juga disebut Logika Sebab Akibat, maka penjelasannya sebagai berikut:

a-1- Sebab yang satu, tidak mungkin menyebabkan dua atau apalagi lebih. Karena antara sebab dan akibat mesti memiliki korelasi dan kemiripan (baca: tidak asing, seperti keterasingan biji padi yang ditanam dengan pohon kurma yang tidak mungkin muncul dari biji padi tersebut). Jadi, kalau sebabnya itu satu, maka sudah pasti akibatnya juga satu.

a-2- Satu itu ada dua macam:

a-2-a- Satu hakiki, yaitu yang tidak memiliki rangkapan sama sekali, apakah di akal atau apalagi dalam wujud nyata. Satu inilah yang kita sering istilahkan sebagai Esa.

Nah, Esa atau satu yang ini, jelas tidak bisa memiliki rangkapan. Kalau memiliki rangkapan maka tidak Esa lagi, sebab dia akan merupakan satu yang kesatuan.

a-2-b- Satu tidak hakiki, yaitu yang satunya itu sebenarnya merupakan kesatuan di dalamnya atau memiliki bagian-bagian. Wujud satu yang tidak hakiki ini, masih terbagi pada dua bagian:

a-2-b-1- Wujud non materi selain Tuhan. Wujud-wujud non materi selain Tuhan, adalah yang kerangkapannya, bukan kerangkapan materi. Wujud ini masih dibagi dua lagi:

a-2-b-1-a- Non Materi Mutlak, yaitu yang kerangkapannya hanya ada di dalam akal dan pengertian kita. Wujud-wujud ini dikenal dengan makhluk Akal (bukan akal manusia). Akal adalah wujud non materi mutlak dan tidak memiliki apapun sifat materi. Akal ini dikenal dalam agama sebagai Malaikat Tinggi (QS: 38:75) ketika Tuhan mengatakan pada syaithan yang tidak mau sujud pada nabi Adam as dengan berfirman:

"...engkau ini menyombongkan diri atau dari yang tinggi?"

Bagaimana memahami keberangkapan Akal-akal ini, yang juga dikenal dengan Jabaruut ini? Dengan cara dipahami dalam akal bahwa dia atau mereka pasti terbatas. Karena sebelumnya tidak ada dan kemudian diadakan. Karena itu sudah pasti memiliki dirinya dan batasannya. Ini saja sudah rangkapan. Bisa juga dikatakan bahwa dia terangkap dari bahwa dia adalah dia dan bahwa dia bukanlah Tuhan (pembukanan di sini adalah pembukanan yang negatif dan papa, tidak seperti perkataan kita bahwa Tuhan bukan makhluk dimana hal ini pembukanan positif dan kekayaan lantara maksudnya adalah Tuhan bukan kesempurnaan terbatas seperti yang dimiliki makhluk).

Sinar Agama .

a-2-b-1-b- Non Materi Tidak Mutlak, yaitu yang kerangkapannya berupa wujud dalam dirinya akan tetapi bukan materi (sudah tentu). Wujud-wujud ini dikenal dengan Wujud Barzakhi, Ide, Khayal (bukan khayalan manusia), Mutsul, Malakuut dan semacamnya. Rangkapan yang dimiliki wujud ini sama dengan materi di selain matter atau bendawiahnya. Karena itu, wujud non materi ini, sekalipun tidak memiliki bendawiah akan tetapi memiliki semua sifat-sifat lain dari benda seperti warna, bentuk, rasa dan semacamnya.

Di Mutsul atau Barzakh inilah tempat seluruh malaikat yang selama ini kita kenal dan tempatnya surga dan neraka.

Ayatullah Jawadi hf pernah menukil tentang awal adanya mimpi. Ketika para nabi menjelaskan tentang hakikat surga yang kenikmatannya tidak hilang (tidak dibatasi basi, busuk dan semacamnya), umat merasa berat memahami keberadaan yang seperti materi akan tetapi tidak rusak dan tidak terikat dengan tempat, udara, suhu dan semacamnya seperti makan tapi tidak buang air besar dan tidak kenyang hingga kenikmatannya selalu bisa dinikmati dan semacamnya.

Akhirnya Tuhan memberikan mimpi kepada umat. Nah umatpun ketika bangun dari tidurnya pada bingung, kok bisa dalam keadaan tidur dan mata terpejam, melihat banyak hal. Apa yang kita lihat itu gerangan? Semua kebingungan. Mereka akhirnya datang kepada nabi pada jaman itu dan sang nabi as pun berkata, itulah perumpamaan wujud surga yang telah diterangkan itu.

Maksud islustrasi di atas adalah kalau antum ingin tahu pewujudan yang sangat mirip dengan Barzakh dan Malakuut ini adalah mimpi-mimpi yang kita mimpikan dalam tidur. Semua yang kita alami dalam mimpi itu nyata dalam bentuk, warna, rasa, pedih, sedih, bahagia, nikmat, takut, bahagia dan seterusnya. Akan tetapi tidak ada bendawiahnya atau matter-nya.

Kalau mau lebih dalam seperti kita ketika mengkhayalkan atau membayangkan sesuatu seperti wajah teman kita yang jauh. Di sini juga tidak ada bendawiahnya akan tetapi ada kenyataannya seperti wajahnya, bentuknya, warnanya dan bahkan indah dan lezatnya (kalau yang dikenang itu adalah istri yang jauh misalnya). Tapi kepala kita tidak berat menggung beban puluhan kilo gram. Sebab yang kita bayangkan itu hanya wujud barzakhinya dan bukan hakikat bendawiahnya.

Nah, semua bagian-bagian yang dimiliki itu adalah rangkapan bagi wujud Mitsal atau Mutsul atau Malakuut atau Barzakhi ini. Jadi, rangkapannya nyata yang nyata akan tetapi bukan materi. Sedang Akal, sekalipun nyata akan tetapi hanya dapat dipahami dengan akal saja. Jadi, Akal tidak memiliki keberangkapan selain wujud dirinya yang terbatas itu dimana dari keterbatasannya inilah dipahami keterangkapannya.

a-3- Ketika sebab dan akibat itu mestilah tidak asing dan memiliki hubungan yang erat, maka sudah semestinya bahwa sebab yang satu tidak mengakibatkan selain satu juga.

Satu yang hakiki, akan menyebabkan akibat yang satu saja seperti Tuhan. Sedang satu yang bukan hakiki, maka setiap rangkapannya bisa melahirkan dan menyebabkan satu akibat. Karena itu, satu yang tidak hakiki ini, bisa menyebabkan banyak akibat. Misalnya seperti api yang terdiri dari panas dan cahaya. Makan dari panasnya bisa mengakibatkan hangat dan pembakaran sedang dari cahayanya bisa mengakibatkan penerangan di dalam kegelapan.

a-4- Dalam Logika Sebab Akibat atau Penciptaan ini, maka tentang penciptaan makhluk, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tuhan mencipta Akal-satu (anggap saja Nur Muhammad) dari Akal-satu tercipta Akal-dua, dari Akal-dua tercipta Akal-tiga dan seterusnya sampai ke Akal-akhir yang juga dikenal dengan Lauhu al-Mahfuuzh, 'Arsy, Akal-aktif, Akal-pelaku dan semacamnya. Dari Akal-akhir ini terciptalah Malakuut atau Makhluk Barzakh atau Ide atau Mutsul atau Mitsal itu. Dari Barzakh ini baru tercipta alam jagat materi dimana pada waktu itulah baru ada yang namanya waktu, ruang, tempat, dimana, kapan, ke, dari, di, dalam, atas, bawah, tengah, proses dan semacamnya.

Jadi, Tuhan dan bahkan makhluk-makhluk non materi itu sama sekali tidak be-ruang atau bertempat. Karena itu, tidak bisa dikatakan mau diletakkan dimana, wong dimana itu baru ada berbarengan dengan adanya materi kok.

Dengan semua itu dapat dipahami bahwa apapun yang terjadi pada makhluk, baik rangkapan, ruang, dan semacamnya itu SAMA SEKALI tidak dapat menyentuh keMahaSucianNya dari segala sisinya, baik rangkapan, ruang, di mana, ke mana, dan semacamnya itu.

Kasarnya, semua makhluk dengan semua rangkapannya itu TIDAK BISA DILETAKKAN PADA TUHAN hingga dikatakan akan menjadi rangkapan bagiNya. Wong Tuhan bukan materi kok. Dan antum tidak bisa membayangkan Tuhan, wong Dia bukan materi kok. Lah, bagaimana mau membayangkan Tuhan kalau bukan materi. Jangankan Tuhan, makhluk-makhluk Akal sudah tidak bisa dibayangkan. Tuhan dan makhluk Akal itu HANYA BISA dipahami, bukan dibayangkan atau bukan dibayangkan dalam bentuk, warna, rasa, dan semacamnya.

===== Bersambung ke Logika Manifestasi =====

Sinar Agama .

b- Logika Ilmu Irfan (Wahdatulwujud) atau Manifestasi:

b-1- Wahdatulwujud, pengertiannya adalah yang ada itu hanya satu, yaitu Allah swt.

b-2- Selain Allah swt, bukanlah suatu wujud walaupun kebanyakan orang mengira adalah wujud.

b-3- Dalilnya ada beberaa seperti:

b-3-a- Tuhan itu tidak terbatas DALAM WUJUD. Kalau demikian halnya, maka tidak mungkin ada wujud lain sekalipun terbatas dan dikatakan dari DiriNya atau ciptaanNya. Sebab kalau ada wujud lain yang sekalipun sangat terbatas dan sekalipun dikatakan dari ciptaanNya, maka wujud terbatas itu akan menjadi pembatas bagi WujudNya, karena dengan itu akan bisa dikatakan bahwa wujud Tuhan bukan wujud terbatas itu dan begitu pula sebaliknya.

Ketika terjadi pembukanan pada Tuhan, sekalipun diartkan sebagai pembukanan positif seperti yang sudah dijelaskan di atas, akan tetapi karena ditinjau dari sisi wujudnya saja sudah terjadi pembukanan, yakni tanpa melihat batasannya atau tanpa membukankan dari sisi batasannya, melainkan membukankan dari sisi wujudnya, maka jelas wujud terbatas itu akan menjadi pembatas bagi WujudNya.

Ayatullah Jawadi hf dalam kitanya mengatakan kalau kita katakan ada air yang tidak terbatas, tapi masiih ada air dalam gelas yang bukan air yang tidak terbatas itu, sekalipun diambil dari air yang tidak terbatas itu, maka air yang tidak terbatas itu akan menjadi terbatas. Karena air di gelas bukan air yang tidak terbatas itu. Jadi, air yang tidak terbatas itu menjadi terbatas. Apalagi ada gelasnya, apa lagi ada orangnya yang mengambil airnya, apalagi ada pantainya, apalagi ada bebatuannya, apalagi ada ikan-ikannya, apalagi ada karang-karangnya. Maka semua itu jelas akan membatas ketidakterbatasan air tersebut hingga akan menjadikannya terbatas dan bukan tidak terbatas. Begitu pula dengan wujud dan wujud Tuhan yang tidak terbatas.

b-3-b- Dalil lainnya adalah:

--- Setiap makhluk memiliki dua hal, wujud dan esensinya/hakikatnya.

--- Manusia dan pohon dan lainnya, memiliki wujud dan memiliki esensi. Wujud adalah keberadaannya, sedang esensi keberbedaan satu sama lainnya. Manusia beresensi binatang rasional sedang pohon memiliki esensi yangn lain yaitu kepohonan.

--- Dengan uraian di atas dapat dipaami bahwa wujud-wujud itu memiliki kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya dalam wujud dan perbedaannya dalam esensi masing-masing.

--- Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa esensi itu bukan wujud dan wujud bukan esensi. Jadi, pohon yang kita lihat itu, yang terdiri dari dua hal itu yaitu wujudnya dan kepohonannya, satu sama lain tidak mungkin sama dan satu. Karena itulah bisa dikatakan bahwa pohon dan manusia itu sama-sama ada/wujud, akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa pohon itu manusia dan manusia itu adalah pohon.

--- Dengan penjelasan di atas itu pula maka wujud itu yang wujud dan bukan esensi. Sebab esensi bukan wujud. Jadi, wujud saja yang ada dan esensi tidak ada.

--- Dipahami pula bahwa ketika esensi itu seperti ada karena nampak bagi kita, maka hal itu disebabkan oleh wujud yang ada/wujud pada batin (balik layar) si esensi tersebut. Jadi, wujud ada/wujud dengan sendirinya sementara esensi yang tidak wujud ini, menjadi seperti nampak wujud karena wujud.

--- Kalau esensi itu bukan wujud, dan wujud itu bukan esensi, maka wujud itu sama sekali tidak terpetak-petak oleh esensi. Karena keduanya saling beda. Itulah mengapa wujud yang dipakai di esensi yang berlainan itu, tetap memiliki kesamaan makna, yaitu ada atau wujud saja, tanpa embel-embel esensi seperti pohon, manusia atau yang lainnya.

--- Kalau wujud itu sama sekali tidak terpetak-petak oleh berbagai esensi, maka wujud itu hanya satu dan tidak bisa lebih dari satu apalagi banyak. Inilah yang dikatakan Wahdatulwujud (lihat catatan wahdatulwujud yang sudah sampai pada seri 16 setidaknya).

b-4- Kalau yang wujud/ada itu hanya Tuhan, lalu kita dan alam semesta ini apa? Jawabnya bukan wujud dan bukan pula tiada, melainkan Manifestasi Wujud/Allah, Wajah Wujud/Allah (QS: 2:115), Zhillu al-Wujud/Allah (bayang wujud/Allah, QS: 25:45), Cermin Wujud/Allah, Tajalli Wujud/Allah (QS: 7:143) dan semacamnya.

Maksud dari semua itu seperti Wajah Allah/Wujud dan semacamnya itu adalah bahwa kalau kita melihat esensi-esensi diri kita atau esendi semua makhluk itu, kita akan memahami bahwa ada yang namanya ada itu, wujud yang namanya wujud itu. Jadi sebenarnya ketika kita mengatakan bahwa Pohon itu ada, maknanya adalah bahwa ada itu adalah ada, bahwa wujud itu yang wujud, bukan pohon, wong pohon itu esensi kok, wong pohon itu pohon dan bukan wujud kok. Tapi karena kita tidak sadar atau tidak ngngeh, maka kita telah menisbatkan atau menetapkan wujud itu kepada pohon dan berkata "pohon itu ada/wujud".

b-5- Nah dalam Logika Manifest ini, masalah penciptaan itu bisa diterangkan sebagai berikut:

b-5-a- Tidak ada penciptaan dalam Logika Menifest hingga antum terkejut-kejut dan berhe-he dengan berkata: " ... ini sama aja Tuhan gak mencipta donk..Afwan ya Ustad, hehe.."

Wong memang manifest itu bukan penciptaan kok. Kok maksain? Tapi antum tidak maksain, hanya tidak tahu saja kurasa. Btw dan 'alaa kulli haal.

Nah, kalau dengan Logika Menifest ini, maka apapun ruang, tempat, bahkan wujud materi itu sendiri menjadi ancur (hancur) sama sekali dan tidak tersisa. Yang tersisa hanya esensi dan esensi ini bukan wujud sebagaimana maklum.

Kalau sudah demikian, maka apanya yang mau dirangkapkan pada Tuhan, apanya yang mau diruangkan pada Tuhan, apanya yang mau ditempatkan pada Tuhan?

Maha Suci Alalh, Maha Suci WujudNya dari segala ketercemaran apapun yang berbau esensi dan aneka ragamnya (baik esensi substansi atau aksidental).

Semoga semua penjelasan ulangan di atas itu dapat membantu antum (dan yang lain) yang sepertinya baru menjadi tamu agung di rumah reot kami yang kami bangun sejak tahun 2010 ini, amin.

Dan tidak lupa juga bahwa kalau saya telah salah memahami tulisan antum, maka sudilah kiranya memaafkan alfaqir/saya yang nomor satu hinanya di dunia ini. Terimakasih dan wassalam.

Zhaluman Jahulan Subhanallah, terimakasih banget Ustad yg udah bersusah payah memberikan jawaban sepanjang ini untuk pertanyaan sy yg cetek, semoga Allah membalas jerih payah Ustad berkali2 lipat, Amin..

Alhamdulillah, setelah membaca berulang2 kali, berpikir keras, sambil terus memohon petunjukNya & Aimmah, akal sy yg pas2an ini sedikit2 bisa menerima sebagian penjelasan Ustad. Jadi kesimpulannya manifestasi itu karna yg ada itu cuma Dia Tuhan Yg Maha Ada, maka selain AdaNya itu hanya manifestasi, yg klo mau di simpelin adalah penamaan, pengalamatan, pengenalan, perefleksian atau pe'label'an kepada AdaNya yg hakiki itu sendiri, sesuai dgn hakikat cermin, wajah & bayang2 yg tertulis dalam Alquran, mohon koreksinya klo masih ngaco Ustad.

Jadi memang manifestasi gak nyambung dengan penciptaan.

Zhaluman Jahulan Tapi sy masih kesulitan mengkorelasikan pemahaman antara Esa-Nya, Penciptaan, & Rangkapan. Jadi menurut pahaman sy yg gak neko2 ini kan Esa itu artinya Satu, tunggal & bukan kesatuan, sedangkan penciptaan bukankah penghadiran obyek baru selain obyek Pencipta(sy rasa penggunaan kata obyek jg akan menimbulkan masalah nih hehe),

Bukankah ini artinya rangkapan & bukan Esa lagi ya ustad?

Seperti pd penjelasan Ustad tentang logika penciptaan yaitu pengadaan mahluk oleh Sang Khalik, ini pun sulit bagi sy untuk dikorelasikan dgn Esa-Nya Tuhan..

Atau Tuhan dengan Akal Satu(Nur Muhammad)..
Atau Tuhan wujud tidak terbatas dengan wujud terbatas..
Atau logika sebab akibat, sebab yg satu menghasilkan yg satu, yg mana satu itu terbagi menjadi satu hakiki & satu yg tidak hakiki, trus satu yg tidak hakiki itu terbagi lagi menjadi non materi mutlak & non materi tidak mutlak.. Waduh, bukannya penjelasan ini semakin menjauh dari hakikat Esa-Nya Tuhan Ustad??

Zhaluman Jahulan Ketika Ustad menjelaskan bahwa Tuhan & mahluk akal hanya bisa dipahami, gak bisa dibayangkan dalam bentuk, warna, & rasa. Lalu gimana dgn perkataan Imam Ali as yg kurang lebih.. "aku tidak menyembah Tuhan yg tidak bisa kulihat & kurasa", bukankah rasa disini merujuk ke hati Ustad? Bukan ke akal yg berarti pahaman..

Mohon penjelasannya lagi Ustad.. (klo bisa dgn bahasa awamis, spy sy mudah menangkapnya & mentransfernya kpd awam2 yg lain :))

Sinar Agama Zhalum Jahul,:

1- Komentar pertama antum sudah bisa dikatakan benar.

2- Komentar ke dua, tidak ada penjelasan tambahan dari ana. Kalau penjelasan ana itu, yakni tentang gradasi turun dalam penciptaan dari Akal-satu ke selanjutnya sampai ke alam materi, sudah dianggap tambah menjauhkan dari Esanya Tuhan, maka saya menyerah dan tidak sangggup. Mungkin ustadz lain yang bisa membantu antum.

Hal itu karena antum tidak pakai dalil dan hanya menyatakan. Tapi kalau pakai dalil dalam menyangkalnya, maka saya akan coba menjawabnya.

Antum kan hanya mendakwa tanpa dalil, seperti:

a- "sedangkan penciptaan bukankah penghadiran obyek baru selain obyek Pencipta (sy rasa penggunaan kata obyek jg akan menimbulkan masalah nih hehe), Bukankah ini artinya rangkapan & bukan Esa lagi ya ustad?"

Dalil bahwa penghadiran obyek baru akan membuat adanya rangkapan pada Tuhan itu apa mas?

b- "Seperti pd penjelasan Ustad tentang logika penciptaan yaitu pengadaan mahluk oleh Sang Khalik, ini pun sulit bagi sy untuk dikorelasikan dgn Esa-Nya Tuhan.."

Sulite opo mas? Yakni dalil kesulitannya itu apa?

c- "Atau Tuhan dengan Akal Satu(Nur Muhammad)..
Atau Tuhan wujud tidak terbatas dengan wujud terbatas..
Atau logika sebab akibat, sebab yg satu menghasilkan yg satu, yg mana satu itu terbagi menjadi satu hakiki & satu yg tidak hakiki, trus satu yg tidak hakiki itu terbagi lagi menjadi non materi mutlak & non materi tidak mutlak.. Waduh, bukannya penjelasan ini semakin menjauh dari hakikat Esa-Nya Tuhan Ustad??"

Dalil semakin menjauhkannya dari hakikat Esa niku saking opone mas? (Jawa, artinya dalil semakin jauhnya dari keEsaan itu apa mas?)

3- Komentar ke 3, maka jawabannya adalah: Maksud Imam as adalah dilihat dan dirasakan keBeradaanNya, bukan ciri-ciriNya dengan pensifatanNya dengan selain DzatNya, seperti yang dikatakan oleh beliau as sendiri di Nahju al-Balaghah, khothbah pertama:

إِنَّ [ 2 ] أَوَّلَ الدّينِ مَعْرِفَتُهُ [ 3 ] ، وَ كَمَالُ مَعْرِفَتِهِ التَّصْديقُ بِهِ ، وَ كَمَالُ التَّصْديقِ بِهِ تَوْحيدُهُ ،
وَ كَمَالُ تَوْحيدِهِ الاِخْلاصُ لَهُ ، وَ كَمَالُ الاِخْلاصِ لَهُ نَفْيُ الصِّفَاتِ عَنْهُ .

"Sesungguhnya pangkal agama itu adalah mengenalNya, dan kesempurnaan mengenalNya adalah membenarkanNya, dan kesempurnaan pembenaranNya adalah mengEsakanNya, dan kesempurnaan mengEsakanNya adalah ikhlash kepadaNya, dan kesempurnaan ikhlash kepadaNya adalah MENAFIKAN SIFAT-SIFATANYA."

Tentu saja pensifatan yang tidak menyebabkan rangkapan dan keterbatasan, bukan hanya terlarang melainkan dianjurkan dan diperintahkan seperti QS: 2:209:

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Mulia dan Maha Bijaksana."

Nah, kita diperintahkan untuk mengenaliNya, tapi pengenalan yang baik dan benar, yaitu yang tidak menyebabkan rangkapan dan keterbatasan padaNya, begitu pula menafikan juga segala keburukan dariNya (selain menafikan kesempurnaan terbatas itu).

Jadi, maksud beliau as dalam hadits yang antum nukil itu secara rabaannya adalah beliau as melihat dan merasakan dengan akal dan hati tentang KEBERADAAN TUHAN DENGAN SELURUH SIFAT-SIFAT KESEMPURNAANNYA YANG TIDAK TERBATAS, bukan melihat dan merasakan hakikatNya dan bukan pula hakikat Sifat-sifatNya, dan bukan pula bagian dari hakikatNya dan bagian dari hakikat dari Sifat-sifatNya.

Sebab kalau hakikat DzatNya dan/atau hakikat SifatNya, berarti Dia sudah menjadi terbatas karena dijangkau yang terbatas (Imam Ali as). Kalau bagian dari hakikat Dzat dan SifatNya, maka berarti Dia telah dibagi-bagi dimana pada akhirnya akan membuatNya terbatas.

Sinar Agama .

Tambahan:

Cobalah melihat-lihat keterangan saya tentang Hati/qalb yang dipakai dalam ayat dan riwayat. Hati bisa akal dan juga bisa perasaan atau rasa. Apapun itu keterangan di atas, sudah mencukupi.

Zhaluman Jahulan Alhamdulillah mengenai hati/qalbu sy sdh sempat lirik catatan Ustad silam berikut dalil ayatnya, kurang lebih paham. Jadi maksud Imam Ali as yg memahami & merasakan Tuhan adalah dengan Akal/qalb/ruh akal & hatinya yaitu hati/ruh perasa, bener gak Ustad?

Lanjut ke soal "Melihat & merasakan Keberadaan Tuhan dengan seluruh sifat2 kesempurnaanNya yg tidak terbatas, yg bukan hakikatNya & bukan hakikat sifat2Nya"
Apakah Tuhan yg bisa dilihat & dirasa disini adalah Tuhan ditingkatan akal satu sampe akal akhir/barzah atau yg disebut jg Nur Muhammad atau jg Tuhan satu non hakiki Ustad?

Zhaluman Jahulan Mengenai Esa Tuhan, krn sy pahamnya klo Esa itu bilangan yg artinya Satu/Tunggal, makanya sy heran begitu tau kok ada Tuhan yg terdiri dari bagian2 atau rangkapan..
Setelah sy baca2 lagi penjelasan Ustad sebelumnya, akhirnya ketemu penjelasan bahwa Esa-Nya Tuhan dibagi dua, yaitu Satu yg hakiki (ESA) & Satu yg tidak hakiki/terdiri dari bagian2/rangkapan2 (KESATUAN). Udah bener begitu Ustad?
Setau sy di nasrani & yahudi jg dikenal konsep Echad (Kesatuan) & Yachid (Esa/Tunggal), Apakah sama Ustad?
Trus klo mau ditarik ke logika manifestasi, samakah Tuhan Satu yg tidak hakiki ini dgn manifestasi atau esensi Ustad?

Mohon kesabaran untuk ngejelasinnya ya Ustad, jujur sy galau banget waktu Ustad bilang menyerah & nyuruh sy nyari Ustad lain.. Kemana lagi sy harus mencari, sedangkan pertanyaan2 sy ini muncul dari hasil bolak-balik catatan tentang Tauhid pd pokok2 ringkasan ajaran syi'ah & puluhan kali muter2 mp3 Ushuludin.
Sy yg super awam ini jg gak mungkin bangetlah mau adu dalil vs Ustad, jadi bukannya sy gak nerima penjelasan2 Ustad, cm belum bisa nangkep aja dikarenakan kesulitan sy yg otodidak ini memahami kata2 Ustad yg akademis.
Afwan before..

Sinar Agama Zhalum Jahul, :

1- Semoga pengetahuan antum semakin tertata dengan baik ke dapan, amin:

a- Akal-satu sampai Akal-akhir itu adalah malaikat tinggi, bukan akal manusia. Ana mengira kalau antum memahami yang ini tapi karena takut salah maka saya ulang lagi.

b- Dari Akal-satu ke Barzakh, adalah non materi. Yang Akal non materi murni dan Barzakh non materi yang tidak terlalu murni, tapi bukan berarti memiliki unsur kematerian.

c- Kalau sudah non materi, maka -ini yang pentingnya untuk diketahui sekarang- tidak ada rasa dan perasaan lagi. Karena tempatnya rasa dan perasaan di hati/qalbu yang di tingkatan daya-hewani dari ruh manusia (baca 4 daya ruh bagi manusia).

d- Kalau sudah non materi maka semua ilmunya adalah Hudhuri.

e- Kalau sudah Hudhuri, maka ilmunya tentang Tuhan seukuran dirinya sendiri, bukan DiriNya. Sebab ilmu Hudhuri akibat terhadap sebabnya hanya seukuran diri si akibat. Bagaimana mungkin sesuatu memiliki ilmu melebihi dirinya atau bagaimana mungkin akibat bisa mengetahui sebabnya sederajat dengan sebabnya?

f- Dengan semua itu, maka baik ilmu Hudhuri atau apalagi Hushuli, dari suatu akibat tidak mungkin menyamai sebabnya. Jadi, semua yang diketahui oleh selain Tuhan tentang DiriNya, maka bukan DiriNya, tapi makhluk yang dibuat sendiri oleh yang tahu atau takaran kemampuan dari masing-masing yang tahu tentangNya.

g- Karena itu, semua yang tahu tentang Tuhan, bukanlah Tuhan dan juga sesuai dengan derajat masing-masing. Mungkin karena itulah maka Tuhan sendiri perlu mengatakan bahwa Dia juga menjadi saksi terhadap ketiadaTuhanan selain DiriNya, QS: 3:18:

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ

"Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Dia."

Perlu mengatakan karena semua kesaksian itu pada hakikatnya bukan Dia dan tidak sederajat dengan DiriNya. Dan hanya kesaksian DiriNya sendiri itulah yang sangat-sangat sederajat dengan DiriNya.

Ingat, kesaksian materi, non materi bercampur materi (seperti manusia) semuanya bisa Hushuli saja dan bisa Hushuli dan Hudhuri. Sedang kesaksian non materi yang tidak memiliki unsur materi (Barzakh dan Akal) semuanya hanya Hudhuri.

Karena itulah saya sering mengatakan bahwa akidah itu setinggi apapun dia, filsafat dan irfan setinggi apapun dia, selama masih argumentasi, maka ia adalah Hushuli. Dan ilmu Hushuli ini jangan di bawa mati, di masa tua saja sudah hilang. Sedang ilmu yang diamalkan dalam bentuk ketaatan fiqih dan makrifah dengan ikhlash dan berketerusan sampai mati, maka ilmunya akan menjadi Hudhuri dan ilmu inilah yang akan terbawa mati ke kuburan dan ke akhirat di alam kebangkitan kelak. Tapi tentu saja ilmu argumentasi merupakan syarat darurat untuk mencapai ilmu Hudhuri, sebab kalau Hushulinya belum benar, apanya yang mau dipatri di dalam ruhnya hingga menjadi Hudhuri?

Jadi, ilmu Hudhuri semua non materi sampai ke Akal-satupun semua dan semua, bukan Tuhan secara hakiki, meliankan Tuhan yang diketahui masing-masing makhluk sesuai dengan tingkatannya sendiri-sendiri.

Sinar Agama .

2- Untuk komentar dua antum maka:

a- Dalam diskusi akidah, filsafat dan irfan teori, tidak ada taqlid di dalamnya. Karena itu harus adu dalil, baik mencari atau belajar atau bahkan adu kekuatan dalil kalau diperlukan. Sebab akidah atau makrifatullah dan agama, tidak boleh taqlid. Taqlid itu hanya di fiqih saja. Jadi, mau terima atau menolak, maka mesti dengan dalil. Kalau tidak punya, maka seyogyanya tawaqquf dulu atau no coment dulu sampai mendapatkan kejelasan, misalnya dengan meminta dalil kejelasan lebih lanjut.

b- Walaupun setiap orang harus berdalil dalam masalah selain fifqih, akan tetapi seseorang tetap dituntut ilmiah dan jujur pada dirinya sendiri. Nasihat ini umum dan bukan untuk antum saja. Ilmiah seperti kalau menolak dan/atau menerima maka mesti dengan dalil. Kalau tidak punya dalil maka tidak berhak menolak dan hanya bisa bertanya. Kalau tidak punya dalil tapi menolak atau apalagi menyenyuminya, maka jelas tidak bisa dikatakan ilmiah. Kalau demikian halnya siapapun orangnya, tidak akan mendapatkan kebenaran. Jadi, ikhlash secara aplikatifnya itu terwujud pada kejujuran ilmiahnya setiap orang pada dirinya sendiri atau pada lingkungannya. Kapan dia jujur, maka dia akan mudah mendapatkannya dan begitu pula sebaliknya.

Karena itu kalau diri seseorang merasa tahu, maka sekalipun mengatakan tidak tahu, akan tetap menghitung dirinya tahu, begitu pula sebaliknya. Sedang yang terhitung kejujuran hakiki, adalah pernyataan yang sesuai dengan yang ada di dalam diri kita itu, karena yang hakiki ini kan yang secara nyata dan diketahuiNya.

Jadi, berdebatlah dengan sengit kalau diperlukan, akan tetapi kalau antum punya dalil yang dianggap kuat. Semua itu supaya mendapatkan kebenaran yang kokoh. Niatkan dalam berdebatnya itu karena Allah hingga kita tahu dan selalu mawas diri bahwa Tuhan itu selalu melihat bahkan suara hati dan akal kita.

c- Tentang Esa, maka biasanya dipakai pada satu, tapi lebih banyak pada hakikat Tuhan, bukan selainNya. Karena itu, lebih cenderung pada makna tunggal lawan ganda, bukan satu lawan dari dua, tiga dan seterusnya. Tapi hal ini hanya kebanyakan pemakaiannya saja sementara dari sisi maknanya tetap satu seperti kata satu itu sendiri. Ini hanya pembahasan kata dan tidak terlalu ada urusannya dengan bahasan kita.

d- Satu itu ada dua macam:

d-1- Satu Angka, yaitu yang memiliki dua dan/atau ke atas atau seridaknya memungkinkan untuk memiliki dua dan/atau ke atas. Misalnya satu orang dimana jelas memiliki dua dan/atau ke atas. Sedang satu bumi, hanya bersifat memungkinkan untuk memiliki dua dan/atau ke atas. Intinya, satu Angka ini adalah satu yang tidak menolak atau tidak memustahilkan untuk memiliki kelanjutan baik dua dan/atau lebih (ke atas).

Adanya dua dan/atau ke atas, atau adanya kemungkinan untuk adanya dua dan/atau ke atas itu, disebabkan keterbatasan yang dimiliki oleh si satu. Kalau dia terbatas, maka di tempat atau derajat lain, tidak bisa ditutup kemungkinannya untuk keberadaan lain yang sama dengan dirinya.

d-2- Satu Hakiki, yaitu yang bukan hanya tidak memiliki dua dan/atau ke atas, melainkan mustahil memilikinya. Kemustahilan memiliki dua dan/atau lebih, atau kemustahilan bahkan dalam kemungkinan adanya satu dan/atau lebih itu di sini, disebabkan ketidakterbatasan yang dimiliki di satu. Karena itu dalam hadits yang terkenal diriwayatkan kepada kita dari Imam Ali as ketika menjawab orang yang bertanya apa arti satu, beliau as menjawab (dinukil ringkasan dan maksudnya saja):

“Satu yang bukan angka.”

Artinya, angka itu kan muncul dari batasan yang diangkai. Dan yang diangkai selalu terbatas. Karena itulah satu yang angka ini tidak memiliki kemampuan untuk menolak dan memustahilkan yang lainnya. Tapi kalau satu yang hakiki dan bukan angka, dimana dianya tidak terbatas, maka jelas dengan sendirinya menolak adanya dua dan/atau lebih dan bahkan menolak kemungkinan adanya. Wong tidak terbatas kok, lalu dimana ada tampat, waktu atau derajat yang kosong hingga bisa diisi atau dimungkinkan adanya yang lain?

e- Nah satu yang dijelaskan di poin (d) di atas itu, bukan satunya Tuhan, melainkan hanya jabaran dari kata satu saja. Sedang satunya Tuhan adalah yang hakiki tersebut, yang bukan angka, yang tidak ada dua atau lebihnya, yang memustahilkan kemungkinan adanya dua dan/atau lebihnya tersebut.

f- Dalam kajian makrifatullah, Satunya Tuhan itu masih memiliki derajat, tapi dalam ilmu kita:

f-1- Satu yang hakikinya hakiki yang dalam bahasa peristilahan Arab dikatakan Ahadiyyah. Maksudnya adalah yang menepikan apapun selain DzatNya. Jadi, maqam Ahadiyyah ini adalah maqam DzatNya.

f-2- Satu yang hakikinya tidak terlalu hakiki. Yakni hakiki dalam nyata tapi tidak terlalu hakiki dalam atau secara ilmu kita. Dalam peristilahan ilmu dalam bahasa Arab diistilahkan dengan Waahidiyyah. Satu ini masih memiliki kesatuan sekalipun dalam argumentasinya dikatakan bukan kesatuan. Artinya, akal sudah mengetahui bahwa bukan kesatuan melainkan satu saja, yakni satu hakiki. Akan tetapi dalam pengkajiannya akal memerlukan penjabaran tentang satu yang hakiki itu. Nah, ketika menjabarkan inilah seakan-akan mengkesatuankan Tuhan. Tapi hanya seakan-akan, bukan sesungguhnya. Yaitu manakala sudah membahas sifat-sifatNya. Jadi, maqam waahidiyyah ini adalah maqam Dzat dan SifatNya.

g- Kalau mau membahas manifestasi, maka satu akan menjadi klop dengan sendiri dengan Wujud/ada. Karena itulah kesaksian di manifestasi bukan tiada Tuhan selain Allah, tapi tiada Wujud selain Allah. Wong yang ada hanya Allah. Jadi, lawanan satu hanya banyak (lebih dari satu). Kalau yang Satu itu Wujud atau Allah, maka selainnya adalah manifestasiNya saja, alias tidak wujud sama sekali.

Catatan:
Mungkin baik kalau masih ada pertanyaan lanjutan, ditulis di dinding page yang baru, sebab kalau sudah terlalu ke bawah, maka biasanya saya sudah tidak mengeceknya lagi. Atau mungkin bagus tulis saja di sini, tapi kalau tidak ada tanggapan dari saya, tulis di status baru. Atau tulis di dua-duanya. Atau tulis di sini dan konfirmasi ke saya di status yang baru. Wassalam.

Sinar Agama .

Catatan Lagi:
Diskusi-diskusi di ramah saya ini bebas dan saling menghormati. Dan hormat bukan tidak saling salah-salahan, asal dengan dalil.

Lalu ini yang juga penting, apapun itu, jangan pernah menghapus/mendelete diskusi yang sudah ada, karena semua hasil pikiran dan jerih payah ini (kalau bisa dikatakan begitu di hadapan Tuhan), biasanya selalu kami simpan sebagai data. Pemberitahuan ini diulang sebab sepertinya antum merupakan tamua baru di rumah sederhana kami ini. Terimakasih.

Tulis komentar...